Baixar aplicativo
81.81% One Heart is Only You / Chapter 18: Perasaan Khusus

Capítulo 18: Perasaan Khusus

Suara ketukan pintu membangunkan tidur malam panjang Tiara, Sartika membuka pintu kamar dan memastikan putrinya sudah bangun.

"Iya, Ma. Aku sudah bangun," kata Tiara sambil menggeliatkan tubuhnya.

"Cepat bangun, sudah jam enam lewat," titah Sartika.

"Yes Madam, i get up now."

Setelah nyawanya berkumpul Tiara langsung masuk ke kamar mandi untuk bersiap ke sekolah, di dalam kamar mandi Tiara bersenandung karena mengingat mimpi malamnya bahkan saat menyikat gigi senyum Tiara tercetak di bibirnya, kepalanya di anggukkan mengikuti nada irama nyanyiannya.

"Segarnya!" seru Tiara sambil membuka pintu kamar mandi.

Tanpa menunggu waktu lagi Tiara langsung memakai seragam putih abu-abunya, senyumnya tak kunjung pudar dari wajahnya. Kali ini pun dia memakai lip glos yang tidak pernah dipakainya, bahkan dia membentuk bibirnya seperti hendak mengecup di depan cermin.

"Bagaimana kamu bisa secantik ini Tiara? Lihat, betapa manisnya dirimu!" ucap Tiara membanggakan diri sambil mengikat rambutnya ala kuncir kuda.

Diraih tas dan handphonenya lalu keluar dan menghampiri kedua orang tuanya yang sudah di meja makan.

"Morning Daddy, morning Mommy," ucap Tiara sambil tersenyum.

"Sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga," ledek Bagas.

Tiara hanya menunjukkan deretan gigi putihnya pada sang ayah, dia tidak ingin menjawab ledekan tersebut karena kalau menjawab akan menjadi panjang urusannya.

"Iya, bener. Sepertinya putri kita sedang puber, Yah," timpal Sartika.

Tiara pun menunjukkan senyumannya dan mulai melahap roti bakar buatan sang mama serta meminum susu coklat.

"Ma, apa ada es batu?" tanya Tiara.

"Untuk apa?"

"Pagi ini aku ingin minum susu dingin," kata Tiara.

Mendapat jawaban dari Sartika, Tiara langsung bangun dan mengambil es batu yang ada di dalam kulkas lalu memasukkan ke dalam gelas susunya.

"Habiskan rotinya," titah Sartika.

"Yes, Mom."

Terdengar suara orang mengucapkan salam, Tiara yang mengetahui suara itu langsung meminum habis susunya dan membawa roti sisanya lalu berpamitan pada kedua orang tuanya.

"Yuk, berangkat," ajak Tiara.

Raza dan Tiara selalu berangkat ke sekolah bersama-sama, sepanjang jalan Tiara menceritakan mimpinya pada Raza dan sepanjang jalan itu Raza merespon sewajarnya.

"Lo kenapa sih, Za. Kayaknya nggak suka sama cerita gue," keluh Tiara.

"Gue denger kok, setiap kata bahkan gue hapal dan gue menyimak dari awal sampai akhir," jelas Raza.

"Iya nyimak, tapi cuma oh eh iya, udah itu aja. Kesannya nggak suka sama cerita gue," balas Tiara tidak mau kalah.

Raza menghentikan langkahnya dan menarik napasnya dalam-dalam serta menghembuskannya perlahan lalu melihat ke arah Tiara.

"Gue harus merespon dengan apa Tiara cantik?" tanya Raza dengan nada yang dibuat-buat.

"Tah ah! Malas!"

Tiara melanjutkan jalannya dan masuk ke dalam angkutan umum, pun dengan Raza yang ikut masuk ke dalam. Tiara memalingkan wajahnya menghadap kaca belakang mobil sedangkan Raza tengah tersenyum melihat tingkah Tiara yang menurutnya lucu di matanya, tentu saja Tiara tidak mengetahui hal tersebut karena dia tengah kecewa dengan respon Raza. Mobil angkutan umum sudah sampai dengan cepat Tiara turun dari mobil dan meninggalkan Raza yang melihatnya bingung.

Tiara berjalan cepat dan tidak ingin menunggu Raza seperti biasanya, tasnya di letakkan dengan kasar di atas meja begitupun dengan dirinya, Zia yang melihat sahabatnya bertingkah seperti langsung bertanya. Tiara pun tidak merespon pertanyaan Zia, dia sibuk membenamkan kepalanya pada lipatan tangannya di atas meja hingga bel masuk pun terdengar. Saat guru mengucapkan salam Tiara memposisikan duduknya dengan tegap dan memperhatikan pelajaran guru agama.

'Pokonya nilai gue harus bagus di mata pelajaran agama, fix ... gue sudah memutuskan akan kuliah di Turki sama kak Zaidan,' batin Tiara bertekad.

Zia yang melihat Tiara dengan tatapan seriusnya menjadi bertanya-tanya sendiri, biasanya Tiara tidak seserius itu untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut.

"Baik, tugas kalian di rumah merangkum perjalanan Baginda Nabi Besar dalam melakukan dakwah secara tersembunyi dan terang-terangan. Kalian semua paham!" titah Bu Guru.

Semua siswa siswi pun kompak menjawab, "Paham, Bu!"

Bel pelajaran pertama pun telah usai, saat melihat guru agama keluar dengan cepat Zia bertanya pada Tiara tentang rasa penasarannya tadi.

"Gue emang selalu merhatiin guru kok, kalo nggak merhatiin nanti penghapus melayang ke kepala gue," kekeh Tiara.

"Gue tau, tapi tadi lo tuh benar-benar menyimak banget gitu. Beda aja tatapan mata lo itu," jelas Zia.

"Lebai banget lo, perasaan gue biasa aja deh," balas Tiara beralasan.

Dia teringat akan mimpinya lalu dia pun menceritakan mimpi yang semalam di dapatnya, Tiara menceritakan dengan antusias. Ternyata respon Zia membuat Tiara bersemangat untuk menghabiskan cerita mimpinya itu berbeda dengan Raza yang terasa cuek atau bahkan tidak menghiraukannya.

"Serius lo? Terus-terus kalian jadi dong?" tanya Zia antusias.

Tiara menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak. Mama gue ketuk pintu, seketika buyar mimpi gue."

"Ya ampun, kasian banget sahabat gue. Padahal tinggal sedikit lagi itu ya," ucap Zia bersimpati.

Tiara mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tenang, Beb. Di dunia mimpi lo nggak dapat kissue dari dia, nanti di dunia nyata lo pasti dapat, kok!" seru Zia menyemangati Tiara.

Mendengar perkataan Zia, Tiara baru saja teringat tentang pernyataan Zaidan pada dirinya semalam, ada rasa bimbang untuk menceritakan pada Zia. Dia masih takut kalau harus cerita pada sahabat karena pasti dia akan menceritakan kembali pada Raza sementara Tiara tidak ingin Raza mengetahui hal tersebut. Alasan Tiara melakukan itu adalah karena dia masih menjaga perasaan Raza, biar bagaimanapun perasaan khususnya itu harus disimpan dalam diri masing-masing.

Waktu pun terus berlalu dan bel istirahat telah berbunyi, seperti bebek yang sedang di giring oleh sang pemilik para siswa siswi berhamburan keluar satu serempak menuju tempat dimana bisa memenuhi perutnya dengan makanan serta minuman yang menyegarkan, pun dengan Tiara dan Zia, keduanya juga menuju kantin.

"Mau makan apa, Ra?" tanya Zia.

"Gue ikut lo aja, samain," jawab Tiara.

Zia pun memesan makanan batagor dengan minumannya es jeruk dan es teh lemon, Tiara memesan minuman tersebut karena dia tidak suka rasa jeruk.

"Thank you, Beb," ucap Tiara sambil memakan batagor miliknya.

Zia tersenyum dan ikut memakan batagornya juga, pandangan Zia berarah pada sosok lelaki yang sedang bercanda di ujung kantin. Dia pun bertanya kebenaran penglihatannya itu pada Tiara.

"Iya itu Raza. Memangnya kenapa?" tanya Tiara dengan nada datar.

"Tumben, biasanya dia nongkrong bareng kita."

"Biarin aja lah, dia 'kan bebas mau main sama siapa aja," balas Tiara, "segar sekali es teh lemon."

Zia yang penasaran akan rasa es teh lemon Tiara langsung ikut mencicipinya, tapi Zia tidak suka rasanya karena asam. Tiara yang melihat raut wajah Zia saat minum menjadi tertawa dibuatnya. Tiara mengeluarkan handphonenya yang bergetar, mata Tiara membulat sempurna saat melihat nama panggilan yang tertera di layar handphonenya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C18
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login