Baixar aplicativo
3.33% Mengejar Cinta Istri / Chapter 2: Bab 2

Capítulo 2: Bab 2

Enam bulan sudah berlalu sejak kejadian pahit yang di alaminya, kini Ayla dan juga Ferdy tinggal di Surabaya. Ferdy melanjutkan kuliah sambil bekerja di sebuah percetakan kecil milik salah satu teman kampusnya. Sedangkan Ayla bekerja di sebuah restoran mewah di kota tersebut.

Restoran mewah yang Ayla sendiri tidak tahu siapa pemiliknya. Karena menurut cerita dari Devi, sang pemilik restoran jarang berkunjung ke Surabaya. Sehingga restoran tersebut di percayakan pada Abram (kakak laki-laki Devi).

Dan Ayla bersyukur dengan bekerja sebagai pelayan di restoran itu, sejenak Ayla bisa melupakan kepahitan yang menimpanya beberapa bulan lalu.

Sedikit demi sedikit senyuman Ayla kembali seperti sedia kala. Masalah yang menimpanya enam bulan lalu perlahan mampu terlupakan dengan kesibukan yang di lakukannya.

"Ay, sudah mau pulang?" tanya seseorang dari arah belakangnya.

"Eh kak Abram," ucap Ayla terkejut saat menoleh ke belakang mendapati ada Abram di sana. "Iya nih kak, udah habis shift aku, makanya mau langsung pulang," ucap Ayla yang kini memang sudah bersiap untuk pulang.

Abram berjalan mendekati Ayla, dengan salah satu tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Wajah Abram yang tampan semakin terlihat tampan di mata Ayla, apalagi dengan senyuman di sudut bibir Abram. Membuat jantung Ayla berdebar-debar tidak karuan.

"Bagaimana kalau aku antar kamu pulang? Hitung-hitung biar tahu dimana tempat kosan kamu," ucap Abram dengan sedikit bersemangat.

"Hah, kakak mau nganterin aku? Apa gak merepotkan kak Abram?" Tanya Ayla sedikit ragu, karena tidak pernah di antarkan pulang oleh siapapun selama ini. Apalagi status Abram adalah bosnya.

"Enggak kok, yuk Ay," ajak Abram sambil menarik pergelangan tangan Ayla, sehingga membuat Ayla terkejut dengan ulah Abram tersebut. Sehingga membuat Ayla semakin gugup di buatnya.

Tapi Ayla pasrah dengan ulah Abram. Dia hanya mengikuti kemauan Abram. Dengan tertunduk Ayla tersipu malu. Kalau di tanya apakah Ayla bahagia? Tentu saja jawabannya iya.

Karena sudah dari dulu Ayla menyukai Abram. Semenjak Ayla masih duduk di bangku SMA. Abram adalah salah satu seniornya. Tapi semenjak Ayla mendengar perkataan Abram pada temannya kalau hanya menganggap Ayla sebagai adiknya. Maka sejak saat itu Ayla mengubur perasaannya dalam-dalam.

"Jadi di sini tempat kos kamu?" Tanya Abram setelah sampai di tempat kos Ayla.

"Iya kak," jawab Ayla. "Kakak mau mampir dulu?"

"Gak usah, lain kali aku pasti akan mampir Ay," jawab Abram, kemudian Abram bersiap untuk membuka pintu mobil.

"Kalau gitu makasih ya kak, dan maaf sudah merepotkan kakak untuk ini," jawab Ayla.

"Hm, lain kali traktir aku makanan enak sebagai ucapan terima kasihmu padaku, Ay," ucap Abram sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"Hah, i-iya kak, kalau udah gajian aku akan traktir kakak," jawab Ayla gugup.

Tidak lama Abram pun pergi meninggalkan Ayla yang masih bingung dengan sikap Abram. Tidak ingin banyak berpikir, Ayla pun masuk ke dalam rumah.

Ferdy yang sedang asyik melihat televisi, pandangannya teralihkan ke arah Ayla yang sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.

Ferdy tampak sedikit ragu untuk mengatakan sesuatu pada sang kakak yang masih sibuk dengan kegiatannya. "Kak," panggil Ferdy.

"Hem, ada apa, dek?" Jawab Ayla sekaligus menanyakan maksud Ferdy memanggilnya.

"Kak begini, aku sudah mendapatkan tempat magang yang sesuai dengan yang kuinginkan, dan ini tawaran langsung dari kampus kak," jawab Ferdy hati-hati. Takut jika kakaknya akan marah kepadanya.

Ayla sejenak menghentikan aktifitasnya, Ayla melihat ke arah Ferdy dengan tatapan ingin tahu. "Terus?" Tanya Ayla seakan mengisyaratkan supaya Ferdy menceritakannya lebih lanjut.

"Perusahaan ini di Jakarta kak, kakak tahu gak perusahaan N.H group?"

"Hem, sepertinya pernah dengar sih dek," ucap Ayla berusaha mengingat. "Kenapa dengan perusahaan itu?" Tanya Ayla sambil meneruskan kegiatannya menyusun makanan di meja makan.

"Itu perusahaan terbesar se Asia kak, seleksi masuk ke sana sangat ketat, dari ribuan yang melamar kerja di sana, hanya puluhan yang di terima," ucap Ferdy dengan semangat menjelaskan, sambil berjalan mendekat ke arah sang kakak.

"Itu kesempatan bagus dong dek, berarti kamu salah satu orang yang sangat beruntung mendapatkan tawaran magang di perusahaan sebesar itu," ucap Ayla. "Ayuk sini cepat makan, nanti keburu dingin gak enak lagi."

Dengan segera Ferdy beranjak mendekati meja makan untuk makan malam bersama. Setelah duduk Ferdy mengambil nasi dan juga lauknya. "Tapi tempat magangnya di tempatkan di Jakarta kak, gimana dengan kakak di sini?"

Sejenak Ayla terdiam, sedang menimbang-nimbang keputusan yang tepat untuk mereka berdua. "Kakak akan baik-baik saja dek, ini kesempatan langka, alangkah baiknya jika kamu menerima tawaran itu, kakak akan selalu mendukungmu,"

"Kakak ikut ke Jakarta saja kak, aku tidak ingin jauh dari kakak,"

Ayla sangat memaklumi jika Ferdy tidak ingin berpisah dengannya. Selama ini mereka selalu melindungi satu sama lain. "Magang di Jakarta berapa lama sih? Kan setelah magang kembali ke Surabaya juga," ucap Ayla.

"Mungkin 3 bulan kak, atau lebih, belum tahu pastinya," ucap Ferdy.

"Kita bahas nanti lagi, sekarang sebaiknya kita makan dulu dek," ucap Ayla.

Akhirnya mereka berdua makan dalam diam. Sebenarnya pikiran Ayla tertuju bagaimana dengan tempat magang Ferdy di Jakarta nanti. Biaya tinggal di ibu kota pasti mahal, belum lagi biaya yang lain-lain. Dapat uang dari mana nanti untuk itu semua?

Di sela makannya Ayla menghela nafas kasar, seolah ingin mengurangi beban berat yang di tanggungnya. Sejenak Ayla terpikir untuk mengambil sedikit uang tabungannya di ATM.

Selama ini walaupun punya ATM, Ayla jarang sekali memakainya. Di tambah selama 6 bulan terakhir tidak ada keperluan mendesak yang mengharuskannya mengambil tabungannya di ATM.

Setelah selesai makan, Ferdy membantu Ayla mengemasi bekas makan mereka. Sedangkan Ayla mencuci bekas masak dan juga bekas makan mereka berdua.

"Dek,"

"Iya kak,"

Ayla berbalik menghadap ke arah sang adik yang bersiap untuk meninggalkan dapur. "Berapa banyak biaya yang kamu butuhkan selama nanti tinggal di Jakarta?" Tanya Ayla.

Mendengar pertanyaan sang kakak, Ferdy sejenak terdiam. "Soal biaya disana, nanti aku akan nyari kerja, kakak tidak usah khawatir," jawab Ferdy.

Ayla menghembuskan nafasnya, seolah tidak suka dengan jawaban Ferdy. "Kapan kamu berangkat ke Jakarta?" tanya Ayla sambil berjalan mendekat ke arah Ferdy.

"Mungkin tiga hari lagi kak, surat dari kampus juga udah keluar," jawab Ferdy.

"Hm, baiklah, kalau gitu kakak istirahat dulu di kamar," ucap Ayla. Kemudian berjalan mendahului Ferdy.

Ferdy hanya mengangguk kemudian dia menuju ke ruang tamu untuk menonton acara televisi.

Di kamarnya Ayla sedang berpikir darimana dia bisa mendapatkan uang untuk biaya hidup Ferdy selama tinggal di Jakarta. "Besok akan aku cek dulu, masih berapa saldo di ATM, udah lama juga tidak pernah narik," gumam Ayla.

Karena memang selama beberapa bulan terakhir Ayla tidak pernah menarik uang di ATM miliknya. Segala kebutuhannya terpenuhi dari gajinya bekerja di restoran.

Malam semakin larut, Ayla pun kini telah berdamai dengan mimpi indahnya. Sedangkan Ferdy masih asyik melihat acara televisi kesukaannya.

Bersambung ...


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C2
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login