Satu orang gadis yang memiliki wajah cantik dan satu orang lelaki yang memiliki wajah tampan tengah berada di sebuah cafe yang cukup besar di sekitar Kota Jakarta Utara. Keduanya menikmati makan siang sembari membicarakan hal yang cukup jahat jika ada yang mendengarnya. Senyuman licik tampak terukir di wajah mereka berdua.
Mereka berdua adalah Rachel dan Gio, rencana yang sudah mereka rancang memang bukanlah pembunuhan atau sesuatu yang sadis. Tapi yang akan mereka lakukan adalah dengan cara memfitnah seseorang. Mungkin keduanya masih belum tahu dengan pepatah yang mengatakan bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, atau mungkin keduanya tidak peduli dengan pepatah itu.
Otak Rachel berputar, memikirkan hal apa yang sekiranya dapat membuat kondisi kesehatan mental Jovanca terganggu melalui sebuah fitnahan. Karena dia sudah tahu bahwa mental gadis yang sudah sejak lama bersahabat dengannya itu lemah. Dulu saat Jovanca dan Rachel baru saja bersahabat, ketika Jovanca mendapat nilai di bawah tujuh puluh gadis itu sudah langsung menangis dan kelihatan seperti sangat ketakutan sekali.
"Terus, rencana lo apa? Jangan lakuin hal gila loh ya!" tanya Gio, kemudian memberikan peringatan kepada Rachel.
Rachel memutar kedua bola matanya malas. "Lo sebenernya mau bantu gue atau gimana sih? Santai aja kali, gue gak akan lakuin hal gila," jelasnya dengan intonasi bicara sedikit dinaikkan.
Gio menatap Rachel lekat, menunggu gadis berusia sembilan belas tahun yang duduk tepat di hadapannya saat ini mulai memberitahu rencana apa yang sekiranya dapat mereka lakukan. Sedikit informasi, Gio dan Rachel adalah teman teman dekat, mereka kenal karena sejak dulu sudah menjadi tetangga.
Tiba-tiba sebuah ide melintas di otak Gio, dia menjentikkan jarinya semangat kemudian berucap, "Gue ada ide, gimana kalau kita fitnah Jovanca ke ayahnya aja langsung? Mungkin kita bisa kasih tahu ke ayahnya kalau Jovanca masih pacaran sama Rivaldi, gimana?"
"Lah, emang ayahnya bakal percaya? Dia kan anak yang dimanja sekarang. Gue gak yakin deh." Lalu, Rachel mulai menyeruput es teh manis pesanannya.
Hal apapun yang sudah direncanakan untuk berbuat jahat kepada orang lain, pasti tidak akan berhasil. Jika berhasil, kemungkinan hidup kita tidak akan tenang. Gio berpikir jika rencananya yang akan dilakukan tidak akan berhasil. Lagi pula dia juga mau membantu Rachel karena terpaksa.
"Udah deh Chel, mending batalin aja rencana lo itu. Kasihan juga Vanca, dia gak salah apa-apa kok mau lo fitnah? Inget dosa gak sih lo?" nasihat Gio.
Kekehan pelan keluar begitu saja dari mulut Rachel. "Jangan nasehatin gue mulu, lo yang bilang dari awal mau bantu gue fitnah Vanca, itu juga udah dosa lho," paparnya.
Tangan Gio bergerak untuk memijat keningnya perlahan, otaknya kembali berputar untuk berpikir bagaimana cara agar dia bisa memfitnah Jovanca. Keheningan mulai melanda Rachel dan Gio, keduanya bergelut dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, Gio kembali mendapat sebuah ide.
"Aha! Gimana kalau kita kirim foto Jovanca waktu lagi sama Rivaldi? Pasti kan ayahnya bakal percaya tuh kalau Vanca masih pacaran sama Rivaldi," usul Gio.
"Wow, ide yang bagus. Tapi fotonya dari mana? Gak mungkin kalau kita pakai foto terbaru, karena kemarin Vanca bilang di grup dia hari ini kemo." Salah satu alis Rachel terangkat.
Sifat Rachel yang selalu membuat Gio kesal adalah malas berpikir, dia mengatakan bahwa dia ingin memfitnah Jovanca. Tapi nyatanya sedari tadi yang memberikan ide hanya Gio sendiri, sedangkan Rachel tidak berpikir sama sekali. Setelah rencana Rachel berhasil, Gio tidak akan mau membantu gadis menyebalkan itu lagi.
Gio melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau soal itu serahin aja semuanya sama gue, nanti bakal gue edit foto Vanca sama Rivaldi semulus mungkin supaya ayahnya Vanca percaya."
"Yeay! Oke deh, nanti urusan ayahnya Vanca gampang. Gue udah kenal kok, jadi mudah deh." Rachel menyunggingkan senyuman liciknya, rencana jahatnya harus berhasil.
***
Dokter baru saja memeriksa kondisi Arya, katanya tidak terjadi sesuatu yang serius kepada Arya. Hanya tulang lehernya saja sedikit retak, tapi itu tidak bahaya. Arya hanya perlu menggunakan neck brace saja agar lehernya bisa semakin membaik dari hari ke hari.
Tidak henti-hentinya Sarah mengucap syukur kepada Tuhan, karena Suaminya masih bisa bernapas sampai detik ini. Tidak terbayang jika nyawa Arya tidak terselamatkan, mungkin Sarah akan selalu menyalahkan dirinya sendiri. Kejadian buruk itu, membuat Sarah menjadi merasa trauma.
Sekarang, Arya sedang tertidur pulas. Sementara Sarah menonton acara televisi kesukaannya yang ada di salah satu stasiun televisi. Sesekali Sarah menatap wajah Arya yang kelihatan begitu damai ketika tidur, Sarah bangga memiliki Suami seperti Arya.
Saat sedang serius menonton acara televisi kesukaannya, kedengaran suara pintu ruang rawat berbunyi, menandakan ada orang yang masuk. Sarah menatap ke arah sumber suara, benar saja di sana ada Veronika bersama Rachel dan Gio sedang berjalan menghampiri Sarah.
"Eh? Vero? Ada apa sayang?" tanyanya lembut.
Veronika tersenyum. "Ini mih, ada temennya Vanca katanya mau ngomong serius," jawabnya.
Sarah menatap Rachel dan Gio bergantian, dari ujung kepala sampai telapak kaki. Kelihatannya mereka berdua anak baik, pakaiannya rapi, sopan, juga murah senyum. Sarah membalas senyuman Rachel, kemudian mempersilahkan Rachel dan Gio untuk duduk.
"Ada apa kalian ke mari?" Sarah menatap Rachel dan Gio bergantian, sekaligus penuh tanya.
Tidak ingin memakan waktu lebih lama lagi, Gio langsung saja mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana hitam yang dipakainya. Setelah itu, dia langsung memberikan sebuah gambar hasil editannya kepada Sarah. Jujur saja Sarah sedikit kaget ketika melihat gambar itu, karena dia masih tidak percaya dengan gambar tersebut.
Sarah menggelengkan kepalanya pelan. "Gak mungkin Vanca pacaran sama Valdi 'kan? Vanca itu anak baik! Tante yakin ini cuma hasil editan, jangan kalian kira tante bodoh!" ucapnya tegas.
"Editan? Buat apa kita edit foto kayak gitu tante? Kita dapat foto ini beberapa hari lalu sebelum Vanca kemo, tan. Emang sih dari dulu juga Vanca itu suka rusak hubungan orang, termasuk hubungan aku sama Gio," jelas Rachel dengan raut wajah berpura-pura sedih.
"Gue jadi curiga, kayaknya mereka berdua mau fitnah Vanca deh. Tapi, biarin aja supaya Vanca gak deket-deket lagi sama Valdi" batin Veronika.
Tidur nyenyak Arya terganggu saat dia mendengar suara keributan. Arya mengerjapkan kedua matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke matanya. Beberapa detik kemudian, penglihatan Arya sudah mulai jelas. Pandangannya langsung tertuju kepada Rachel.
Kening Arya berkerut. "Kamu Rachel 'kan? Teman Vanca? Ada apa ke mari?" tanyanya bertubi-tubi.
Dalam hati Rachel bersorak kegirangan saat Arya terbangun dari tidurnya. Dengan cepat Rachel merampas ponsel yang Gio genggam, lalu segera menghampiri Arya dan menunjukkan gambar editan Gio tadi siang kepada Arya.
Kedua bola mata Arya membulat saat melihat gambar tersebut, jujur saja dia kecewa ketika melihatnya. Mungkin ini yang dinamakan mudah termakan omongan orang lain, Arya belum menanyakannya kepada Jovanca secara langsung.
"Dasar anak gak tahu malu, jadi beban buat keluarga terus, buat malu! Dia tega khianati Vero yang sudah sangat baik! Memang anak tak tahu diri!" maki Arya.
"Sabar mas, aku yakin ada yang fitnah Jovanca!" bentak Sarah. "Sekarang lebih baik kalian berdua pergi," lanjutnya.
Dengan perasaan sedikit takut, Rachel dan Gio langsung meninggalkan ruang rawat Arya, diikuti oleh Veronika. Napas Arya naik turun akibat dia masih emosi. Untung saja Sarah senantiasa menenangkannya.
Sarah mengusap pundak Arya beberapa kali. "Sabar mas, kita harus cari tahu dulu kebenarannya. Jangan terlalu keras sama anak, kasihan Vanca," ucapnya dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.