Matahari sudah tinggi di atas kepala, memberikan semburat hangat ke kompleks kantor yang ramai. Christopher terlambat hari ini. Dia berjalan cepat menuju kabinnya, matanya tertuju pada pintu di depan.
Ketika dia mendekati, sekretarisnya bangkit dari meja kerjanya, senyum cerah yang biasa digantikan dengan usaha tegang untuk tetap ceria.
"Selamat pagi, Tuan Sherman. Benjamin juga absen hari ini. Saya mencoba menghubunginya, tetapi dia tidak membalas telepon saya." Senyumnya goyah di akhir.
Ekspresi Christopher berubah cemas, alisnya berkerut saat dia mencerna informasi tersebut. Keprihatinan tentang kesejahteraan Benjamin melintas di pikirannya, dan dia bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang terjadi pada asistennya. Tapi dia segera menepisnya, berasumsi bahwa Benjamin mungkin memiliki alasan yang sah untuk ketidakhadirannya. Dia tahu dia telah bersalah terhadap Benjamin dan dia harus meneleponnya.