Satu hari sebelum nya! Pernikahan mewah di gelar.
Begitu bergabung dengan keluarga mafia beda negara, Zeynep memanggil calon ayah mertuanya dengan sebutan Demir. Dimana lelaki yang akan di nikahi nya memiliki marga yang sama juga.
Di kediaman rumah besar nan mewah milik Demir sudah ramai oleh beberapa pekerjanya berlalu lalang menyiapkan semua yang dibutuhkan dalam pernikahan putra tunggal Yusuf Demir dengan Zeynep. Semuanya sibuk merias rumah besar itu seindah mungkin.
Sedangkan di dalam ruangan yang cukup luas Zeynep duduk di kursi rias bersama tiga orang yang sibuk merias dirinya. Dia hanya diam melihat dirinya pada pantulan cermin di depannya.
Pikirannya terus memikirkan balas dendam dengan kematian neneknya.
"Nona Zeynep sangat cantik," ucap seorang dari mereka yang merias Zeynep. Gadis yang dikunjungi hanya diam sambil tersenyum miring membayangkan aksi balas dendamnya kepada Demir.
"Mari Nona! Semua tamu sudah menunggu," ucap seorang lagi yang baru saja masuk ke dalam ruangan yang dikhususkan sebagai ruang rias itu.
Zeynep mengangguk pelan, berdiri dari tempat duduknya. Dia dihimpun dua wanita cantik yang akan mengantarnya ke tempat pernikahan ini berlangsung.
Sejenak dia terdiam melihat keindahan rumah yang disulap menjadi ruang pesta itu. Tapi, sayangnya dia sama sekali tidak mengagumi seluruh kekayaan Demir, lagi pula dia masuk ke dalam keluarga itu hanyalah untuk membalas dendam atas kematian neneknya.
Zeynep terus dituntun menuju seorang pria yang tengah duduk di kursinya. Tidak terlalu buruk, bahkan Zeynep mengakui jika pria itu cukup tampan. Hanya saja dia datang bukan untuk mengagumi ketampanan pria yang akan menjadi suaminya. Balas dendam, itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.
Zeynep dibimbing untuk duduk di samping Yusuf Demir. Dia hanya menurut dan duduk, seolah-olah dia adalah pengantin wanita yang sedang bahagia karena pernikahan ini. Yusuf pula terlihat diam saja, wajahnya sama sekali tidak menampilkan ekspresi apa pun.
Acara tersebut berlangsung dengan mengikat keduanya dengan pernikahan, juga janji suci pernikahan. Tentu saja Zeynep tidak sungguh-sungguh mengucapkan janji suci pernikahan ini.
Acara pernikahan terus berlangsung, semua orang terlihat bahagia dan berpesta. Orang-orang yang tidak mengenal Zeynep itu berdatangan memberi selamat kepada kedua pengantin yang berpura-pura bahagia.
Zeynep maupun yusuf keduanya sama-sama berpura-pura dalam pernikahan ini, senyuman manis di bibir mereka hanya untuk seluruh untuk undangan. Sesekali Zeynep melirik Yusuf yang sesekali asyik berbincang dengan rekannya, dia tersenyum manis, tapi sayangnya saat dia menatap Zeynep senyuman itu hilang.
Zeynep mulai merasa haus saat dia terus berdiri di samping Yusuf, kakinya juga terasa sangat sakit karena mengenakan sepatu yang tinggi. Dia melangkahkan kakinya menjauh dari Yusuf yang masih setia berdiri menyambut tamu undangan yang terus berdatangan seakan-akan tidak akan pernah habis.
"Mau ke mana?" tanyanya dengan pelan.
Zeynep melirik Yusuf sambil tersenyum kecil, sangat kecil, sehingga hampir tidak terlihat.
"Aku haus," ucap Zeynep berterus terang jika dirinya tengah kehausan.
"Tolong ambilkan dua gelas jus!" ucap Yusuf yang rupanya memerintah kepada pelayan keluarganya yang juga terus berlalu lalang menyambut dan melayani semua tamu. Akhirnya Zeynep hanya diam di samping Yusuf, menunggu jus nya datang. Dia sangat yakin jika itu untuknya.
"Ini Tuan," ucap pelayan pria itu membawa nampan berisi dua gelas jus. Dia mengambil segelas jus dan mengulurkannya kepada Zeynep membuat sejenak gadis itu mengernyit.
"Aku haus bukan?" Zeynep mengangguk dan mengambil alih segelas jus itu dari tangan Yusuf, dia langsung meminumnya dengan perlahan. Rasa segar menyapa kerongkongannya yang kering sedari tadi, dia menghela napasnya dengan perlahan.
Sedangkan Yusuf, sesuai dugaannya tengah meneguk segelas jus itu pula. Dia bahkan duduk di kursi, yang kemudian diikuti oleh Zeynep. Dia merasa sangat lelah jika harus terus berdiri. Zeynep sesekali menggerakkan pergelangan kakinya dengan pelan, dia sangat ingin acara ini segera selesai.
Hari masih siang, sedangkan acara hingga malam. Dia kembali terdiam, tidak ada seorang pun yang dia kenal di sin, meski sebagian ada yang datang dengan mengaku mengenal mendiang neneknya. Tapi, Zeynep memilih untuk tidak pedulikan semua itu
"Hey! Bisakah istirahat sejenak? Aku sangat lelah," ucap Zeynep sambil melirik Yusuf di sampingnya. Pria itu hanya diam sambil melihat hiburan di depan sana. Iya, di depan sana ada panggung yang tengah di isi oleh penyanyi dan penari.
"Pergi saja!" balas Yusuf dengan nada suaranya yang datang.
"Menyebalkan sekali dia," batin Zeynep kesal dengan Yusuf yang demikian.
"Baiklah! Aku pergi!" ucap Zeynep tidak mau ambil pusing. Dia melangkahkan kakinya menjauhi Yusuf masuk lebih dalam, lebih tepatnya ke ruang makan yang dia ketahui. Dia masuk san duduk di salah satu kursi sana.
"Nona ada si sini," ucap seorang pelayan wanita Demir itu menyapa Zeynep.
"Aku lapar. Berikan aku makanan!" pinta Zeynep tanpa merasa ragu ataupun sungkan. Ini akan menjadi rumahnya, jadi semua yang dimiliki keluarga Demir pun menjadi miliknya, setidaknya demikian.
Tapi, tentang kebun anggur itu tidak akan pernah dia biarkan jatuh kepada keluarga Demir.
"Baik Nona, tunggu sebentar!" ucap pelayan wanita itu lagi sambil berlalu meninggalkan Zeynep untuk mengambilkan beberapa makanan di dapur.
Zeynep bangun dari tempat duduknya, dia membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman yang langsung dia tuangkan ke dalam gelas yang dilanjut dengan menemuinya.
"Ini Nona," ucap pelayan wanita itu yang kembali mendatangi Zeynep dengan nampan berisi makanan.
Dia menaruh piring-piring berisi makanan itu di atas meja menatanya dengan rapi.
"Terima kasih Bi," ucap Zeynep. Dia langsung meraih sendok dan garpjnya, mulai sibuk dengan makanannya, makanannya dengan perlahan. Dia bahkan terlihat sangat bersantai seakan sedang tidak ada acara besar baginya.
"Aku di sini Zeynep!" Mendengar ada suara berat yang menatapnya, Zeynep mengangkat wajahnya dan melirik ke samping, di sana ada ayahnya Yusuf, Demir.
"Oh ya benar Ayah, aku lapar dan memilih untuk ke mari," ucap Zeynep sambil melirik panggilan ayah mertuanya itu. Bahkan doa menyimpan serapan panggilan untuk mertuanya itu. Bagihya sangat menyebalkan dan tidak menyenangkan.
"Oh, cepat habiskan makanannya. Tamu sangat banyak berdatangan, mereka ingin melihatmu," ucap Demir mengingatkan Zeynep untuk segera kembali ke ruang pesta pernikahannya itu.
"Tentu Ayah," balasnya sambil tersenyum manis. Tetap terlihat manis meski itu hanya pura-pura. Setelahnya pria seusia ayahnya itu meninggalkannya sendirian di ruang makan yang luas itu.
"Menyebalkan," gerutu Zeynep sambil terus melahap makanannya. Dia masih tetap santai sambil sesekali mengayun ayunkan kakinya yang tidak mengenakan apa pun itu. Dia ingin memanjakan dirinya sejenak.
Setelah merasa kenyang, Zeynep langsung meninggalkan ruang makan itu kembali ke ruang pesta yang sesak oleh tamu yang terus berdatangan.
"Oh ini dia menantuku yang cantik!" ucap Demir begitu Zeynep datang, sambil melebarkan ke dia lengannya seolah-olah tengah menyambut Zeynep.
Dia berbicara kepada rekan-rekannya di sana.
"Wah beruntung sekali putramj Demir, dia dapatkan istri yang sangat cantik sepertinya!" puji mereka akan kecantikan Zeynep.
Sedangkan Zeynep hanya berpura-pura bahagia dengan senyum palsunya. Ia tak kuasa menahan amarah begitu melihat senyuman tawa dari bibir ayah mertuanya yang kejam itu.
Tatapan beringas Zeynep gak sengaja terlihat oleh Yusuf yang kala itu melirik pada wajah perempuan yang menjadi istrinya itu.