Tristan kehilangan kesabarannya. Ia menarik tangan Haruna dan melemparnya ke tengah ranjang. Tristan menimpa tubuh Haruna, kedua tangannya mencekal pergelangan tangan Haruna di sisi kanan dan kiri. Wajah mereka hanya berjarak dua inchi. Haruna mencoba menarik tangannya, tetapi Tristan mencekal tangannya dengan kuat.
"Kamu ingin memberontak? Tidak sayang dengan putri kecilmu?" Tristan mengintimidasi pikiran Haruna.
Haruna berhenti memberontak dan memalingkan wajahnya ke samping. Ia hanya bisa meneteskan air mata.
Tristan menyatukan tangan Haruna di atas kepala dan menahannya dengan satu tangan. Satu tangannya mencengkram dagu Haruna lalu menariknya agar wajah Haruna menghadap dan melihat wajah Tristan.
"Entah kenapa, aku selalu ingin melihatmu tertekan di depan wajahku. Wajahmu yang tegang dan ketakutan ini, selalu membuatku bahagia." Tristan menyeringai lalu mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Haruna.
Haruna merapatkan mulut juga matanya. Matanya terpejam kuat dengan air mata yang terus menetes. Haruna sangat ingin melarikan diri, akan tetapi ia tidak bisa melakukannya. Tristan mencium bibir Haruna yang terkatup rapat. Namun sedetik kemudian bibir Haruna terbuka karena Tristan menggigit bibir bawah Haruna. Tristan tidak melewatkan kesempatan, ia segera menghisap lidah Haruna dengan lembut dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulut Haruna.
Bibir Haruna bagaikan alkohol kadar tinggi, sangat memabukkan perasaan Tristan. Tristan masih belum puas walau telah mel*mat bibir Haruna setengah jam lamanya. Tristan benar-benar kecanduan dengan kelembutan dan kenikmatan yang ia rasakan dari bibir Haruna. Baru pertama kali dalam hidupnya, ia merasa cukup puas mencumbu wanita tanpa melakukan hubungan badan. Napas Haruna tersengal, Tristan telah menciumnya setengah jam tanpa jeda sedetikpun. Haruna merasa sesak, udara di rongga dadanya mulai menipis.
Melihat Haruna yang sudah mulai kesulitan bernapas, Tristan menurunkan ciumannya ke leher Haruna. Sejenak Tristan tertegun melihat luka di leher Haruna. Luka itu sudah membiru, Tristan mengusap luka itu dengan telunjuknya. Bulu kuduk Haruna meremang merasakan sentuhan lembut Tristan di lehernya. Tristan kemudian menjilat luka itu dengan lembut. Haruna sampai menahan napas untuk meredam gelenyar aneh yang tidak bisa diartikan oleh Haruna.
Tristan terus mengecup setiap jengkal leher Haruna. Inchi demi inchi ia telusuri leher Haruna dengan lidahnya. Lidah basah yang menempel dan bergerilya di leher Haruna itu membuat Haruna mengepalkan kedua tangannya. Saat Tristan mulai memasukkan tangannya ke balik kaos longgar yang dipakai Haruna, Haruna segera memberontak dan mencoba mendorong Tristan.
"Jangan! Aku mohon," ucap Haruna dengan air mata semakin deras mengalir. Sesenggukkan suara Haruna malah membuat Tristan semakin tersenyum lebar.
"Panggil namaku! Akan aku lepaskan, jika kamu bisa memohon dengan lembut padaku, aku akan melepaskanmu. Ayo panggil namaku!"
"Ti-dak bisa. Aku tidak tahu namamu," ucap Haruna mencari alasan.
"Benarkah? Aku punya cara agar kamu bisa mengingat namaku dengan baik," ucap Tristan sambil mengambil ponselnya di atas kepala Haruna. "Bagaimana kalau … aku telepon anak buahku? Apa kamu akan tetap berpura-pura tidak ingat namaku?" Tristan segera menekan sebuah nomor dan bersiap menelepon. Namun, Haruna segera mencegahnya.
"Aku ingat, tidak perlu libatkan Kiara lagi, Tristan. Namamu, Tristan bukan?" tanya Haruna dengan gugup.
Tristan tersenyum mendengar Haruna memanggil namanya. "Memohonlah, jika ingin aku biarkan kamu pergi," ucap Tristan.
"Aku mohon, lepaskan aku, Tristan." Haruna mengucapkannya dengan pelan. Haruna sudah sangat ingin melarikan diri dari Tristan.
"Hum, baiklah. Permohonan kamu aku terima, Kiara akan segera tiba di rumah kamu. Pulang sana, sampai bertemu lagi," ucap Tristan. Ia menggulingkan tubuhnya ke samping.
Haruna tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia segera bangun dari ranjang dan berlari keluar dari kamar itu. Tristan duduk di tepi ranjang dan tersenyum melihat Haruna berlari keluar dari kamar hotel.
"Wah, gila. Aku belum pernah merasakan hal yang seperti ini. Aku benar-benar mabuk kepayang walau hanya mengecup bibir Haruna. Aku pasti hanya terobsesi karena ingin membalas dendam," gumam Tristan dengan senyuman lebar. Tristan menelepon Levi untuk mengantarkan Kiara ke rumah Haruna. Tristan semakin tidak sabar menunggu besok malam. "Kita akan segera bertemu lagi, Haruna." Tristan mengambil kemeja putihnya dan pergi meninggalkan hotel. Tristan pulang ke rumahnya bersama sopirnya. Sementara Levi membawa Kiara pulang dengan mobilnya.
***
Haruna melangkah lunglai di trotoar. Ia berbalik dan menatap hotel bintang lima yang baru saja ia masuki. Haruna tidak menyangka akan ada masa seperti saat ini. Dimana ia keluar dari hotel seperti seorang wanita malam yang menemui pelanggan. Haruna duduk di halte yang ada di depan hotel. Ia terisak menangis sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Sebuah mobil berhenti di depan halte. Pemilik mobil keluar dan menghampiri Haruna.
"Anda baik-baik saja, Nona?" Sebuah suara lembut seorang pria menyapa Haruna.
Haruna mengusap air matanya lalu menengadah ke arah pria yang berdiri dua langkah dari tempat Haruna duduk. Haruna berdiri, dan menatap wajah pria itu. Haruna merasa pernah melihat wajahnya, tetapi ia tidak ingat dimana.
"Anda … yang dua hari lalu terjatuh karena mobil saya, bukan?" tanya Chris. Ya, pria yang berdiri di depan Haruna adalah Christian, kakak kandung Tristan. Christian tersenyum bahagia karena ia bisa bertemu dengan bidadari yang telah membuat hatinya tertarik. Christian mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, saya, Christian."
"Haruna. Maaf, saya tidak mengenali Anda." Haruna menyambut uluran tangan Christian.
"Tidak apa-apa, wajar saja karena kita hanya bertemu sekilas. Saya harus panggil Anda apa, Nona Haruna?"
"Panggil nama saja. Sepertinya kita seumuran?" tanya Haruna.
"Mungkin saja. Haruna kenapa malam-malam sendirian di sini? Dan kenapa juga menangis?"
"Ah, itu … saya sedang mencari putri saya. Dia hilang sejak empat jam yang lalu," ucap Haruna.
"Haruna … sudah menikah?" tanya Christian. Ada raut kekecewaan di wajah Christian. Baru saja Christian merasa tertarik pada seorang wanita, setelah beberapa tahun lamanya ia terpuruk karena kematian calon tunangannya.
"Em …. Saya, belum menikah," ucap Haruna.
"Oh." Christian merasa sedikit lega karena Haruna belum bersuami. Namun, tidak bisa dipungkiri, hati Christian jadi penasaran dengan ayah dari anaknya Haruna. Christian memperhatikan Haruna, sama sekali tidak ada tampang perempuan nakal.
"Maaf, Chris, ini sudah malam dan saya harus pulang. Semoga saja putriku sudah pulang ke rumah. Saya permisi," ucap Haruna.
"Haruna, biar aku antar pulang," ucap Christian.
Haruna mengangguk setuju. Ia percaya kalau Christian bukanlah pria brengsek ataupun jahat. Christian membukakan pintu mobil untuk Haruna. Haruna masuk ke dalam mobil dan Christian mengemudikan mobilnya meninggalkan halte bus. Haruna melihat jam di layar ponselnya, sudah jam sebelas malam. Ia berharap Tristan sudah mengantarkan Kiara pulang ke rumah.