Baixar aplicativo
40.74% JANGAN PANGGIL AKU KUCING / Chapter 11: PART 10 - PERTEMUAN PALING MENCEKAM

Capítulo 11: PART 10 - PERTEMUAN PALING MENCEKAM

SESAMPAINYA DI HOTEL

Sesampainya di hotel, mereka segera menuju lobby. Nampak dari kejauhan Chris memandangi mereka dari dalam taksi. Setelah melihat keadaan agak kondusif, Chris keluar dan berjalan menuju hotel tersebut. Ia lalu berpura – pura menanyakan kepada resepsonis, tentang nomor kamar sang ayah. Kebetulan karena Chris tahu nama panjang ayahnya, resepsonis itu pun tidak menaruh curiga sama sekali.

Lalu, ia memutuskan untuk memesan kamar yang berhadapan dengan kamar mereka . Chris sengaja memilih kamar yang berhadapan,agar mudah melihat pergerakan sang ayah. Setelah resepsonis tersebut memberikan kunci, Chris bergegas menuju lift. Saat keluar lift, ia dibuat terkejut melihat perlakuan ayahnya kepada Dimas yang nampak seperti bukan rekan kerja. Ia melihat sang ayah memegang tangan Dimas seperti seorang yang sedang berpacaran. Mereka tampak begitu mesra. Bahkan Hans tak canggung untuk sesekali mencium pipih kekasihnya tersebut.

Chris yang melihat kejadian itu pun sontak begitu terkejut. Ia benar – benar tidak menyangka jika sang ayah memiliki hubungan dengan seorang pria. Amarahnya pun memuncak. Tangan kanannya sudah ia kepalkan. Sorot matanya berubah begitu tajam. Ingin sekali rasanya Chris memukul pria tersebut, menghabisinya atau bahkan sampai merenggut nyawanya.

Namun Malaikat seakan berbisik kepadanya. Ia lalu menghembuskan nafas dan menenangkan pikiran. Biarlah. Biarkan sang waktu yang pada akhirnya membongkar kebusukan mereka. Chris selalu yakin bahwa Tuhan akan selalu memberikan jalan terang atas masalah yang sedang ia hadapi.

…..

PERTEMUAN DIMAS & CHRIS....

Chris menunggu di dalam kamarnya dengan penuh rasa gelisah. Sesekali ia mengintip keluar melalui door eyes. Namun ia belum juga melihat sang ayah keluar dari dalam kamarnya. Setiap beberapa menit sekali ia mengintip untuk memastikan bahwa ayahnya sudah pergi.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pada saat ia ia mengintip untuk kesekian kaliannya. Ia melihat sang ayah berjalan keluar. Tak lama setelah sang ayah keluar, Chris bergegas keluar menuju kamar Dimas.

Tangan kananya sudah ingin mengetuk pintu kamar tersebut, namun pikirannya seolah kembali dihantui. Dihantui oleh rasa penasaran, bersalah dan juga amarah. Ia tidak tahu, apakah tindakannnya ini adalah sebuah kebenaran atau justru membawanya dalam kemelut yang tak berujung.

"Permisi" Ujar Chris sembari mengetuk pintu.

Dimas lalu membukan pintu untuknya. Dilihatnya sosok pria yang tampan dan tidak mengenakan kaos. Tubuhnya terlihat sangat jelas. Tubuh pria muda perkasa, yang seolah membiuskan pandangannya.

"Maaf, ada apa ya?" Tanya Dimas.

Chris hanya terdiam, ia dibuat mabok kepayang oleh fisik rupawan Dimas. Amarah yang tadi sudah menggunung, entah mengapa berubah cair.

"Aku Chris. Anak dari Hans Sampoerno.". Chris tersenyum. Meski jantungnya berdebar begitu kencang ketika memandangi Dimas.

Mendengar ucapan tersebut, Dimas pun terkejut. Telinganya seakan tuli. Bibirnya tidak bisa berkata – kata. Badannya bergetar, seakan menandakan ketakutan yang mendalam.

"Boleh kita bicara di dalam"

Dengan gugup Dimas mempersilahkan Chris masuk kedalam. Lalu ia menutup pintu kamarnya. Mereka saling bertatapan, meski tak saling mengenal satu sama lain.

"Mau minum apa?" Tanya Dimas dengan terbata – bata.

"Tidak perlu. Aku kesini hanya ingin bertanya sesuatu hal pada mu". Chris mencoba mendekati Dimas. Jarak diantara mereka pun hanya sebatas ibu jari.

"Ta…Tanya tentang apa ya?" Jawabnya dengan terbata – bata.

"Ada hubungan apa kau dengan Ayah ku?". Sorot mata Chris begitu tajam. Bahkan lebih tajam dari sebuah pisau yang baru di asa.

"Eh...Eh… Aku hanya pegawai baru di kantornya saja."

Chris menggelengkan kepala. Tangan kanannya lalu mengambil sebuah telepon gengam. Ia lalu, ia menujukan sebuah foto dari poselnya.

"Ini, yang kau bilang pegawai. Pegawai mana yang bergandengan tangan dengan mesra dengan bosnya". Chris semakin menyudutkan Dimas. "Apalagi bosnya adalah seorang pria juga".

Chris lalu duduk disebuah bangku sembari menyilangkan kakinya. Tatapannya tetap tertuju pada Dimas yang sedang ia introgasi.

"Lebih baik kau jujur saja atau masalah ini akan semakin rumit"

Dimas semakin bingung. Namun, keadaan tak memihak padanya. Sekali pun ia berbohong, nampaknya Chris juga sudah tahu tentang hubungannya.

"Ok, kalau loh ingin tahu ada apa gue dengan Hans!!" Bentak Dimas. Ia lalu mendekatkan wajahnya ke arah Chris. "Hans itu pacar gue"

Chris yang mendengar ucapan Dimas tersebut nampak tidak terlalu terkejut. Ia seperti sudah menduga bahwasannya Dimas adalah pacar gelap dari ayahnya.

Suasana hening seketika. Mereka terdiam sejenak. Tidak saling menatap satu sama lain.

"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan terlarang ini?"

"Penting bangat loh tahu ya"

Mendengar jawaban Dimas seperti itu, amarah Chris pun memuncak. Tangannya sudah bersiap memukul Dimas. Namun, sekali lagi ia mencoba menahan emosinya.

Chris menghela nafas. Ia mencoba meredam emosinya. Dengan nada suara yang lebih lembut.

"Aku hanya ingin tahu, tapi jika kau merasa keberatan tak masalah"

Chris lalu berdiri. Ia lalu melangkahkan pergi. Namun sesaat sebelum mendekati pintu, langkahnya terhenti.

"Baru beberapa bulan"

Chris lalu menghampirinya dan memegang pundaknya.

"Aku mengerti bagaimana perasaan mu terhadapnya. Tapi bisakah kau untuk menjauhinya. Kau membangun hubungan diatas hubungan yang lain. Dan itu salah". Chris seolah tak bisa menahan air matanya. Sembari menahan tangis ia Kembali melanjutkan ucapannya. "Seberapa besar cinta mu padanya, percayalah itu tak akan bertahan lama. Hubungan mu tak ubahnya seperti seseorang yang sedang berjalan diatas seutai tali."

Dimas lalu melepaskan tangan Chris dari pundaknya.

"Udah Ceramahnya atau masih harus bangat gue dengerin omongan loh yang gak berguna itu"

"Maaf, jika kata – kata ku melukai perasaan mu. Aku permisi"

Chris pun pergi meninggalkan Dimas. Meski Dimas terlihat begitu egois saat menghadapi Chris, namun nyatanya, hatinya begitu rapuh. Kalimat Chris begitu menusuk hatinya dan membuyarkan pikiranya. Kata – kata Chris seolah menampar dirinya.

…..

HANS MELIHAT GELIAT ANEH DIMAS

Setelah kepulangan mereka dari Surabaya, Hans melihat geliat Dimas yang tak biasa. Wajahnya nampak mencerminkan kegelisahan.

" Kamu kenapa Dim?" Tanya Hans.

Dimas hanya terdiam. Ia memalingkan wajahnya sembari melihat sudut kota Jakarta. Hans lalu meraih tangannya. "Dim, ada apa?".

"Aku tidak apa – apa, hanya sedikit pusing ajah."

Hans menaruh tanganya ke dahinya. Ia nampak begitu khawatir melihat kondisi Dimas yang tak seperti biasanya.

"Kita ke Dokter ya?"

"Gak usah, aku istirahat ajah di apartemen" Ujarnya.

VERA TAHU AKAN KEBENARANNYA…..

Siang itu langit begitu cerah, tapi tidak dengan hati pria bernam Chris. Matanya memerah. Derai air matanya seakan kepedihan yang begitu ia pendam. Dengan berjalan perlahan – lahan ia mengetuk pintu.

"Chris, kamu kenapa?"

"Papah…Papah mah". Chris memeluk ibunya dengan erat. Air matanya yang sudah terjatuh seolah tak bisa dibendung lagi. Kepedihan. Kemarahan. Sekaligus kebencian. Semua seakan bercampur aduk di derai air matanya.

Vera mencoba menenangkan anak semata wayangnya tersebut. "Papah kenapa Chris. Kamu jangan buat mama khawatir dong?".

"Kita bicara di dalam ajah mam"

Ia memberikan segelas air padanya. Vera memegang tangan Chris.

"Chris, ada apa?"

Chris nampak bingung. Ia tidak kuat jika harus berkata yang sebenarnya. Namun, memendam semua fakta yang terjadi juga bukanlah pilihan yang tepat.

Chris memegang tangan ibunya."Aku mau cerita tentang papah ma"

��Ada apa dengan papah mu Chris?" Tanya Vera dengan heran

"Papah selingkuh ma".

Air mata wanita paruh baya itu pun tumpah. Mereka saling berpelukan. Ibu & anak. Seolah kasih cinta kasih mereka telah dihancurkan. Dihancurkan oleh kehadiran orang ketiga yang tak diundang.

Benarkah…Tapi bukankah tamu tidak akan masuk jika pemilik rumah tidak mengijinkan. Lantas, mengapa seolah – oleh pelaku dari semua kebusukan ini adalah Dimas. Bukankah ia juga korban dari ketidakadilan.

….

Derai matanya menggambarkan kepedihan yang mendalam

Cinta yang dipupuk dengan ketulusan

Seketika runtuh karena ada bayangan yang merasuk rumah tangganya

Bersambung…


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C11
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login