Baixar aplicativo
35.23% JANJI / Chapter 68: Calon ibu

Capítulo 68: Calon ibu

Meri ke kampus di antar oleh andre. Mereka sudah lama bersitegang, sebagai istri, meri mengalah dan memilih melunak agar masalahnya mereda saat ini. Bukan karena ia melupakan tujuannya, hanya saja bermasalah dengan andre bukanlah hal yang benar. Sasaran awalnya adalah megan, maka dialah yang harus menjadi sasaran kemarahannya.

Andre mengantar hingga di depan gerbang kampus namun tak jauh dari fakultas meri. Di harvard ada banyak pintu bagi pejalan kaki, jadi meri meminta andre mengantarkannya ke pintu gerbang dekat jalan keluar kampus karena akan lebih dekat saat berjalan kaki.

"kau pulang jam berapa?" andre bertanya saat meri mulai membuka safety belt nya.

"sore jam tiga. Kenapa?"

"aku akan ke kantor pagi ini, aku akan pulang cepat jadi aku yang akan menjemputmu. Pastikan kau menungguku oke"

"baiklah" tak ingin berlama-lama meri bergegas turun tapi lagi-lagi andre menahan tangannya.

"apa begitu caramu berpamitan kepada suamimu"

"kau ingin aku mencium tanganmu?" ujar meri dengan sedikit menyindir maksud perkataan andre.

"oh come on. This is amerika ok"

"berhentilah bertingkah ke barat-baratan. Aku tidak menyukai kehidupan bebas dan tak tahu malu seperti yang kau harapkan. Pergilah" usir meri.

"meri, aku mencintaimu"

"ahh, perutku sakit mendengarnya" meri memegangi perutnya seakan ia benar-benar merasa sakit. Tapi andre tak bergeming mendengar candaan itu. "pergilah. Aku akan terlambat"

Meri pergi tanpa menoleh sekalipun. Dia masih enggan bersikap terlalu manis kepada suaminya selama megan belum benar-benar ia jatuhkan. Dia akan melihat sampai di mana andre akan membantunya menjatuhkan megan atau justru berbalik membantu wanita itu.

Bukan hal penting baginya jika andre membantu megan, ia hanya ingin tahu saat ini hati suaminya itu condong ke arah siapa. Dia membantu megan atau menindas megan tetap hasilnya akan sama. Megan akan tetap menjauh dari rido hanya itu yang meri inginkan. Mengenai ia akan kembali kepada andre bukan masalah lagi baginya.

Jika andre memilih megan sekalipun meri terluka, ia akan tetap melepasnya selama pria itu tidak menjadi pemabuk karena itu sangat menyedihkan di mata meri. Sudah cukup dua malam pria itu mabuk, dia seakan menguras habis amarah untuknya. Di tambah meri mengetahui fakta bahwa andre bersaing dengan ilham dan kalah terus menerus membuat rasa iba di hatinya.

Suaminya sangat tak beruntung lahir di keluarga kacau seperti sistem kerjaan kuno. Ia bahkan selalu kesepian karena menganggap orang di sekelilingnya adalah musuh.

Dia adalah pria kesepian yang mencari kesenangan dan kebahagiaan di luar rumah. Pantas jika dia sangat membenci ayahnya karena rasa tidak adil yang di alaminya.

Meri duduk di ruang kelas, sudah hampir jam sembilan saat profesor mereka masuk ke dalam ruangan. Pria paruh baya dengan rambut coklat dan kulit putih, tubuh tinggi serta perawakan yang lembut. Dia berjalan santai dengan setelan jas putih celana formal abu-abu.

Dia datang bersama dengan seorang pria muda berbadan tegap dan wajah tampan berkarisma.

Meri memicingkan matanya menatap pria yang mengikuti profesor itu. Pria yang sangat ia kenal tapi bagaimana bisa dia berada di ruangan kuliahnya.

Profesor itu akhirnya meninggalkan ruangan dan menyerahkan materi kuliah hari itu kepada asisten barunya.

Meri tidak bisa berhenti memandangi asisten dosen di hadapannya. Dia tampak berbeda dari biasanya, sangat cerdas dan bersahaja. Meri menatapnya seakan ada cahaya yang memancar di wajahnya.

'sejak kapan dia begitu mengagumkan' batin meri.

Tiga jam berlalu dan meri masih memandangi wajah itu penuh kekaguman. Dia sudah lama mengenalnya tapi hari ini seakan berbeda dari pria yang biasa ia lihat. Dia tidak bisa fokus pada materi yang di sampaikan. Pikirannya sibuk melayang ke mana-mana hingga jam kuliah berakhir.

Para mahasiswi berlarian keluar untuk berkenalan secara langsung atau sekedar mencari perhatian di hadapan asisten dosen yang menjadi idola baru mereka.

Sudah waktunya makan siang, meri juga harus mencari moe karena mereka sekarang tidak berada di kelas yang sama. Ia memasukkan semua bukunya ke dalam ransel kemudian berjalan keluar.

"kau mau kemana?"

"astaga" meri terkejut melihat ilham sudah berada di hadapannya dengan tiba-tiba. "kau mengejutkanku" keluh meri memegang dadanya yang bergemuruh.

"ayo makan siang" ilham meraih pergelangan tangan meri.

Meri merasa semua pandangan kini terarah kepadanya. Tatapan para mahasiswi yang menjadi penggemar baru ilham serta tatapan para mahasiswa yang sudah di tolak oleh meri juga tak kalah menakutkan. Mereka merasa cukup baik-baik saja selama tak ada yang memiliki dewi mereka.

Hari ini tiba-tiba seorang pria dengan berani menggenggam dan menarik tangan itu. Tangan yang sejak lama di dambakan para pria yang hanya bisa menunduk saat meri mengatakan tidak.

"ilham, ini berlebihan. Lepaskan tanganku, aku bisa mengikutimu"

Ilham biasanya keras kepala tapi kali ini ia langsung melepas tangan meri dan berbalik meminta meri yang berjalan di depan sebagai penuntun jalan.

Meri membawanya keluar area kampus. Dia tidak suka menarik perhatian jadi ia memilih makan di restoran korea tempat ia makan dan bertemu orang suruhan ilham.

"mana mobilmu?" tanya meri saat berada di area parkir khusus pegawai dan petinggi kampus.

"itu"

Meri mengikuti pandangan ilham pada mobil yang di tunjukkan oleh jarinya. Mobil itu terlalu mencolok jika berada di parkiran kampus. Sebuah mobil buggati veyron dengan warna hitam dengan bagian bamper bagian bawah di dico dengan warna merah. Mobil keluaran terbatas dengan harga di atas 3 juta dolar Amerika Serikat.

"apa kau sudah gila menggunakan mobil seperti itu ke kampus?"

Meri berusaha menutupi wajahnya karena pandangan mahasiswa yang bergerombol di depan mobil itu. Nampak heran tapi terpana dengan mobil itu.

"kalau begitu kita naik mobilmu saja" ujar ilham dengan senyum tersungging di bibirnya.

"aku tidak membawa mobil. Suamiku yang mengantarku tadi"

"mengapa kau suka sekali memamerkan suamimu itu di mataku. Kalau begitu kita naik mobilku saja"

Ilham menarik tangan meri menuju tempat mobilnya terparkir tapi meri malah berbalik menarik ilham menuju depan kampus dan berjalan kaki. Restoran itu berjarak tidak terlalu jauh dari kampus, hanya cuaca saat itu sangat panas karena awal bulan september masih merupakan penghujung musim panas.

Tak ingin mempermasalahkan pilihan meri untuk berjalan kaki, ilham mengikutinya dengan patuh. Dia memperhatikan dandanan dan cara berpakaian meri yang lain dari biasanya.

Meri menggunakan celana panjang dan kemeja abu-abu dengan outer hitam. Di tambah sepatu convers yang dia gunakan menutupi mata kakinya. Menutup seluruh tubuhnya dengan sempurna, berbahan tebal di musim panas. Itu sangat aneh.

Masih enggan berkomentar, ilham hanya menatapnya saja. Sepanjang jalan meri menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya hingga mereka sampai pada restoran yang ia maksud.

Tempat duduk paling pojok dan paling sepi adalah favorit meri dan ilham juga menyukai hal itu.

Meri memesan bulgogi, bibimbap, kimchi serta daechu tea dan tak lupa meminta air putih.

"apa ini yang sering kau makan?" ilham menatap sebuah panci panggangan serta daging mentah berbagai bentuk dan ketebalan.

"tidak, aku baru kali ini memesan bulgogi karena aku merasa ada tamu penting yang perlu ku jamu"

Meri mengambil alih tugas memanggang daging karena akan canggung jika ilham yang memanggang.

"bagaimana bisa kau ada di boston tepatnya di kampusku. Muncul sebagai asisten dosen?" meri sedikit penasaran dengan alasan kedatangan ilham.

"aku mendapat informasi dari bawahanku kalau kau memintaku menemuimu" jawab ilham. "daging itu sudah hampir gosong. Kau bisa memanggang atau tidak" ilham menunjuk daging yang mulai berasap dan berwarna kecoklatan.

Meri segera mengambil daging itu dan meletakkannya di piringnya sendiri. Kemudian meletakkan yang matang dengan baik di piring ilham.

"tentu saja aku bisa" ujar meri "oh si penguntit itu sudah mengatakannya. Dia cukup cepat bertindak padahal baru kemarin siang aku mengatakannya di sini dan sekarang aku makan siang bersamamu"

Mereka makan dengan versi masing-masing. Ilham memakan bulgoginya dengan saus yang sudah di siapkan sedangkan meri memilih mencampurnya dengan kimchi.

"tapi bagaimana bisa secepat ini kau berada di sini. Apa kau langsung berangkat saat dia mengatakannya padamu?" meri bertanya dengan mulut yang masih mengunyah makanan.

"Mmm, dia cukup ceroboh karena memberi tahuku di sore hari. Dia seharusnya memberi tahuku lebih awal tepat setelah kau mengatakannya"

"kami makan bersama dan berpisah tepat jam tiga sore. Jadi tentu saja dia memberi tahumu lebih lambat karena dia juga harus mengawasi ku pulang ke rumah. Emmm, apa dia menanyakan sesuatu padamu tentangku?"

"kunyah makananmu dengan baik. Kau ini seperti anak kecil selalu berbicara saat mulutmu penuh makanan" ilham mengomeli meri yang terus bertanya saat sedang sibuk mengunyah. "iya, dia menanyakan hubunganku denganmu" ilham nampak lesu saat mengatakan hal itu.

"lalu apa yang kau katakan?"

"apa lagi yang bisa ku katakan menurutmu?" ilham sedikit kesal saat mengingat pertanyaan dan jawabannya saat itu.

Sejak lama ia selalu melarang bawahannya bertanya mengenai meri dan status hubungan mereka. Karena ia berharap suatu hari nanti dia akan dengan percaya diri memperkenalkannya sebagai istri di hadapan dunia.

"apa kau mengatakan aku adik iparmu?" tebak meri.

"apa menurutmu aku akan mengakui hal itu?" jawab ilham.

Adik dan kakak itu sama-sama memiliki kebiasaan menjawab pertanyaan dengan melempar pertanyaan pula.

Meri hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Ia sedang mengunyah dan lagi melihat ekspresi ilham yang dingin dan sedikit kesal, sudah pasti jawabannya tidak akan.

Mata pria itu saat menatap meri seakan sudah memproklamirkan bahwa wanita di hadapannya ini adalah miliknya. Tapi terakhir kali ia merebut meri dengan jalan yang salah, sekarang dia akan menunggu cinta pertamanya itu kembali dengan sendirinya.

Mereka makan dengan tenang dan lahap. Melihat meri makan dengan baik membuat kelegaan di hati ilham. Dia pikir saat mengalami masalah dalam rumah tangga, wanita itu akan mogok makan. Dia sangat khawatir saat rafa memberi tahunya mengenai permasalahan meri. Ia bahkan menawarkan diri untuk membantu menurunkan ayah tirinya itu dari tahta.

Bukan karena dia tidak berterima kasih. Ia justru berterimakasih hingga memilih menjauhkan ayah tirinya itu dari bahaya persaingan kejam di dunia bisnis ilegal yang sarat dengan perkelahian dan pembunuhan. Rafa juga telah mengajukan syarat bagi ilham untuk bisa kembali kepada adiknya. Karena itulah saat ini ia berada di boston.

"apa kau tidak lelah berjalan kaki?" tanya ilham saat mereka sudah berada di luar restoran.

"lelah? Tentu saja iya. Perutku penuh dengan makanan karena itu aku harus naik taksi. Jam kuliahku juga tinggal beberapa menit lagi. Aku akan terlambat jika berjalan kaki"

Ilham menelfon seseorang dan dengan segera sebuah mobil berhenti di hadapan mereka.

"ah tuan penguntit. Kau datang di waktu yang tepat" meri langsung naik tanpa menunggu ilham yang memintanya atau membukakan pintu untuknya.

Ilham naik di mobil yang sama dan duduk berdampingan dengannya.

"Nyonya, apa kau mau ku antar jemput setiap hari ke kampus?" tanya pria itu.

"soni, fokuslah menyetir" ujar ilham dalam bahasa Indonesia dan di jawab dengan bahasa Indonesia yang fasih pula oleh pria penguntit itu.

Tatapan meri seketika berubah. Dia tidak menduga jika pria itu berasal dari indonesia karena perawakannya benar-benar seperti pria bule.

"jika kau pintar bahasa Indonesia mengapa menggunakan bahasa inggris denganku kemarin?" meri agak ketus dalam ucapannya.

"nyonya, kau juga dari Indonesia?" soni tak kalah terkejutnya.

Meri terdiam mendapat reaksi itu. Soni sama sekali tak mengetahui jika meri adalah orang Indonesia karena ilham hanya meminta agar ia mengikuti dan memastikan meri tetap aman sesuai bakatnya di bidang bela diri. Ia jago berkelahi tapi tumpul dalam hal otak.

Dia hanya terbiasa membaca gerakan lawan tapi tak pernah membaca biodata lawannya. Dia lebih mirip algojo yang hanya tahu cara memukul tapi tak tahu cara berpikir.

"iya, kita sama dari Indonesia. Tapi mengapa sekarang kau memanggilku nyonya dan bukan nona seperti kemarin?" meri menatap soni melalui spion mobil.

"fokuslah menyetir" ilham lagi-lagi memotong pembicaraan mereka.

"berhentilah menyela. Itu tidak sopan" meri memarahi ilham yang tersenyum di sampingnya.

"aku mengatakan kau calon ibu dari anak-anak ku" jawab ilham polos.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C68
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login