Alex membelalakkan kedua bola matanya. Ia mendengar jeritan Nada, sontak ia yang belum sempat masuk ke dunia mimpi pun langsung saja kembali menegakkan tubuhnya karena terkejut.
Teriakan itu terdengar sangat memilukan, seperti sedang mencari keberadaan seseorang.
"Nada? Ada apa dengannya?"
Menolehkan kepala ke arah jam dinding, Alex melihat jika sekarang jam hampir menunggukkan tengah malam. Dan semalam ini, kenapa Nada belum tertidur dan berteriak?
Baiklah Alex, ini bukan saatnya untuk berpikir. Ia pun segera beranjak dari atas kasur. Sebelumnya, ia lebih dulu meneguk air mineral agar tenggorokkan tidak terlalu kering dan membuatnya tercekat. Setelah itu, ia meraih tongkat baseball besi yang sekiranya bisa melindunginya dari apa yang terjadi di rumah Nada. Tentu saja ia juga membawa ponselnya, lalu bergerak pergi keluar dari kamarnya.
Menuruni satu persatu anak tangga, ia berhenti di salah satu laci yang berada di ruang keluarga, lalu meraih senter hanya untuk berjaga-jaga saja. Sesampainya di teras rumah, ia mengambil sandal dan memakainya.
"Ini sudah tengah malam, tapi kenapa sepertinya tidak ada yang mendengar jeritan Nada? Kenapa hanya aku saja yang mendengarnya?"
Teriakan Nada itu cukup kencang, apalagi terdengar ketakutan. Tidak mungkin para tetangga terdekat dari rumah perempuan tersebut tidak mendengarnya. Kalaupun mendengar, pasti di rumah Nada sudah ramai dengan orang-orang berkerumunan yang penasaran.
Namun saat ini… ternyata tidak ada yang menyadari teriakan Nada selain Alex.
Alex berjalan melewati halaman rumahnya yang dikelilingi oleh lampu taman, tidak perlu takut dengan kegelapan karena di rumah Alex, penerangan sangat memadai.
Mengernyitkan alisnya. Alex melihat halaman perumahan Nada yang sangat gelap. "Perlukah aku membawa obor? Oh tidak, itu berlebihan Alex, jangan berpikir bodoh." ucapnya sambil terkekeh kecil.
Alex keluar dari gerbang rumahnya, setelah itu kembali menggemboknya dari luar dan melangkahkan kaki ke rumah Nada, tentu saja ia bergerak ke arah gerbang utama.
"Apa yang terjadi dengan Nada?"
Alex berdiri tepat di depan gerbang, menatap gerbang yang menjulang tinggi sampai mendongakkan kepalanya.
Sebelum membuka gerbang tersebut, Alex segera meraih ponsel dari saku celananya. Ia lebih dulu menghubungi Nada sebelum memasuki halaman rumah perempuan tersebut yang gelap gulita.
Bukannya Alex takut dengan kegelapan, tentu saja tidak. Namun, kegelapan kali ini mendatangkan hawa yang berbeda. Bahkan, bulu kuduknya pun terasa semuanya berdiri.
Ia memutuskan untuk menelepon Nada, menekan 'call' pada nomor telepon yang dimaksud. Ia menempelkan ponsel ke telinga, lalu terdengar dering ponsel yang membuatnya semakin cemas.
"Ayolah Nada… angkat panggilan telepon ku."
Hingga menuju dering akhir, dan beruntunglah panggilan telepon dari Alex terjawab.
"Halo, Nada? Kamu kenapa? Apa yang terjadi dengan mu? Ada maling di rumah mu atau bagaimana?" Karena sudah terlalu panik, Alex langsung saja menyerbu Nada dengan pertanyaan yang berbondong-bondong.
Alex menatap ke arah perumahan Nada, dan ya, hanya ada beberapa lampu saja yang masih dalam kondisi menyala.
Terdengar dari seberang sana isak tangis Nada, Alex cemas, ia berdecak kecil. "Haduh, kenapa? Apa yang terjadi?"
Lagi, terdengar helaan napas yang di hembuskan dengan perlahan.
"A-bantu aku cari ayah ku, Alex. T-tolong…"
"Tunggu aku disana, Nada."
Pip
Tanpa berbasa-basi lagi, kini Alex telah mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Dengan ketidakpedulian lagi, Alex segera saja masuk ke halaman rumah Nada karena ternyata gerbang rumahnya tidak di gembok? Yang benar saja, bagaimana jika ada penjahat masuk?!
Alex berusaha berpikir positif, ia berlari melewati halaman rumah Nada yang jauh lebih horror daripada sebelumnya. Karena pikirannya kini hanya terarah pada Nada dan kemungkinan apa yang terjadi dengan perempuan tersebut, maka ia tidak menghadirkan pikiran negatif lagi untuk banyak hal.
Kedua kaki Alex sudah menapak teras rumah Nada, setelah itu ia melepaskan sandal dan menaruhnya tepat di rak sepatu agar tidak menyisakan noda kotor di lantai.
Tok
Tok
Tok
Ia mengetuk pintu utama tersebut, ia masih mengutamakan kesopanan karena tidak mungkin masuk ke rumah orang lain tanpa persetujuan sang pemilik.
Satu menit, tidak ada yang membukakan pintu untuknya. "Ayolah Nada, buka pintunya dan jangan membuat ku khawatir."
Dan ya, beberapa detik kemudian pun pintu rumah Nada terbuka. Alex menatap apapun yang akan menyambutnya, dan ia kini berhadapan dengan Nada. Kedua mata perempuan itu sembab, bahkan bagian mata dan hidungnya pun memerah.
Alex tidak bertanya seperti tadi, namun langsung memberikan pelukan hangat untuk sosok dihadapannya. Tangannya terjulur untuk mengusap puncak kepala Nada dengan gerakan pelan dan juga penuh dengan kelembutan. "Jangan nangis lagi, nanti tambah jelek." ucapnya dengan pelan, ia menyelipkan sedikit candaan.
Nada pun hanya tertawa kecil, setelah itu menarik diri dari pelukan Alex yang merupakan refleks. "Bantu aku dengan segera, cari di luar rumah, tolong." ucapnya dengan Nada tergesa-gesa.
"Jelaskan kepada ku terlebih dahulu, apa inti dari permasalahan yang kamu rasakan, hm? Aku tidak mengerti harus mencari apa diluar rumah—"
"Mencari ayah." Nada langsung saja memotong perkataan Alex, ia tidak ingin banyak mengobrol karena kini yang ia perlukan adalah tindakan.
Menganggukkan kepala, Alex mengerti. "Sebelumnya, nyalakan terlebih dulu penerangan lampu di halaman rumah mu, itu terlihatan sangat gelap dan menyeramkan." ucapnya. "Tidak seperti biasanya." sambungnya.
Nada menganggukkan kepala, kedua matanya terlihat lelah. Seperti putus asa dan cemas di waktu yang bersamaan. Ia berjalan ke arah dinding dekat garasi, disana ada kotak stop kontak yang menghubungkan aliran listri ke lampu-lampu taman.
Alex melihat halaman rumah Nada yang sudah kembali terang. "Halaman belakang rumah mu juga nyalakan." ucapnya, kembali mengingatkan.
Sebenarnya, sejak hari ini, ia memutuskan untuk tidak menginjakkan kaki di halaman belakang rumah Nada karena terlihat sangat horror. Pada siang hari yang terdapat terik matahari saja terlihat sangat menyeramkan, bagaimana jika sudah larut malam?
"Sudah." jawab Nada, ia kembali berjalan dan menghentikan langkah tepat di samping Alex.
"Halaman depan rumah mu bersih, tidak ada sudut yang kemungkinan bisa menyembunyikan tubuh orang dewasa. Lebih baik kita langsung mencari di halaman belakang rumah mu," Elex menyarankan.
Nada pasrah. "Aku akan mengikuti keputusan mu." balasnya.
Mereka berjalan meninggalkan teras rumah, berjalan dengan tergesa-gesa ke halaman belakang rumah.
Dan ya, benar dengan perkiraan Alex jika halaman belakang rumah Nada sangat menyeramkan.
"Kamu sudah mengecek gudang itu?" tanya Alex sambil menunjuk bangunan kecil yang sudah pasti itu adalah gudang penyimpanan barang-barang tidak berguna.
Nada menggelengkan kepala. "Belum," balasnya dengan nada bicara yang lemas. Satu-satunya yang menjadi harapannya adalah Alex, tidak ada orang lain lagi yang bisa ia andalkan untuk hal ini.
Bagaimanapun, Alex tetap laki-laki dan ia sadar telah di andalkan oleh Nada untuk membantu selain dirinya. "Ingin tetap disini atau ikut dengan ku?" tanyanya, ia khawatir kalau perempuan di sampingnya takut melangkah ke arah gudang tua yang kemungkinan sudah di hinggapi beberapa sarang laba-laba, indukan, telur, bahkan anak.
"Ikut dengan mu."
Alex menganggukkan kepala, setelah itu menyuruh Nada untuk tetap berjalan di belakangnya karena jika terjadi hal buruk, maka yang kena ia duluan dan bukannya perempuan lugu itu.
Berhenti tepat di depan pintu gudang, lalu segera membukanya.
Dan…
Kedua bola mata mereka terbelalak dengan sempurna.
…
Next chapter