Kisah yang hanya menjadi kenangan, tidak akan terjadi kembali dan hanya menjadi suatu kenangan indah dan kenangan buruk bagiku.
Aku teringat kembali saat-saat kita masih satu universitas, canda tawa yang sama terus menerus diungkapkan teman-temanku. Aku tidak mungkin bisa marah karena memang aku tidak perlu marah untuk itu. Kamu pun juga terkadang tersipu malu karena candaan yang terus dilontarkan oleh teman-teman. Aku masih mengingat saat-saat itu dimana kita masih bermain dan bercanda bersama hingga sekarang kita tidak bisa melakukannya lagi.
Saat itu hari kelulusan tinggal menghitung jari. Banyak dari kami yang akan berpisah ada yang ingin kembali ke kampung halamannya dan ada yang ingin mengejar cita-citanya di kota lain. Termasuk aku dan Rio, salah satu sahabatku sejak kami masih SMP hingga kuliah di universitas yang sama. Aku dan dia berpisah karena kami ingin mengejar mimpi kami masing-masing di perusahaan impian kami yang berbeda.
Dia selalu menemaniku kemanapun aku pergi dan yang selalu mendengarkan suka dukaku bahkan amarahku. Aku senang bisa memiliki sahabat seperti dia, tapi aku merasa dia tidak bisa jadi pasanganku karena aku dan dia sudah bersahabat layaknya saudara kandungku sendiri yang sampai saling mengenal keluarga kami masing-masing.
Hari-hari pun berganti, saat itu sudah berjalan selama 2 tahun. Aku dan Rio pun sudah merasa punya kehidupan sendiri-sendiri karena kesibukkan dengan pekerjaan kami masing-masing. Saat itu, setahun setelah hari kelulusan ada seseorang bernama Dahnil yang akhirnya mengisi hatiku saat itu. Setelah 1 tahun menjalin hubungan dengan Dahnil, akhirnya aku memilih untuk mengakhiri hubungan kami karena aku sudah tidak tahan dengan sikapnya selama satu tahun itu sangat kasar sekali kepadaku.
Saat itu, kami mengakhiri hubungan kami di dalam mobilnya dan disitu terjadi perdebatan yang pada akhirnya aku harus turun di tengah jalan karena dia sudah mau mulai memukulku.
Saat aku turun dari mobil dan berjalan menepi ke trotoar ada yang berteriak memanggilku.
"Rena, Rena!"
Aku pun mencari arah suara itu dan tertanya itu sahabat lamaku, Rio. Tanpa kusadari aku tersenyum lebar dan melambaikan tanganku padanya. Lalu Rio pun menghampiriku dengan motornya.
"Kamu kapan baliknya? kok nggak berkabar?" tanyaku padanya.
"Baru dua hari yang lalu. aku dipromosiin ke kantor pusat, enak deh balik ke tanah kelahiran hehehe." jawabnya.
"Wah syukurlah" kutimpali dengan singkat karena mood ku sedang tidak karuan.
"By the way, ngapain kamu turun di tengah jalan? Pasti habis tengkar ya sama pacarmu." tanya Rio dengan tertawa.
"loh kok... kok tahu? Maksudku kok kamu bisa tahu juga aku punya pacar?" tanyaku kembali dengan bingung.
"Ya tahu dong... dunia ini kan memang sempit apalagi kamu sama aku kan ga mungkin lari kemana kan kamu" rayu dia dengan senyumnya.
"Ih jijik! Ayo kita pergi sekarang! Cepet bonceng aku nanti aku certain deh semua." Jawabku dengan kesal lalu naik ke motornya.
Kami berdua pun pergi ke cafe sekitar dan disitu lah kami pada akhirnya bertemu kembali dan bercakap panjang karena setelah lebih dari 2 tahun kami tidak bertemu, tentang suka duka yang kami alami masing-masing selama 2 tahun di tempat kerja kami masing-masing, termasuk cerita percintaan kami saat itu. Rio pun ternyata juga sudah sempat dekat dengan wanita lain, namun hubungan mereka tidak bisa berlanjut karena wanita yang dia sukai harus menempuh pendidikan di luar negeri saat itu.
Sejak pertemuan saat itulah, kami berdua sering jalan bersama lagi. Rasanya senang sekali bisa bertemu kembali dengan sahabat lama setelah 2 tahun tidak berjumpa. Bahkan, kami pun sering berangkat dan pulang kerja bersama walaupun kantor Rio lumayan jauh dari wilayah kantorku. Meskipun jauh dan sebenarnya tidak sejalan ke arah tempat kerja, tapi Rio tidak pernah berat hati untuk menjemput dan mengantarku meskipun aku sering melarangnya menjemputku karena aku merasa kasihan padanya.
Sudah hampir 6 bulan sejak pertemuan kembali kami saat itu. Kami yang sama-sama sibuk dengan urusan kami tetap meluangkan waktu untuk saling menyemangati satu sama lain. Tiba-tiba Rio memberi kabar bahwa dia akan pergi ke kota Yogyakarta untuk melakukan kunjungan kerja. Agak sedih rasanya mendengar kabar itu, tapi pikiranku seketika menganggap, "ah cuma sebentar doang dia pergi, bukan pindah tugas ini."
Tibalah hari keberangkatan Rio menuju Yogyakarta. Dia berangkat tepat setelah shubuh dengan membawa mobil sendiri milik ayahnya. Sebelum berangkat Rio pun mengirimkan pesan singkat lewat hp kepadaku, "Aku berangkat dulu ya..." dan saat itu aku masih belum terbangun dari tidurku karena aku merasa lelah sekali setelah begadang.
Aku pun akhirnya terbangun saat waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Aku pun membuka pesan dari Rio dan membalasnya "oke... hati-hati ya. Kabari kalo udah sampai" tapi Rio belum membalasnya. Aku pun pergi ke dapur untuk mengambil air minum dan tiba-tiba ayahku memanggil.
"Rena! Cepat kemari lihat berita di TV." kata ayahku dengan raut muka dan nada suara panik.
"Ada apa yah?" tanyaku yang sambil berjalan dari dapur menuju ruang keluarga.
"Katamu kemarin Rio pergi ke Yogyakarta kan hari ini? Apa dia sudah berangkat? Soalnya ini ada berita katanya ada kecelakaan mobil di tol arah ke Yogyakarta dan itu bukannya mobil ayahnya Rio?" tanya ayahku kepadaku dengan panik.
Lalu hatiku terasa jatuh dan aku tidak bisa berkata apa-apa, rasa panik, takut, sedih bercampur aduk. Namun aku masih berusaha untuk berpikir positif dan segera mencari informasi ke semua teman-teman dan keluarga Rio.
Tak selang waktu lama Hendri adik Rio mengirimkan pesang singkat ke hp ku, "Kak Rena, tolong apabila Kak Rio ada salah mohon dimaafkan. Barusan kami mendapat kabar dari kepolisian bahwa Kak Rio menjadi korban meninggal kecelakaan mobil pagi tadi."
Entah kemana hilangnya tenagaku. Aku terjatuh lemas dan menangis sejadi-jadinya. Entah kenapa hati ini terasa sangat hancur mendengar kabar kepergiannya.
Saat jenazah Rio datang di ruang duka, aku dan teman-teman serta keluarga besar Rio diselimuti rasa duka yang begitu mendalam dan begitu banyak tangisan yang terdengar. Kakiku terasa lemas sekali sampai tidak mampu berdiri rasanya, teman-teman Rio pun membantu menenangkanku.
Setelah beberapa hari kemudian aku sudah mulai merasa tenang, ada salah satu teman kantor Rio yang datang menghampiriku sambil membawa sebuah laptop.
"Halo.. Rena, aku Arin temannya Rio di kantor. kita pernah ketemu saat pemakaman Rio waktu itu. Boleh minta waktunya sebentar?" tanyanya padaku.
"Halo.. Iya silahkan ada yang bisa aku bantu?" jawabku dengan sedikit bingung.
"Rena maaf sebelumnya, aku boleh tanya sesuatu tentang Rio?" tanya dia sambil duduk disebelahku.
"Boleh.. tanya apa ya?"
"Kamu pacarnya Rio bukan?"
"Hah? Ehh.. bukan kok bukan.." jawabku sambil sedikit sungkan dan kaget.
"Oh bukan.. maaf banget, ini soalnya aku lihat-lihat laptop kantor yang dipakai Rio. Kok ada foto kamu di wallpapernya" jawabnya dengan sungkan.
Disitu aku merasa kaget sekali dan merasa hancur lagi. Yang hanya aku pikirkan kenapa bisa begini, kenapa dia tidak bilang padaku selama ini. Apa aku yang begitu bodoh hingga tidak tahu. Dan sampai saat ini aku masih merasa bersalah karena tidak menyadari tentang perasaannya dan aku sendiri baru menyadari selama ini aku ternyata juga sayang padanya.
Hari ini merupakan tepat satu tahun setelah kepergiannya aku membawakannya bunga yang segar dan cerah untuknya. Setiap aku berkunjung aku selalu mengucapkan ini padanya.
"Terima kasih sudah pernah hadir di hidupku, banyak sekali hal yang baik aku dapatkan darimu. Kau orang yang baik, oleh karena itu mungkin tugasmu sudah selesai dan Tuhan memanggilmu."
— Novo capítulo em breve — Escreva uma avaliação