Baixar aplicativo
0.64% Love Me or Leave Me (Indonesia) / Chapter 3: Sekelas dengan Jun

Capítulo 3: Sekelas dengan Jun

"Sekarang, tolong antarkan Azmya ke ruangan kepala sekolah. Sepertinya dia belum tahu tempatnya. Udah itu gue tunggu di kelas gue, loe masih harus bikinin tugas gue!"suruh Yan.

"Eitttss, loe lupa. Sekarang dia budak gue. Loe gak denger tadi gue bilang apa, gue butuh seorang yang bisa gue suruh dan gue kuasain sendiri. Jadi loe ga bisa ambil dia lagi, kita sudah deal!" tegas Azmya.

Yan pun terpaksa mengiyakan. Sementara kedua rekannya ribut ada apa dan recok menanyakan ke Yan sebenarnya mereka deal tentang apa. Azmya pun mengarahkan telunjuknya ke arah Jun.

Dan mengisyaratkan agar dia mengikutinya. Yan pun mendorong Jun untuk mengikuti

Azmya. Dengan terpaksa Jun menurutinya dan mengekor di belakang Azmya. Sepeninggal Azmya dan Jun, Opick dan Fadil bertanya lagi.

"Apaan sih yang dia bisikkin, gue pengen tahu?"tanya Opick.

"Kayaknya loe nurut banget deh sama murid baru itu, ada apa sih ?"cecar Fadil juga.

"Guys, sepertinya sekarang kita punya teman yang nggak bisa kita anggap remeh di sekolah ini, dan itu seorang cewek"jawab Yan tertawa kecut.

"Maksud loe, Azmya, dia,"tanya Opick.

"Kok bisa?"tanya Fadil heran dan aneh.

"Untuk sementara kita liatin dulu dia, sambil kita cari tahu siapa dia, dan kenapa dia bisa pindah ke sekolah ini, yang pasti dia bukan cewe biasa. Gue bisa tahu kalo dia sepertinya anak bermasalah, liat aja tadi, dia berani mau merokok di sini, sementara kita aja kagak berani, itu tandanya dia tidak kenal takut dan seolah itu sudah biasa. Itu artinya kita bukan apa-apa di mata dia!"jelas Yan.

"Masa iya, di sekolah ini kan geng kita yang paling disegani, terus kalau kita ngalah sama dia itu artinya ---" sambung Fadil tak menyelesaikan kalimatnya.

"Kita mau dipanggil pengecut?" tukas Yan singkat sambil berjalan meninggalkan tempat itu. Diikuti oleh Fadil dan Opick yang terus mencecarnya dengan pertanyaan apa yang dibisikkan Azmya ke Yan. Yan cuma memasang wajah merah padam tanpa mau menjawabnya. Dia hanya bergumam

"Sabuk Hitam."

****

Perlahan Azmya mengikuti langkah pelan Jun di belakangnya yang mengantarnya ke ruangan kepala sekolah. Dia memperhatikan Jun dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Dalam hatinya dia mengutuk dirinya sendiri apa yang telah dia lakukan tadi. Belum sehari dia berniat untuk tidak menyebabkan masalah di sekolah ini. Tapi kini dia sudah berbuat hal yang konyol dan menghitung resiko yang akan dia hadapi nanti.

Semua itu dia lakukan gara-gara ....

Jun sudah mencuri perhatiannya sejak pertama dia melihatnya. Baru kali ini dia melihat anak laki-laki yang membuat jantungnya seakan berhenti ketika mata Jun meliha ke arahnya. Jun terlihat langsung menarik perhatiannya, wajah lumayan tampan, rambutnya yang tidak rapi , pakaiannya yang lusuh tapi yang membuat dia lebih berdebar adalah proporsi badan Jun yang bagus dan atletis.

Dari dulu Azmya memang suka dengan cowo yang tinggi atletis dan hati Azmya semakin tertarik ketika melihat wajah Jun yang mempunyai lesung pipit indah. Dia yakin kalo Jun tersenyum itu akan lebih menawan. Hanya saja dia belum melihat wajah Jun tersenyum karena saat ini Azmya berjalan di belakang Jun. Dia hanya memandangi punggung Jun yang lebar dan kekar sambil tersenyum.

Membayangkan dia bisa bersandar di punggungnya itu. Terbawa khayalan Azmya tidak sadar kalo Jun sudah menghentikan langkahnya, karenanya dia menabrak punggung aduhai itu. Tentu keduanya kaget bersamaan.

"Kita sudah sampai di ruangan Bapak Kepala Sekolah!"ucap Jun dengan tatapan dingin.

"Oke terimakasih Jun, loe mau nungguin disini atau loe mau langsung ke kelas?"tanya Azmya dengan gugup.

Tidak setegas tadi ketika dia berbiacara dengan Yan. Entah mungkin dia tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya berhadapan sedekat ini dengan Jun.

"Gue kan kacung loe, jadi gimana loe nyuruh gue, kalo loe nyuruh gue nunggu, ya gue nunggu," jawab Jun ketus. Azmya tersenyum mendengar jawaban sarkas Jun.

"Oke, loe boleh balik lagi ke kelas loe, dan kata kacung yang loe sebut tadi, itu terlalu kasar, bagaimana kalo lebih diperhalus sedikit," kata Azmya sambil merapatkan kedua jarinya.

"Bodyguard," sambung Azmya pelan dengan memberikan senyuman manisnya. Sesaat Jun terbawa senyuman Azmya yang membuat hati laki laki mana yang gemas melihatnya.

Agak lama Jun memperhatikan wajah Azmya dan ekspresi mukanya seolah dia pernah melihat Azmya sebelumnya. Tapi setelah itu Azmya langsung membalikkan badannya dan mengetuk pintu ruangan kepala sekolah.

Azmya mengetuk pintu dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang dada sebelah kiri, dia menepuk dadanya supaya jantungnya tidak berdebar keras saat berhadapan dengan Jun.

Setelah itu dia mendengar langkah kaki Jun meninggalkannya. Tak lama pun pintu ruangan terbuka, tampak seorang laki-laki paruh baya berkumis tipis bersafari menyambutnya dengan senyuman ramah. Dan mempersilahkan dirinya masuk.

*****

Pak Bondan Kepala SMA Cendikia memerintahkan Pak Tito mengantar Azmya ke kelas barunya. Dengan wajah yang masih semu merah mengingat wajah Jun, Azmya mengikuti Pak Tito di belakangnya.

"Bapak harap kamu bisa beradaptasi dengan cepat di sekolah ini, apalagi kamu sekarang berada di bawah pengawasan bapak, karena bapak wali kelas kamu, kelas XII B memang kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang berprestasi, bapak ingin kamu bisa menjadi anak yang berprestasi juga disini!"ungkap Pak Tito ramah. Azmya hanya

mengangguk pelan. Tidak jadi masalah buatnya, selama dia tidak ketinggalan. Azmya yakin dia mampu berhasil lulus meski mungkin tidak akan secemerlang anak yang lain.

"Oh iya, di kelas kamu, ada siswa yang pernah Juara 1 Lomba Sains tingkat Nasional, kamu pasti lebih semangat belajar !"ucap Pak Tito bangga.

"Saya juga juara 1 Lomba Karate tingkat Nasional pak," ucap Azmya dalam hati. Cuma dia tidak mau mengungkapkan itu. Dia tidak mau prestasinya itu pun diketahui disini.

Bisa-bisa semua orang akan tahu kejadian tentang dia dan Putri di Bandung. Sejenak Azmya mengingat tentang Putri dan teman-teman sekolahnya di Bandung. Dia merasakan hatinya seperti tertusuk kalau mengingat mereka.

Pak Tito mengajaknya masuk ke dalam kelas yang terletak di lantai dua. Ternyata di lantai itu ada lima ruangan kelas. Semuanya kelas XII.

Azmya masuk ke dalam kelas yang suasananya sangat tenang. Tidak seperti kelas di sekolahnya yang dulu selalu berisik saat tak ada guru. Azmya memutarkan segala pandangannya ke semua penjuru kelas. Tampak siswa-siswi nya kebanyakan sedang duduk sambil membaca buku. Beberapa siswa tampak sedang ngobrol di kursi. Tidak ada suara berisik apa pun. Azmya menangkap aura yang tidak dia sukai. Yaitu aura kelas dengan siswa siswa yang rajin, kutu buku, jenius, dan lain-lain.

Langsung saja hatinya menciut kalau dia harus berada di tengah-tengah anak yang pintar. Peluang dia untuk jadi siswa biasa saja sepertinya tidak akan terjadi. Karena dia mau tidak mau harus berusaha belajar dengan keras. Kalau tidak dia bisa saja jadi siswa dengan peringkat terakhir kalau semua siswa di kelas ini hampir semua sepertinya berotak jenius.

Semua siswa di kelas ini memandang dirinya dengan senyuman hangat. Azmya hanya tersenyum tipis membalasnya. Tapi seketika Azmya hendak berteriak histeris namun dia langsung bisa menahannya. Ketika matanya menangkap sosok jangkung duduk sendirian paling belakang yang tak peduli dengan kedatangannya. Dia hanya sibuk membaca sebuah buku. Jun dilihat dari jauh pun dia tetap mempesona.

Sikapnya yang kalem dan tidak tertarik dengan kedatangan seorang guru yang membawa murid baru membuat Azmya tambah penasaran dengannya.

"Nah, Azmya kalau bapak boleh memberi saran, kamu kan lumayan tinggi, jadi kasihan kalau kamu duduk di depan, teman kamu bisa terhalangi," ucap Pak Tito. Tapi belum selesai Pak Tito bicara, Azmya langsung berjalan paham dan mengerti maksud Pak Tito. Azmya pun dengan langkah yang senang dia menghampiri meja kosong yang berada di sebelah yang sibuk membaca buku. Pak Tito pun pamit untuk mengajar di kelas lain.

"Hai!"sapa Azmya pelan. Jun pun menoleh. Sontak dia terkejut melihat Azmya sudah berada di samping kursinya.

"Kamu jadi di kelas ini?"tanya Jun.

"Ya," jawab Azmya pendek. Lalu dia penasaran buku apa yang sedang di baca Jun. Sampai-sampai tak memedulikan apa pun yang terjadi. Dia pun membalikkan bukunya untuk melihat judul bukunya. The Ones Who Walk Away From Omelas –Ursula K.Le Guin.

Azmya melongo di buatnya. Keren banget nih anak, santapan bukunya model klasik seperti itu. Dan gila, bukunya kan teksnya Bahasa Inggris. Tanpa sadar Azmya mungkin telah mengacungkan keempat jempolnya.

"Loe suka baca ya?"tanya Azmya kagum. Jun hanya mengangguk kemudian tanpa bicara apapun lagi. Matanya langsung tertuju ke halaman buku yang sedang dibacanya. Azmya merasa kikuk dicuekin seperti itu.

Beberapa saat kemudian, tiga orang datang menghampirinya.

"Haii murid baru!"seorang murid perempuan berkaca mata minus menyapanya.

"Haii juga!"Azmya mencoba membalas sapa dengan ramah.

"Gue Febri, gue Ketua kelas disini, oh iya kenalin ini Dea dan Zayn!"sambung murid perempuan berkaca mata itu mengenalkan teman-temannya.

Setelah itu kemudia mengenalkan semua teman-temannya dengan menunjuk-nunjuk yang lain.

"Kalau si tiang listrik ini, namanya Jun!"ucap Febri mengenalkan yang paling terakhir.

Azmya hanya tertawa kecil saat mendengar kata tiang listrik. Sementara Jun hanya cuek, dia hanya membolak balik halaman bukunya.

"Jun ini, adalah mascot kelas kita, dia yang paling jenius disini, dia juga juara 1 lomba sains tingkat nasional, Juara Cipta Lagu tingkat pelajar Se Provinsi, Juara Debat Bahasa Inggris, Juara Menyanyi solo loe beruntung kalau duduk sama Jun!"kenal Zayn seperti sedang mempromosikan.

"Ooo,"reaksi Azmya sedikit kaget. Ternyata Jun orangnya yang dimaksud Pak Tito tadi. Wah semakin bertambah deh rasa kagum dan sukanya dia pada Jun. Tapi Jun tidak banyak reaksi, dia hanya fokus dengan bukunya saja.

Tiba-tiba datanglah seorang guru perempuan masuk ke dalam kelas. Semua pun buru-buru menuju tempat duduknya masing-masing. Terlihat Jun pun menutup bukunya itu, kemudian menyimpannya di laci meja. Azmya tak bisa mengalihkan pandangannya dari Jun.

Entah ada daya magnet apa, Jun tampak menarik perhatiannya. Wajahnya kalau dilihat lihat lumayan manis juga, alisnya tebal hidungnya mancung, sorot matanya yang tajam, bibirnya yang tipis. Azmya bisa melihat ada garis siluet tipis di dagunya, mungkin bekas luka cukur jenggotnya. Azmya tak henti-hentinya tersenyum memandanginya. Sampai akhirnya Jun sadar kalau dari tadi Azmya memperhatikannya, dia pun menoleh ke arah Azmya.

"Hentikan, loe bisa ngelubangi pipi gue dengan mata loe kalau lama-lama melihat muka gue!"ucap Jun protes.

"Ooopss, maafin gue, gue gak maksud niat buat lubangi pipi loe, gue cuma ---"ucap Azmya tapi terpotong karena guru sudah mulai mengajar.

Sekali lagi sikap Jun yang tidak mengindahkannya. Azmya jadi tambah merasa kalau Jun berbeda dengan yang lain. Yang tidak habis pikir kenapa Jun yang pintar, badan atletis, prestasi seabrek tapi di depan Yan dia seperti lemah tidak berdaya.

Ingat Yan dan dua temannya, Azmya jadi tak konsen. Dia harus kembali berurusan dengan mereka pastinya. Yang jelas kehidupan damai di sekolah yang menjadi dambaan Azmya kini sirna.

****

Sudah dua minggu Azmya sekolah di tempat ini. Tapi dia sudah merasakan ketidaknyamanan di sini. Terutama kalau sudah bertemu dengan Yan dan kawan-kawannya. Yan sering menagih janji untuk bisa nongkrong bareng. Azmya malah sering ngumpet kalau ada Yan mencarinya. Dia tidak mau kalau dia harus bergaul dengan Yan, itu bisa jadi pertanda zona merah. Karena yang dia tahu, Yan adalah anak yang paling sering bikin semua kesal.

Dia selalu menindas teman-temannya yang lemah. Dia memanfaatkan kekuasaan ayahnya di sekolah ini untuk semena-mena kepada murid lain. Dan parahnya, korbannya tidak berani lapor dan cenderung menutup-nutupi kesalahan dan kenakalannya itu.

Hari itu jam istirahat, Azmya seperti biasa bersembunyi agar tidak terlihat oleh Yan yang memang beda kelas itu. Dia pergi ke perpustakaan. Disana adalah tempat teraman sekaligus menyenangkan. Karena tempat itu Jun selalu berada menghabiskan jam istirahat di situ dengan membaca buku.

Azmya celingak-celinguk mencari Jun. Biasanya spot yang biasa Jun pakai untuk membaca adalah meja yang berada dekat dengan jendela. Tapi dia tidak melihat Jun berada di sana. Dia hanya melihat sebuah buku yang tertinggal di meja dalam keadaan terbuka.

Azmya pun menghampiri meja itu dan dia melihat buku itu, buku yang sedang dibaca Jun. Yang pernah dia lihat sebelumnya. Dia pun membolak-balik buku itu. Cukup tebal dan teksnya berbahasa Inggris. Dia sempat heran, jarang banget dia lihat anak laki-laki yang hobi membaca buku.

Azmya yang sama sekali tidak tertarik membaca buku, hanya membolak balik halaman buku itu tanpa membacanya. Sesekali dia melihat sekitarnya, siapa tau ada Jun. Tapi dia tidak menemukanya di setiap sudut perpustakaan. Bete pun melanda Azmya, sementara dia harus menghabiskan jam istirahatnya di sini kalau tidak mau bertemu dengan Yan cs. Karena tidak tahu harus ngapain mengusir bete, Azmya pun merebahkan kepalanya di meja, dia mau tiduran sejenak di situ. Entah kebiasan buruknya, dia selalu gampang tertidur dimana pun dia merebahkan kepalanya atau orang biasa sebut dengan "pelor" setiap nempel pasti molor. Azmya pun tertidur disana.

Sepuluh menit kemudian, ternyata Jun kembali ke perpustakan. Dan dia melihat Azmya tertidur di tempat dia membaca tadi sebelumnya, dia melihat buku yang sedang dibacanya dijadikan alas bantal oleh Azmya. Sungguh tidak berperikebukuan dia. Buku malah dijadikan bantal. Tadinya dia hendak marah dan membangunkan Azmya.

Tapi seketika dia urung melakukannya, dia melihat pose imutnya Azmya ketika tertidur. Jun duduk mendekatinya kemudian memandangi wajah Azmya menurutnya cantik dan imut. Jun tersenyum cerah melihat wajah Azmya yang tidur. Dia tidak menduga kalau dia bisa melihat wajah Azmya dengan jelas dan leluasa seperti ini.

Dia ingin menjaga Azmya agar bisa pulas tertidur, bahkan seekor nyamuk yang menghampiri wajah Azmya dia usir. Sinar matahari yang silau menembus jendela pun yang menerpa kepala Azmya, Jun malah menghalanginya supaya sinar itu tidak membuat panas Azmya. Perlakuan ini hanya bisa dia lakukan saat Azmya tidak terbangun. Kalau dia terbangun, dia tidak akan seberani ini.

"Ternyata memang benar, kamu adalah Azmya Kiarra," gumam Jun dalam hatinya kalau dugaannya saat pertama kali dia bertemu dengannya.

Jun teringat ketika Azmya meminta dirinya sebagai bodyguardnya. Tapi Jun punya pemikiran lain. Azmya hanya mencoba menyelamatkannya dari perbuatan Yan dengan berpura-pura untuk menjadikannya budak.

Dia yakin itu karena saat dia mengantarkan ke ruangan kepala sekolah. Sama sekali dia tidak menunjukkan kalau dia akan memperbudaknya. Tambah lagi dia tahu. Azmya sedang menghindari Yan cs, dan selalu datang kesini untuk bersembunyi. Jun bertambah yakin kalau Azmya sebenarnya anak baik.

*Catatan Author*

Halo pembaca, yang belum memberikan review dan memberi rate. Silahkan! Jangan lupa mendukung karya ini dengan memberikan vote Power Stone


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C3
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login