Shalltear bisa menangkap pedang itu dengan jari-jarinya.
--Sebuah sabetan yang dekat dengan kecepatan cahaya.
Dan dengan gerakan yang halus seperti memegang sayap kupu-kupu.
Udara di sekitar Brain seperti membeku. Brain menghembuskan nafas yang besar.
"...Ti-Tidak mungkin."
Suaranya hampir tidak terdengar.
Brain memaksa tubuhnya untuk tidak merasa ketakutan hingga gemetar tidak terkontrol. Dia tidak percaya apa yang dilihatnya. Tapi tidak diragukan lagi, yang ada di pedangnya adalah dua jari, keduanya putih seperti mutiara - Jempol dan telunjuk jarinya.
Bukan hanya itu, pergelangan tangannya bengkok dengan sudut 90 derajat sambil memegang sisi yang tumpul dari pedang itu, daripada sisi yang tajam. Daripada menghentikannya langsung, di menangkapnya kecepatan katana itu dengan kecepatan -- yang bisa menyamai [God Slash] miliknya dari belakang.
Meskipun kelihatannya dia hanya memegangnya dengan enteng, tak perduli sekeras apapun Brain berusaha mendorong dan menariknya, katana itu tidak bergeming. Rasanya seperti pedang itu dirantai ke batu yang ratusan kali besarnya.
Tiba-tiba, kekuatan yang diberikan kepada katana itu naik, membuat Brain hampir kehilangan keseimbangan.
"Hmph. Cocytus juga memiliki beberapa pedang, tapi kelihatannya mereka bahkan tidak layak untuk dikhawatirkan jika ada perbedaan yang sebesar ini diantara pemegangnya."
Shalltear menatap pedang itu sambil menariknya semakin dekat dengan wajahnya.
Brain,yang tidka tahu apa yang dia katakan, merasakan kepalanya berubah menjadi putih. Itu adalah rasa putus asa karena seluruh jalan kehidupannya dibantah di depannya.
Tapi berkat itu kekalahannya di masa lalu yang masih bisa membuatnya berdiri. Mirip dengan tulang yang retak yang semakin tumbuh kuat setelah diperbaiki; pengalamannya dalam kekalahan membuat tetap kuat.
Itu adalah hal yang mustahil, tapi dia tidak punya pilihan lagi selain mengakuinya.
Gadis itu dengan mudah menangkap sabetan berkecepatan cahaya miliknya.
Brain terlihat pucat. Shalltear terkejut melihat Brain seperti ini dan mengerutkan dahi. Dia lalu menghela nafas kecewa.
"Apakah kamu mengerti sekarang? Aku bukanlah musuh yang bisa kamu kalahkan tanpa menggunakan martial art. Jika kamu akhirnya paham, bukankah sudah saatnya kamu serius?"
Mendengarkan kalimat yang keji seperti itu, Brain tidak sengaja mengeluarkan sebuah kata dari mulutnya.
"Monster..."
Shalltear memberinya senyuman murni, seperti bunga yang merekah.
"Benar sekali. Kamu baru tahu? Aku adalah monster yang keji, tenang, tanpa ampun dan manis sekali."
Dia melepaskan pegangannya pada pedang itu dan mundur ke posisi asalnya. Mungkin tepatnya satu milimeter.
"Apakah kamu sudah siap sekarang?"
Shalltear mengatakannya dengan senyuman yang ceria. Mendengar pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, Brain terbakar amarah. Seberapa banyak dia meremehkan orang lain?
Di lain pihak, Brain bergidik saat menyadari bahwa musuhnya cukup kuat untuk bisa menghinanya, seorang manusia yang telah meraih tingkat tertinggi dalam kekuatan.
-Apakah aku harus lari?
Brain selalu mempertimbangkan keselamatannya menjadi prioritas nomer satu. Jika kelihatannya dia tidak bisa menang, rencana terbaik adalah mundur dan hidup untuk bertarung di lain hari. Bahkan sekarang, dia percaya bahwa dia masih memiliki ruang untuk bertambah kuat. Itulah kenapa selama dia selamat, hal yang harus dia lakukan adalah menjadi pemenang di akhirnya.
Tetapi meskipun dia mundur sekarang, perbedaan mendasar dari kemampuan fisik mereka sulit diatasi.
Berhati-hati untuk tidak membuat rencananya terlihat jelas, Brain memfokuskan perhatiannya kepada target barunya.
Kaki musuh; rencananya adalah membuat gerakan musuh lumpuh dan kabur dengan segala yang dia miliki.
Idenya adalah menyerang pada pertahanannya yang paling lemah, area dimana tangannya sulit menjangkau.
Setelah memutuskan serangan selanjutnya, Brain melatih matanya pada leher Shalltear dan mengembalikan katana miliknya pada sarung itu. Ketika diluncurkan, dia bisa dengan akurat membuat [God Slash] mengenai targetnya walaupun dengan mata tertutup. Maka rencananya yang jelas adalah menipu musuh dengan matanya.
"---Aku akan menghancurkanmu."
Sekali lagi, Shalltear melangkah maju dengan langkah ringan.
Pertama kalinya, Brain tidak sabar menunggunya untuk masuk ke dalam [Field]. Tapi kali ini berbeda. Jika mungkin, dia tidak ingin gadis itu berada di dekatnya dimanapun.
Betapa hatinya yang semakin melemah. Menyadari ini, Brain dengan marah mencoba untuk membakar semangatnya, tapi tidak berhasil. Sepertinya api yang terbakar di dalam dirinya sudah kehabisan bahan bakar. Dengan keadaan seperti itu, dia menunggu Shalltear masuk sambil mengawasinya dengan [Field].
Tiga langkah, dua langkah, satu langkah-
-dia masuk ke dalam jangkauannya.
Sambil menatap leher musuhnya, wajah Shalltear memasuki penglihatannya.
-Dia hanya memiliki satu target asli, pergelangan kaki kanan dalam separuh gerakan.
Dia sedikit menurunkan katana itu, masih dalam sarung pedangnya, seluruhnya untuk mencoba mempercepat dirinya meskipun hanya sedikit lebih cepat.
Setelah memecah konsentrasinya, dia memastikan bahwa kecepatan sabetan ini akan lebih cepat dari sebelumnya. Jika dirinya yang menerima ini, dia tidak akan mampu untuk menahan sabetan itu.
Ini pasti bisa!
Hampir tidak terlihat di bawah ujung rok, seakan dia akan melemparkan pergelangan kurus yang tidak cocok dengan gadis itu.-
Katana itu terlepas dari tangannya.
Setelah memperoleh kesadarannya kembali, Brain tidak tahu apa yang baru saja terjadi. [Field] yang memberinya kewaspadaan mutlak akhirnya akhirnya menyadari dan memperlihatkan katana yang bergulung di tanah, dengan tumit sepatu gadis itu mendorongnya ke tanah.
Tidak mungkin, tapi itu adalah kenyataan.
Alasan mengapa katana itu bisa terlepas dari genggaman Brain adalah karena kekuatan dari hak sepatu tinggi yang disalurkan melewati pedang.
Hanya ada satu alasan mengapa dia tidak ingin mempercayainya.
Meskipun dengan konsentrasi yang sudah mencapai batas, meskipun di dalam [Field] yang sangat dia banggakan; Brain tidak dapat melihat momen dimana gadis itu menghadang serangannya.
Dari jarak yang cukup dekat untuk menyentuhkan hanya dengan mengulurkan tangan, Shalltear memandang remeh padanya dengan tatapan yang dingin. Brain merasakan tekanan yang mluar biasa yang membuatnya merasa terancam hancur menjadi tanah.
Dia sekarang terengah-engah.
Keringat mengalir ke bawah, dia merasakan perasaan ingin muntah. Otaknya semakin pusing seakan pandangannya berputar dan melintir.
Dia sering dalam situasi dimana dia ditekan hingga batas, mereka adalah tempat yang umum. Namun, dibandingkan sekarang, mereka terlihat palsu- seperti ingatan dari tempat bermain anak-anak.
Tumit sepatuh itu melepaskan pedangnya, dan Shalltear tanpa berkata apapun melompat ke belakang.
"-Apakah kamu sudah siap sekarang?"
"!"
Tiga kali dia mendengar suara itu, lebih dari apapun, dia merasakan keputusasaan yang mutlak.
Menduga kalimat berikutnya adalah seperti biasanya "Aku akan menginjakmu sekarang", apa yang mengalir ke telinga Brain selanjutnya adalah sesuatu yang berbeda.
"Jangan-jangan...kamu tidak bisa menggunakan martial art apapun?"
Mendengar suara simpati yang dipenuhi rasa kasihan, Brain menghirup nafas dengan kuat.
Dia sudah kehilangan kata-kata. Tidak, apa yang bisa dia katakan untuk membalasnya? Itu adalah yang tadi tapi baru saja kamu kalahkan dengan mudah. Apakah dia tidak terdengar seperti badut?
Sambil menggigit bibirnya, Brain mengambil pedangnya dari tanah.
"..Apakah kamu tidak sekuat itu? Aku kira kamu akan lebih kuat daripada mereka yang ada di pintu masuk...Oh, maaf. Kelihatannya ukuran terendah yang bisa aku gunakan untuk mengukur kekuatan adalah meter. Perbedaan satu atau dua milimeter tidak mungkin bisa kubedakan."
Usahanya yang tiada henti.
Pertarungannya dengan Gazef adalah ketika dia percaya diri dengan bakatnya sendiri. Pria yang tidak berusaha kalah dari pria yang berusaha. Karena itu, kekalahan itu terukir di hatinya disalurkan ke dalam kekuatan untuk motivasi.
Kesungguhan yang diperbaharui dicurahkannya ke dalam latihan itu adalah yang menjelaskan keberadaannya. Segala sesuatu tentang dirinya, monster di depannya ini malahan mengejek hal itu.
Aku pasti terlihat sangat menyedihkan, Aku, Setelah semua monster yang aku bunuh, si bodoh yang sombong yang meremehkanku hanya karena mereka percaya diri mereka yang lebih kuat-
Sambil memikirkan hal itu, Brain memaksa menekan kutukannya sediri. Namun-
"-AAAAAAAAAHHHHHHHH!!"
<TL Note : Ketegangan berubah tidak karuan karena Brain mengamuk tidak karuan.>
Dengan sebuah teriakan, dia merangsek maju ke arah Shalltear dengan pedang yang diangkat tinggi-tinggi. Menuju Shalltear, yang sedang melihatnya dengan ekspresi aneh - Brain mengayunkan katana itu dengan memberinya beban seluruh tubuhnya.
Sebuah sabetan dengna kekuatan dari seluruh ototnya akan dengan mudah membelah manusia menjadi dua, bahkan dengan pelindung kepala. Melawan serangan kuat itu, Shalltear menatapnya tanpa bermaksud bergerak.
Kali ini pasti, dia mendapatkannya; pemikiran itu berkelebat di kepalanya.
Tapi pemikiran itu segera diganti dengan pemandangan yang tidak nyata yang terjadi sebelumnya.
Tidak mungkin gadis itu bisa menangkap ini dengan mud-
Segera setelah itu, ketakutannya yang paling besar menjadi kenyataan.
Sebuah suara berisik terdengar keras, dan sekali lagi, Brain dihadapkan dengan pemandangan yang tidak mungkin.
Jari kelingking Shalltear bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa dipercaya - sekitar dua sentimeter panjangnya, kuku jarinya menangkis sabetan Brain. Bahkan, tangannya terlihat tidak tegang sama sekali. Tinjunya sama sekali tidak tertutup, dan jari kelingkingnya dengan lembut membelokkan arah pedang Brain.
Dengan gerakan seperti main-main, dia menghentikan serangan kekuatan penuh dari Brain.
Serangan yang bisa memotong armor, menghancurkan pedang dan meluluhlantakkan perisai--
Semangatnya compang-camping, terancam hancur sebentar lagi. Dia telah berusaha sekeras mungkin untuk bisa tetap berdiri. Tangannya tetap gemetar dari benturan, dia mengalirkan tenaga kepada genggamannya, menaikkan katanya, dan menurunkannya sekali lagi. Dan sekali lagi, dengan santai ditangkis oleh Shalltear.
"Fuaaaa~!"
Seakan sengaja, Shalltear menguap dengan dramatis. Tangannya yang tidak melakukan apapun menutupi mulutnya seakan menahannya. Tatapannya sekarang menuju ke arah atap. Seluruh jejak padanya yang menganggap Brain adalah lawan telah lenyap.
Namun begitu,
Namun begitu - Katana Brain masih ditangkis.
Oleh jari kelingking tangan kiri.
"UUWWAAAAAHHHHHHHHH!"
Sebuah teriakan bertempur meledak dari tenggorokannya. Tidak, itu bukan teriakan pertempuran, itu adalah ratapan.
Sabetan sisi - ditangkis.
Sabetan diagonal dari atas kiri - ditangkis.
Sabetan vertikal - ditangkis.
Sabetan diagonal dari atas kanan - ditangkis.
Sabetan dari bawah - ditangkis.
Sabetan terbalik - ditangkis.
Seluruh serangan dari segala arah tubuhnya, seluruhnya ditangkis.
Seakan katana itu ditarik oleh kukunya.
Saat itu, Brain akhirnya mengerti.
Sebuah wujud yang berdiri di tempat yang hanya disediakan bagi mereka yang memiliki kekuatan sejati yang mutlak. Itu adalah tempat yang tidak bisa diraih oleh bakat sebesar apapun yang diberikan dewa atau kera sekeras apapun, jangankan melawan.
"Ara? Apakah kamu sudah lelah? Kalau begitu, pemotong kuku ini sangat tumpul."
Mendengar ucapannya, dia menghentikan tangannya yang terus mengayunkan katana.
Bisakah seseorang memotong sebuah gunung dengan pedang? Sesuatu yang seperti itu adalah tidak mungkin. Bocah manapun bisa tahu yang jelas seperti itu. Kalau begitu, bisakah seseorang mengalahkan Shalltear? Warrior siapapun yang melawannya akan tahu jawabanya.
Sangat tidak mungkin sekali.
Seorang manusia takkan pernah bisa mengalahkan sebuah wujud yang memiliki kekuatan lebih besar dari yang bisa dibayangkan oleh manusia. Jika, misalnya, seseorang bisa melawannya langsung, dia pasti adalah makhluk yang jauh lebih kuat dari manusia.
Sayangnya, Brain hanyalah seorang warrior yang termasuk dari salah satu manusia yang terkuat. Ya. Tak perduli seberapa besar usahanya, dilahirkan menjadi manusia itu sama halnya dengan seorang bayi yang mengayunkan sebuah tongkat.
"...Aku...seluruh usaha itu..."
"Usaha? Kalimat yang tidak ada artinya. Aku diciptakan sudah kuat sehingga usaha itu tidak diperlukan."
Brain tertawa mendengarkan kalimat itu.
Seluruh kerja kerasnya percuma. Tidak mengira dia sangat percaya diri, sangat yakin bahwa dia adalah orang yang berbakat.
Tubuhnya terasa berat, seakan diikat oleh belenggu.
"..?Ahahaha, mengapa kamu menangis? Apakah ada yang menyedihkan?"
Dia tahu Shalltear mengatakan sesuatu padanya, tapi dia tidak bisa mendengarnya. Seakan dia bicara dari tempat yang sangat jauh.
Kapalan di tangannya terbentuk karena lepuhan di atas lepuhan, Latihan mengayunkan berkali=kali dengan batang baja, itu semua tidak ada artinya. Berlari terus-terusan sambil memakai armor yang berat, pertarungan tangan kosong melawan monster yang nyaris menang, semuanya percuma.
Kehidupan yang dia jalani hingga sekarang, semuanya kosong.
Di depan kekuatan sejati, Brain tidak berbeda dengan orang-orang lemah yang dia remehkan hingga sekarang.
"Aku memang bodoh.."
"..Apakah kamu sudah puas sekarrang? Tidak apakah aku mengakhiri ini?"
Shalltear tersenyum nakal dan mendekatinya dengan jari kelingking yang diangkat. Melihat hal ini, Brain mengeluarkan tangisan. Itu bukanlah tangisan pertempuran seorang warrior yang dia tunjukkan sebelumnya, tapi tangisan yang tersedu-sedu dari anak-anak.
Brain berlari.
Dengan memutar punggungnya.
Dia tahu perbedaan kemampuan mereka, terpatri dalam otaknya. Shalltear takkan mampu menangkapnya dalam sekejap.
Namun, tidak satupun dari itu ada dalam otaknya. Tidak, dia bahkan tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkan tentang semacam itu. Dia hanya, dengan wajah berlinang air mata, tanpa melindungi punggungnya dan berlari ke dalam secepat kakinya bisa membawanya.
Saat ini, Brain merasakan di belakangnya ada tawa seorang gadis yang nafasnya berbau darah.
"Dan sekarang ingin bermain kejar-kejaran? Kamu benar-benar berusaha keras, ya kan? Maka aku akan menikmatinya. Ahahahaha."