Sebuah ruangan lapang yang dikenal sebagai ruangan keluarga besar Haikal yang terlihat redup pencahayaannya karena hari sudah malam ini menjadi tempat dimana seorang wanita paruh baya itu berada pada salah satu sofa empuk yang mengelilingi meja di tengah-tengah.
Malam ini tepat sudah lima hari setelah konser tunggal 'Serenity on Insanity' belangsung yang merupakan konser tunggal anak sulungnya, Alisya Aninda Sandra. Seorang musisi yang sedang naik daun tepat di pertengahan tahun yang lalu.
Wanita paruh baya yang dikenal bernama Mama Rina ini terlihat sedang sibuk dengan tablet yang dia bawa. Beliau terlihat sedang melihat planner pada callender yang ada di tabletnya, dengan sesekali berdecak dengan suaranya yang memenuhi ruangan redup dan tenang itu.
Sepertinya ada yang sedang wanita itu pikirkan semenjak dia duduk di sofa di sana beberapa waktu lalu. Iya, Mama Rina memiliki keinginan akan anak sulungnya. Lisya. Dan Mama Rina berhati-hati dengan mengambil langkah yang tepat. Karena alasan tertentu Mama tau, untuk merealisasikan dia harus tidak sembrono.
Tak lama kemudian tablet yang dia pegang dia taruh kembali, dan berganti dengan sebuah Iphone keluaran terbaru yang dia bawa. Dengan cergab Mama Rina membuka ruang chat tertera dengan nama 'My Everything'. Yang sebenarnya adalah seorang Lisya, anak sulungnya. Mama berencana untuk berkabar dengan Lisya lewat instant massenger.
"Hello,, lovely's. Apa kamu masih sibuk? Bagaimana dua hari kamu di S'pore? Mama kira kamu akan terlalu sibuk dalam conference album baru kamu di sana. Kalau sempat, jawab pesan Mama ya, Lisya." Kali ini Mama menunggu apakah pesannya mendapat setidaknya dua centang sebagai tanda kalau ponsel anaknya masih nyala begitu dengan keberadaannya.
Ternyata diluar dugaan Mama Rina, ternyata Lisya melihat pesan itu. Tanpa banyak kata dan untuk mengoptimalkan keadaan yang ada, Mama akhirnya berganti dengan menelefon anaknya itu. Beliau tidak mau menunggu waktu sampai anak bungsunya, Avanka Alamanda Rinasyi sampai di rumah ini.
Dalam hitungan detik, suara Lisya akhirnya menguar di seberang. Tampaknya Mama Rina menelefonnya di waktu yang tepat.
"Hello, mom. Lisya lagi ada di hotel. Baru aja selesai mandi. Tadi conference album Lisya lancar, Mom. Dan semua penyuka album Lisya juga excited nyambut aku. Mom lagi apa ? Kok telefon Lisya malam banget," tanya Lisya dari seberang.
"Iya,, Mama mau ajak kamu ngobrol nak. Jadi,, Mama sudah nge wanti kamu kan. Kamu sudah mau menginjak kepala tiga, tiga tahun lagi. Dan Mama nggak mau kamu masih single kayak gini. Punya album single dan kenyataan masih menyandang single. Memangnya kamu betah, Lisya ?" tanya Mama yang tidak basa-basi terlebih dahulu, langsung mengatakan maksud dari kontak telefon malam ini.
"Ya ampun Mom, kenapa sih malem-malem malah tanya kenapa Lisya masih single. Lisya masih muda, Mom. Dan karir Lisya lagi memuncak juga. Lisya nggak mau banyak kabar gosip kalau Lisya punya kekasih. Itu merepotkan buat Lisya," jawab Lisya yang ingin enyah jika Mama masih menawarkannya lelaki untuk menjadi kekasihnya.
"Apa kamu tau siapa lelaki yang Mama mau dekatkan dengan kamu? Dengan kamu mau berkenalan lebih cepat akan lebih baik, Lisya. Mama sudah wanti-wanti ini lama hari, tapi Mama mengalah karena kamu fokus untuk karir kamu," ujar Mama menjelaskan dengan maksud agar anak wanita nya ini luluh.
"Memangnya siapa, Ma? Apa dia? Lelaki itu yang ingin Mama kenalkan ke Lisya?" Lisya sepertinya tau siapa lelaki yang diperbincangkan Mamanya. Tapi buatnya mendekati lelaki itu sama dengan mencari kebahagiaan dengan banyak resiko setelahnya.
"Iya, Lisya. Kamu dulunya kan pernah deketan sama dia. Jadi buat apa susah kalau Mama mau kamu sama dia jadi pasangan hidup?" Mama terlihat memohon dari nada bicaranya ke anak sulung kesayanganya. Lisya.
"Oke, Mah. Tapi,, Lisya nggak mau dia tau banyak hal tentang Lisya. Mama tau dia adalah lelaki yang terlalu rumit buat Lisya. Lisya susah mau mencoba kembali, Mom. Apa Mama benar memastikan kalau aku akan baik-baik saja nantinya? Ada perasaan ketakutan karena ada pengaruh sama karir Lisya sekarang," ucap Lisya dari seberang saat dirinya seksrang sedang tidur di kasur king bed salah satu hotel ternama di S'pore.
"Itu semuanya bisa kita urus belakangan, Lisya. Dan kalau kamu dan dia bahagia, Mama yakin nggak akan mudah juga dia bisa tau apa yang kamu takutin terjadi. Jadi, apa kamu mau urus jadwal kamu, Nak? Mama mau mempertemukan kamu lagi dengan lelaki itu. Apa kamu bisa?" tanya Mama mengambil satu trik ampuh agar Lisya mau dengan rencananya.
"Hmmm,,, Ma. Lisya mau tanya ke Mama. Apa nggak terlalu menakutkan, kalau di tengah jalan kebahagian. Lisya harus nyelesain masalah sama Vanka? Mama nggak mikir gimana kelanjutannya kalau Lisya sama lelaki pilihan Mama bener harus cek-cok? Karena memang Lisya punya masalah ketat sama Vanka," Lisya berbicara panjang lebar.
"Sudah. Kalau Mama mau ngeiyain kamu bisa sama anak lelaki itu. Kita harus usaha sebaik mungkin untuk menghindari tengkar sama adikmu itu. Lagipula pastinya Vanka nggak akan membuka lagi masa lalu. Dia selalu menghindar ketika kita selalu mempertanyakan ke Vanka yang sudah cukup mengerti ini semua," ujar Mama kali ini sangat membujuk Lisya.
Tanpa disadari oleh si wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa empuk pada ruang tamu lantai dasar rumah keluarga Haikal, kemudian tak lama terdengar suara panggilan yang kali ini membuat terkejut wanita paruh baya ini.
"Mah,, kok belum tidur semalam ini?" itu suara yang memekik telinga Mama yang sedang asyik bertelefonan dengan anak sulung perempuannya.
Iya, Vanka anak bungsunya baru saja pulang dari kegiatannya kuliah ini. Vanka bisa membuka pintu ruang tamu yang tidak terkunci sehingga mudah untuk dibukanya. Saat dirinya pula mendengar suara Mamanya yang dia dengar sedang bercakap lewat telefon. Ruang tamu dan Ruang keluarga kebetulan adalah satu ruangan yang tidak terlalu berjauhan, bahkan hampir berseberangan yang dihubungi oleh sejalan lorong.
Sedangkan Vanka mengetahui jika Mamanya sedang membicarakannya itu. Sang Mama pun bersiap menutup telefon dengan sebuah alasan jika anak bungsunya baru saja pulang. Tidak lama kemudian telefon berakhir dengan Lisya yang mengetahui keadaan diseberang yaitu di rumah nya di kawasan Bandung, kalau adeknya Vanka barusaja pulang dari kerja.
"Hai, nak? Baru pulang? Mama baruaja telefon orang, karena hal yang dibicarakan cukup penting. Mama bela-belain telefon malam juga. Kalau kamu belum makan, kamu harus makan dulu ya sebelum masuk ke kamarmu," ucap Mama berbasa-basi kepada Vanka.
"Hai, Mah. Oh. Mama cepat tidur juga ya. Vanka sudah beli makan di luar. Jadi Vanka langsung ke kamar dulu ya," ucap Vanka.
Sebelum Vanka pergi, kemudian Mama pun kembali menyeletuk kepada Vanka. Jujur Mama cukup merasa jengkel kenapa saat dia berbicara penting-pentingnya ke Lisya, Vanka datang begitu saja.
"Vanka, apa kamu ada waktu untuk bicara dengan Mama? Mama hanya mau bicara hal tentang keberlanjutan hidup kamu. Kalau kamu ada waktu," kata Mama yang punya kemauan untuk mengajak Vanka memberi pengertian kepada Mama, Lisya dan juga separuh orang lainnya.
"Tentang apa Mah? Sepertinya Vanka tidak bisa sekarang. Vanka sudah mengantuk, ini tengah malam, Mama," jawab Vanka.
"Oke, Mama tunggu kamu mau ya," kata Mama yang kemudian menyuruh anaknya itu agar cepat-cepat pergi dari ruang keluarga lantai dasar ini.
Vanka pergi kemudian. Dia mengerti siapa yang Mama sedang telefon. Iya, Kak Lisya. Vanka pernah mengenal kejadian seperti ini dahulunya. Saat dia barusaja mengerti akan siapa dirinya dan juga mengenai Kakaknya, Lisya.
Tapi setidaknya itu sudah lama, dan Vanka sudah terbebas istilahnya dari serangkaian kejadian itu. Hanya karena Kakaknya sudah menjadi musisi papan atas.
Namun sang Mama, sepertinya tidak tinggal diam melihat semua yang berlalu ini. Vanka mengerti dan mengelak tiada waktu dia berbicara dengan Mamanya. Bisa-bisa habis sudah nasibnya dengan Mama yang benar-benar mengajaknya bicara. Lagi.