"Carla, jujur pada saya. Apa yang sebenarnya terjadi? Karena kemarin nyatanya pintu kamar Carissa tidak terkunci saat saya buka," perkataan Stefan mulai serius dengan Carla kali ini.
"Kecuali kalau kau memang memiliki dendam dan berniat memfitnahku," sahut Maya menyela.
"Aku harap kau puas sekarang, Carla. Karena rencanamu itu telah berhasil," lanjutnya.
Semua mata kini tertuju pada Carla. Seolah mereka bersiap akan mengusirnya dari kediaman keluarga Stefan.
"Ini semua salah Carissa. Carissa mohon jangan hukum bibi Carla," ujar Carissa karena tak tega melihat mimik wajah Carla yang tertekan karena situasi yang tengah memanas.
"Kemarin Carissa terlambat pulang, karena Carissa masih ingin jalan-jalan ke taman bunga dengan Carlos. Carissa tahu, seharusnya Carissa pulang dahulu ke rumah," lanjut Carissa lirih.
"Karena kau takut dengan Ibu, kan? Apa yang kau takutkan darinya? Apa yang pernah Ibu lakukan padamu?" tanya Stefan.
"Sudahlah, hentikan semua ini. Carissa ini masih anak-anak, tidak seharusnya suasana seperti ini dihadapkan padanya. Terlebih lagi anak ini baru beberapa hari disini, dia masih harus beradaptasi, dia masih belum terbiasa. Jadi, Anggap saja semua ini kesalahpahaman dari kalian semua," jelas Ayah Stefan menengahi kedua belah pihak.
"Tidak bisa begitu, Tuan Gerald Maroni, putra anda sudah menampar putri saya dan saya tidak bisa terima itu!" protes Ibunda Maya.
Stefan menghela nafasnya dalam-dalam, lalu berkata,
"Lantas apa yang harus saya lakukan agar Ibu bisa terima? Saya juga sudah jujur pada Ibu dan Bapak, jika selama ini saya tidak nyaman dengan sikap Maya!" sambil menuding ke arah kedua orang tua Maya.
Semua orang termasuk Carissa sendiri terkejut melihat kemurkaan Stefan.
"Kita berdua pun juga setuju dengan hadirnya Carissa sebagai anak kami disini, tapi Maya malah menyiksa batinnya hingga dia ketakutan! Jika memang Carissa merasakan kenyamanan darinya, dia tidak mungkin ketakutan untuk pulang ke rumah! Dan hal ini tidak akan pernah terjadi!" lanjut Stefan sekaligus melampiaskan amarahnya yang selama ini terpendam.
Memang benar adanya, selama ini Stefan berusaha keras mempertahankan rumah tangganya hanya karena alasan keluarga mereka berdua adalah sama-sama dari keluarga yang terhormat.
Setelah hadirnya Carissa, kehidupan Stefan yang selama ini kelam dan kosong cukup memberikan warna baginya. Bahkan segala penat yang ia alami di perusahaan dan juga suasana perang dingin antara dirinya dan Maya sedikit teratasi.
Itulah mengapa Stefan menganggap Carissa sebagai sebuah anugerah baginya. Ia juga berjanji akan selalu menjaga dan merawatnya dengan baik seperti putrinya sendiri. Tentu saja Stefan menjadi murka seperti itu setelah mendengar putri kesayangannya mengalami siksa batin karena sikap Maya, sama seperti yang ia alami.
"Nak, kami mohon, beri kesempatan lagi untuk Maya. Kami paham betul dengan apa yang kau rasakan selama ini dengan putri kami. Jadi untuk sementara waktu, biarkan Maya tinggal bersama kami sampai semuanya mereda seperti sedia kala," jelas Ayah Maya.
"Betul, Stefan. Lagipula pernikahan kalian sudah hampir 7 Tahun lamanya," sahut Ibunda Stefan yang mencoba mendinginkan suasana.
Namun sayangnya, Ibunda Maya masih tidak terima dengan perlakuan Stefan pada putrinya itu. Ia masih bersikeras memperkeruh suasana. Sampai akhirnya kedua orang tua Maya membawa pergi Maya untuk sementara waktu.
Sementara Stefan menjauh sejenak dari pertikaian itu dan menuju ke kamarnya seraya bersiap untuk pergi ke kantor.
"Permisi, Tuan Maroni?" ucap Carla gugup saat berdiri di depan pintu kamar Stefan.
"Ada apa lagi?" balas Stefan dingin.
"Saya mohon pamit, Tuan," kegugupan itu berakhir dengan nada lirih.
"Pamit? Apa maksudmu?"
"Saya mohon maaf, Tuan, tapi saya sudah berkata jujur dengan Tuan kemarin soal Carissa. Demi Tuhan, saya tidak berbohong, Tuan," jelas Carla sambil menangis.
"Tapi jika itu belum cukup, biarkan saya pergi saja dari sini, Tuan. Saya tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi pada keluarga Tuan Maroni," lanjutnya.
Stefan pun menghampirinya karena merasa kasihan.
"Tetaplah disini, Carla. Sampai semuanya jelas, baru saya dapat mengambil keputusan. Dengan kepergianmu secara tiba-tiba seperti ini, justru membuat saya semakin curiga. Jadi, berhati-hatilah dalam bertindak." penjelasan Stefan sedikit menenangkan Carla.
Tapi mulai sekarang, saya akan mengajak Carissa kemana pun saya pergi." lanjut Stefan, lalu pergi mengajak Carissa ke kantornya.
Kebetulan hari ini adalah hari minggu, Carissa yang seharusnya libur sekolah berada di rumah atau di tempat wisata yang seharusnya menjadi rencana bagus untuk keluarga Stefan. Namun pagi ini, Stefan harus menghadiri meeting yang membahas tentang persetujuan kolaborasi perusahaannya dengan perusahaan lain.
Sepanjang perjalanan menuju gedung Minevan Corps, Carissa hanya bisa mencuri-curi pandang pada Stefan yang tampak serius mengemudikan mobilnya. Seolah amarahnya itu masih tersisa disana.
Stefan menepikan sejenak mobilnya untuk membelikan Carissa bubur ayam. Ia baru ingat jikalau Carissa masih belum sarapan karena pertikaian pagi hari tadi. Namun Stefan hanya membeli satu porsi bubur ayam itu.
"Mengapa beli satu? Ayah tidak sarapan?" tanya Carissa setelah Stefan memberikan buburnya.
"Aku tidak lapar," singkat Stefan, yang kemudian menjalankan mobilnya kembali.
Saat Stefan menghadiri meeting, ia menyuruh Carissa untuk menunggunya di ruang kantor. Selama hampir 2 jam, Carissa menunggu di dalam sana hingga merasa bosan.
Tak lama kemudian, seorang wanita yang merupakan sekretaris pribadi Stefan datang mengantarkan makan siang dan juga makanan ringan untuk Carissa.
"Terima kasih, tante," ucap Carissa dengan senyum manisnya.
"Sama-sama, sayang, siapa namamu, gadis cantik?"
"Carissa,"
"Tunggu sebentar ya, Carissa, mungkin beberapa menit lagi Ayah akan selesai. Sambil menunggu, Carissa bisa makan siang dulu ya, disini jangan malu-malu, jika butuh apa-apa bilang ke saya, ya?" ujar wanita itu ramah tamah.
Carissa mengangguk sambil tersenyum.
Tak lama pada saat Carissa menikmati makanan ringannya, tiba-tiba Stefan memasuki kantor dan langsung duduk di kursi berputarnya melepas lelah dan penat sejenak setelah meeting.
"Ayah?" sapa Carissa seiring menghampirinya.
"Ya, sayang?"
Carissa menyodorkan sekotak makan siangnya pada Stefan yang masih utuh.
"Mengapa tidak kau makan?"
"Untuk Ayah saja, karena dari pagi Ayah belum sarapan, kan?"
Perhatian Carissa seketika membuat Stefan tersenyum cerah. Padahal sebenarnya ia sudah sarapan sebelum meeting berlangsung. Namun Stefan tetap menerima pemberiannya itu sebagai tanda bahwa ia sangat menghargai sikap perhatian dari putri kesayangannya.
"Terima kasih ya," jawab Stefan dengan senyuman.
Carissa mengangguk antusias saking senangnya.
"Tapi tidak adil, kan? Kalau Ayah makan sendirian. Bagaimana kalau makan berdua?"
"Jangan, Ayah belum sarapan sama sekali, nanti Ayah kelaparan,"
Stefan tertawa sekilas mendengarnya. Meski begitu, ia baru pertama kali ini mendapatkan perhatian seperti itu. Sebelumnya tidak pernah sama sekali, bahkan istrinya sendiri.
"Ayah makannya sedikit kok, kau yang harus banyak makan agar cepat tumbuh besar. Tidak kecil terus seperti itu," kata Stefan mengajaknya bercanda.
"Aku sudah besar, Ayah," bantah Carissa mengerucutkan bibirnya.
Stefan tetap memaksanya untuk makan berdua, dan akhirnya mereka berdua saling menyuapi satu sama lain. Diselingi canda tawa diantara mereka. Dengan memandang senyum Carissa yang terpapar di wajah imut nan cantik itu, Stefan merasa damai dan hampir melupakan semua masalah yang terjadi hari ini. Suatu keberuntungan Stefan bisa memilikinya.