Saat sore, Bryana duduk sebuah kursi tunggu depan ruang operasi bersama Lily. Dia bersama mertuanya menunggu Dean yang sedang menjalani operasi.
Dalam diam, Bryana tertunduk dengan membayangkan apapun yang bisa saja terjadi pada Dean. Luka di kepala cukuplah rentan dan membahayakan nyawa seseorang. Dia tidak bisa memungkiri ketakutannya akan keselamatan suaminya. Bayangan kemesraan yang dia jalin bersama suaminya selama lebih dari dua bulan seakan terus berputar bagai kaset kusut. Hingga tanpa dirasanya, air mata sudah membasahi pipinya lagi dan lagi. Ya Tuhan, wanita itu benar-benar sedang dalam ketakutan.
"Bryana, wajahmu pucat dan kamu tampak lemas. Apa kamu sedang sakit?" tanya Lily yang sejak tadi memperhatikan menantunya.