Baixar aplicativo
6.42% Memory Of Love / Chapter 7: Janji

Capítulo 7: Janji

Hari Minggu yang indah, mentari bersinar terang binar cahanyanya temaram disela ranting pepohona, tampak Salsabila menggandeng Zahrana adiknya, mereka hendak pergi ke kota untuk menikmati libur.

" Mbak.....nanti Zahra dikasih lihat sekolah mbak Bila ya!"

" Ok" jawab Bila sinhkat.

Selama perjalanan bila menceritakan tentang sekolahnya, bahkan mereka turun dihalte depan sekolah untuk menunjukan pada Zahra betapa megahnya sekolah itu, walaupun mereka harus berjalan lumayan jauh untuk sampai ke taman kota, tapi wajah puas terlihat dari wajah Zahrana.

🌲🌲🌲🌲🌲

Mereka sampai di taman disana Bila sudah ditunggu Khafiz mereka sudah membuat janji, begitu melihat Bila wajah bahagia Khafiz seketika terpancar, selama ini Khafiz diam-diam menyukai Bila namun ia tidak berani mengatakannya secara langsung, karena berkali-kali Bila selalu berkata bahwa ia sudah berjanji pada ayahnya untuk tidak memiliki kekasih sebelum ia berusia 17 tahun, usia Bila saat ini baru 16 tahun jadi Khafiz harus menunggunya satu tahun lagi, Salsabila adalah seorang gadis yang teguh pada pendirian dan selalu berusaha untuk membuktikan apa yang sudah jadi komitmennya.

Wajah imut khafis yang mirip oppa Korea langsung menyapa Bila.

"Hai.....Bila" Khafiz tampak agak kaget melihat Bila membawa adiknya, ada rasa kecewa dalam hatinya, walaupun segera ia tutupi.

" Fiz ini adik aku, kenalin namanya Zahrana" Salsabila memperkenalkan adik dan sahabatnya.

mereka menikmati liburan hari ini dengan ceria hingga siang tiba.

Matahari terasa menyengat kulit, setelah selesai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim mereka memutuskan untuk pergi kesebuah Pujasera didekat taman.

Memasuki tempat itu hati Salsabila nyaman karena memang tempat tersebut didisain dengan suasana pedesaan, dengan pemandangan kota terpampang jelas apalagi karena ada iringan live musik yang kebetulan menyanyikan lagu kesukaan bila walaupun itu bukan lagu baru namun lagu itu terasa begitu merasuk dalam hatinya.

Setelah memilih menu yang diinginkan, Salsabila memilih meja yang cukup dekat dengan panggung, agar ia bisa menikmati lagu yang dinyanyikan diikuti Khafiz dan adiknya, setelah menu dihidangkan merekapun langsung menikmatinya.

Seorang anggota band yang sedang live saat itu memperhatikan meja dimana Bila duduk ia menatap dalam-dalam untuk meyakinkan sosok yang ia lihat dan meyakini bahwa gadis berjilbap pasmina dan kaos pich dengan celana jeans itu benar-benar Salsabila.

Setelah pertunjukan selesai cowok itu mendekati meja no 27 dan menyapa.

" Bila....." sapa Edwin yang saat itu menahan rasa mulas dan sesak ketika tahu bahwa Bila bersama dengan Khafiz cowok yang pernah ia lihat bersama Bila di perpustakaan.

" Kak Edwin...." jawab Bila kaget, mendadak ia jadi salah tingkah mengingat kemarin ia diantar pulang oleh cowok menyebalkan itu " kak kebetulan banget, kakak sendirian atau?"

" Aku sama temen-temen" Edwin menjawab sebelum Bila menyelesaikan kalimatnya " ya udah lanjutin aja" Edwin meninggalkan bila dan menunjukan sikap dingin, sebelum ia berlalu, ia menatap Khafiz dan memberi isyarat ketidak sukaannya.

Edwin menemui teman-temannya membawa mood yang kurang baik ia duduk dan menunjukan ekspresi yang rumit.

" Win, kenapa lu? " tanya Dika.

" Sialan" Edwin bergumam tanpa sadar.

" Maksut loh?" Dika merasa niat baiknya justru disepelekan oleh Edwin mendengar jawaban itu, ia berdiri dan hendak memukul meja, beruntung saat itu Pras menyela.

" Sabar sob, keknya pikiran Edwin lagi ga disini"

Edwin merasa sesak dan tidak tahan melihat keakraban Bila dan Khafiz, ia berpamitan pada teman-temanya untuk pergi terlebih dahulu, ia memutuskan untuk menunggu Bila keluar dan menemuinya setelah Bila dan Khafiz berpisah.

15 menit kemudian Bila keluar bersama Khafiz, awalnya Khafiz ingin mengantar Bila namun dengan sopan Bila menolaknya disertai alasan yang masuk akal sehingga Khafiz menerimanya, mereka berpisah didepan pujasera, Bila dan adiknya bergegas menuju halte bus.

Baru beberapa meter Bila berjalan, tiba-tiba mibil hitam berhenti didepannya tepat ketika ia hendak menyebrang jalan, Bila mengerutkan alisnya saambil berkata " nih orang seenaknya aja berhenti" kemudian pintu terbuka dan nampak cowok tinggi dengan badan atletis dibalut celana jeans dan kaus hitam ketat keluar " dia lagi" keluh Bila setelah melihat Edwin.

" Masuk. aku anterin kasihan adik kamu oanas-panas" Suara aedwin terdengar mendominasi seolah bos yang menyuruh karyawannya.

" Ga salah kenapa kita harus ikut kakak?" jawab Bila enteng.

"Udah ga usah banyak protes, lihat tuh adik kamu, udah kecapean"

Bila menatap adiknya yang memang terlihat kecapean ditengah terik matahari "Kakak tuh kaya hantu ya, dimana-mana ada kakak, makasih udah ngingetin Bila, nanti kita istirahat dulu kok kak di halte biar capeknya Zahra ilang dulu, kakak ga perlu repot nganterin kita" jawab Bila dengan jutek.

" Kak ikut mobil kakak ini aja yuk, Zahra udah capek, pingin tiduran" Zahra merengek.

" Zahra....." protes Bila.

Mendengar persetujuan Zahra Edwin langsung bersemangat ia membukakan pintu belakang untuk Zahra tapi ditolak karena Zahra ingin duduk didepan.

" Kak Zahra depan ya" pinta Zahra manja.

Walau sedikit kecewa Edwin mengiyakan, sementara Bila tidak berkutik dari tempat ia berdiri, ia terlihat kesal dengan kelakuan adik dan kakak kelasnya.

" Ayo....Bil masuk, pinta Edwin"

Bila hanya mampu mengikutinya ia membuka pintu belakang dan duduk dengan wajah mendung, senyum kemenangan menghiasi wajah Edwin ia segera masuk dan melaju.

"Dek....jayaknya cuacanya cerah ya?" tanya Edwin pada Zahrana.

" Hooh kak, emang kenapa?"

" Ga kakak cuma lagi aneh aja, matahari terasa begitu cerah, tapi kok ada bulan yang tampak mendung" sindir edwin sambil menatap wajah Salsabila dari kaca, Bila hanya mengacuhkan tanpa sepatah katapun membuat Edwin semakin gemas " dek kalau kamu sedih atau marah paling suka diapain?"

" Kalau Zahra marah atau sedih biasanya ibu peluk terus cium Zahra kak" jawab zahra polos tanpa tahu maksut tersembunyi Edwin.

" Jadi kalau kakak lihat temen sedih enaknya dicium ya?"

" Bisa jadi" Zahra kembali menjawab dengan polos, mendengar majas litotes itu Bila hanya diam dan melebarkan bola matany sambil mengacungkan kepalan tangan pada Edwin, disambut dengan tawa.

" Dek itu tadi kakak yang jalan sama adek dan kak Bila siapa" Edwin mulai menyelidik.

"Oh....kak Khafiz, kata kak Bila itu temen kak Bila di sekolah, kak Khafiz juga baik lho kak kaya kakak, Za suka"

Obrolan dua mahluk didepannya membuat telinga Bila panas, sampai di depan jalan masuk rumahnya Bila meminta Edwin berhenti " kak kita turun sini aja, nanti ayah salah paham lagi, kalu kakak nganter kita sampai rumah" pinta Bila ketus.

" ah.....kakak nanggung dikit lagi sampai, kakak anterin Za sampai rumah ya, lagian ayahkan ga di rumah wlek....." Zahra menjulurkan lidahnya mengejek Bila walau ia tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya.

Bila tidak memperdulikan ia membuka pintu dan segera turun sambil betkata " Ya udah zahra biar dianterin kak Edwin, kak Bila turun sini aja" nanda bicaranya penuh kekesalan.

" Ya udah....ga papa ya kak, ayo kak Edwin kita tinggalin kak Bila biar kakak kepanasan sendiri"

Walaupun sesungguhnya Edwin keberatan ia harus menuruti kata-kata Zahrana untuk mengamankan posisinya, ia meninggalkan Salsabila menuju rumah kelurga pak Suyadi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C7
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login