Saat pagi, Bryana sedang sarapan bersama Calvin dan Raymond. Dia sudah rapi mengenakan dress hitam yang dipadu dengan atasan blus putih berpita pada lengannya. Janda muda itu semakin terlihat cantik karena make up yang tipis dan rambutnya yang pantang tergerai rapi dengan dijepit sebagian ke belakang.
"Kapan kakak akan ke Jakarta lagi?" tanya Bryana di sela-sela aktifitas sarapannya.
"Entahlah." Raymond mengendikkan bahunya, lalu mengap rambut Calvin yang sedang duduk di sampingnya. "Kerja aku tidak sibuk, aku akan datang. Karena pasti anak ini akan membuatku rindu," ucapnya dengan gemas pada sang keponakan.
Bryana tersenyum tipis melihat Raymond yang sangat menyayangi Calvin. Entah kenapa sejak kemarin dia dibuat kagum oleh Dean yang menyayangi putrinya dan sekarang kakaknya juga menunjukkan kasih sayang pada putranya. Ada rasa ingin kembali memiliki sosok suami seperti mereka, tetapi rasa itu selalu terhalang oleh trauma yang menimpanya atas perlakuan Alex. Hal itu membuatnya enggan menjalin hubungan dengan siapapun hingga saat ini.
"Uncle harus sering ke sini, biar Cal bisa main bareng uncle," ucap Calvin sembari mendongak menatap Raymond. Dia juga begitu menyayangi pamannya itu.
"Uncle akan usahakan datang setiap bulan, Cal," balas Raymond, lalu menyuapkan sup ke mulut mungil Calvin. Karena sejak tadi memang dia yang menyuapi keponakannya itu.
"Jill, jika ada sesuatu yang mencurigakan atau apapun yang menurutmu aneh, kamu harus segera berlindung pada Dean. Begitu pula Calvin, tidak boleh bermain terlalu jauh dan Louis harus tetapi di dekatnya." Raymond menunjukan sikap waspada.
"Kurasa Alex tidak akan mengganggu lagi, karena pasti dia sudah pindah ke Paris bersama istri barunya," ucap Bryana.
"Dia memang sudah pergi, tapi dia memiliki orang-orang suruhan untuk mengusikmu lagi. Aku sungguh muak padanya, karena sudah menipumu dengan cinta dan berniat membunuhmu. Andai kita dapat menemukan barang bukti saat dia menusukmu hingga calon adik Calvin gugur, pasti aku akan memenjarakan nya."
Bryana menghela napas sembari mengingat kejadian dua tahun yang lalu itu. Ingatan itu seakan tidak pernah pudar, masih sangat jelas dan seakan membuatnya dapat merasakan sakitnya ditusuk dan dilempar dari mobil dalam keadaan pendarahan juga.
"Aku akan waspada, Kak," ucap Bryana sembari menghabiskan makanannya.
Raymond mengangguk lega, lalu pandangannya tertuju pada Dean yang baru selesai sarapan di meja makan khusus untuk pekerja di rumah. Bodyguard itu mengenakan jeans hitam dipadu dengan t-shirt putih yang menampilkan lengan kekarnya. Meski berpakaian terkesan santai, pria itu memiliki peralatan canggih yang terpasang di telinganya dan menyediakan pistol yang terpasang di celananya.
"Dean," panggil Raymond.
Merasa namanya dipanggil, Dean segera menghampiri majikannya itu, lalu berdiri di hadapannya berseberangan pada meja makan. Dia berdiri tepat disamping Bryana yang sudah selesai sarapan.
"Apa kamu sudah membaca semua tugasmu?" tanya Raymond.
"Sudah, Tuan," jawab Dean.
"Baguslah. Kamu harus bekerja ekstra hati-hati dan jangan sampai ada kejadian yang membuat adikku terluka," ucap Raymond.
"Tidak perlu berlebihan, Kak. Aku juga pasti menjaga diriku sendiri," balas Bryana.
Dean hanya mengangguk dan kembali bergeming menunggu Bryana beranjak dari kursi.
"Aku berangkat dulu, Kak." Bryana beranjak dari kursinya, lalu menghampiri Calvin. "Cal, jangan main terlalu jauh. Mama mau kerja dulu," ucapnya, lalu mencium pipi putranya yang agak chubby.
"Ayo, Dean," ajak Bryana sembari berjalan menuju ke luar rumah melintasi ruang tengah dan ruang tamu. Dean pun berjalan di belakang Bryana dengan tatapan datarnya.
Sampai di halaman, Dean segera membukakan pintu mobil untuk Bryana hingga masuk, lalu menutupnya kembali. Dia segera masuk ke bagian kemudi karena dia yang menjadi supir pribadi Bryana sekalian. Pria bertubuh kekar itu segera mengemudikan mobil sport majikannya menuju kantor.
Selama di mobil, hanya ada keheningan. Sesekali Bryana melirik Dean yang terus diam dengan pandangan fokus pada jalan. Bahkan pria itu tidak menyetel musik untuk memecahkan keheningan itu. Padahal, Bryana selalu menyetel musik saat sedang dalam perjalanan.
"Ehhm." Bryana mencoba memecahkan keheninga. Namun Dean tetap fokus mengemudi.
"Dean." Akhirnya Bryana memanggil.
"Ada apa, Nyonya?" tanya Dean dengan panggilan formalnya.
Bryana menghela napas gusar dan melirik ketus pada Dean yang lagi-lagi memanggilnya seperti majikan. "Kenapa memanggil seperti itu? Sudah aku bilang, kita bisa menjadi teman. Bukan sekedar majikan dan bodyguard!"
"Tapi kita sedang dalam jam bekerja, Nyonya. Saya akan menganggap kita berteman ketika di rumah saja," ucap Dean tanpa menoleh.
"Yasudah lah terserahmu." Ahirnya Bryana menyerah. Dia beranjak dari duduknya dan mengukung tubuhnya ke arah depan, lalu mengulurkan tangannya menekan tombol mp3 sembari melirik Dean yang tetap berpandangan ke depan.
'Dia sangat berbeda, tidak seperti semalam. Kenapa ada pria sedatar dia, bahkan aku begini saja tidak peduli,'
Tiba-tiba Dean melihat kucing akan melintas, dia pun segera menginjak pedal rem secara mendadak supaya mobilnya berhenti menghindari menabrak kucing itu.
Bughhh
Bryana langsung terjatuh dan terbentur ke bagian depan jok mobil. Karena dia terlalu asik melirik Dean dan malah mobilnya berhenti mendadak. Niatnya mencari perhatian, malah membuatnya tersungkur dan malu pada bodyguard tampan itu.
"Astaga." Dean menoleh menatap Bryana yang tersungkur. Dia segera menepikan mobil sport itu, lalu membantu janda muda itu bangkit dan kembali duduk dengan benar ke jok belakang.
Dean menatap Bryana yang sedang membenarkan rambutnya hingga dapat melihat keningnya sedikit lecet. Dengan sigap pria itu mengambil kota P3K yang tersedia dan mengambil plester, lalu memasangkan ke kening majikannya itu.
"Maaf, tadi ada kucing mendadak lewat," ucap Dean dengan gusar. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Bryana. hingga bebarapa saat dia menyadari sedang berhadapan dengan siapa dan merasa tidak pantas untuk terlalu dekat. Pria itupun segera kembali ke jok kemudi.
"Tidak apa-apa, ini hanya lecet sedikit," balas Bryana sembari membenarkan rambutnya. Dia merasa gugup karena sorot mata Dean yang sempat menatapnya sangat intens seakan mampu meruntuhkan hatinya yang selama ini selalu dingin pada setiap pria.
Dean segera melajukan mobil sport Bryana kembali menuju kantor. Dan lagi-lagi yang ada hanya keheningan di dalam mobil itu hingga sampai pada tujuan.
____
Seorang pria berwajah sangat dengan brewok yang tebal, menatap foto Bryana dan Raymond. Dia mengambil korek di sakunya, lalu membakar foto itu sembari menatapnya penuh dengan kebencian.
"Aku tidak akan pernah membiarkan kalian lolos dari kejaranku! Setelah apa yang sudah Darlene lakukan pada putriku," ucap pria itu sembari menatap foto Bryana dan Raymond yang perlahan habis terbakar menjadi abu.
Tampaknya Raymond meminta Dean menjaga Bryana dengan sangat ketat mungkin karena ada bahaya dari pria yang membakar foto itu. Sepertinya ada dendam kesumat yang berawal dari ulah Darlene, ayah Bryan.