"Dia tampan, dan aku mengakuinya."
Tiba-tiba, Steven mengatakan itu. Pada awalnya, aku tidak tahu apa yang ia maksud, tetapi pada akhirnya, aku tahu. Aku tidak mengatakan apa-apa sampai ia menanyakan sesuatu.
"Sejak kapan kau menyukainya?"
"Hmm, apakah itu penting? Aku pikir kau tidak akan membahasnya," jawabku.
"Aku hanya ingin tahu. Maksudku, sejak kapan. Hanya itu saja, Mayleen.
"SMP. Itu saja."
"Dan dia sudah punya pacar?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk sebagai jawaban untuknya. Aku ingin menghindari topik tentang Hendrick saat aku bersama Steven. Tapi dari apa yang kuperhatikan, Steven ingin tahu tentang Hendrick. Aku juga paham bahwa jawaban-jawabanku pasti tidak memuaskan rasa penasarannya.
"Apakah dia tahu kau menyukainya?"
"Tidak, dia tidak tahu!" Aku menjawab dengan cepat. "Dan kuharap dia tidak akan pernah tahu tentang perasaanku padanya," tambahku.
Kali ini aku merasa muak mendengar Steven terus bertanya mengenai Hendrick. Memangnya sepenting itukah pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan padaku? Karena aku merasa pertanyaan itu sangat tidak penting dan bukan sesuatu yang wajib di jawab. Aku menjawab pun karena masih menghargainya, tapi setelah kuperhatikan, ia seakan tidak menghargai perasaanku. Seharusnya ia tidak bertanya seperti itu mengingat aku berusaha melupakan Hendrick sementara katanya ia akan membantuku.
Untuk sesaat, aku dan Steven terdiam. Hubungan ini agak membosankan dan aneh. Dan dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku tidak tahu apakah hubungan ini akan berhasil atau tidak, tapi aku berpikir bahwa putus dengannya akan lebih baik.
"Hentikan mobilnya!" teriakku.
"Mayleen, ada apa?" dia terlihat terkejut mendengar teriakanku yang tiba-tiba.
"Hentikan saja mobilnya, Steven!" seruku dengan mata membelalak.
Steven menghentikan mobil dan aku langsung keluar. Lalu aku berjalan menjauh darinya hingga aku mendengar langkah Steven berlari mengejarku. Aku menepis tangannya karena rasanya dia tidak membantuku sama sekali untuk melupakan Hendrick. Kenapa dia membicarakan Hendrick? Apakah tidak ada topik lain selain dia?
"Ada apa, Mayleen? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" tanyanya menatapku. Ia tampak khawatir dan... takut. Sepertinya. Jika aku tidak terlalu percaya diri, mungkin ia takut kehilanganku.
"Kita putus saja, oke? Aku tidak bisa bersamamu, Steven. Maafkan aku. Aku pikir aku akan lebih baik jika bersamamu, tapi kurasa aku salah."
Stevan terlihat terkejut. Terkejut mendengar apa yang kukatakan. Ia kemudian meraih tanganku, tapi kali ini aku tidak mendorongnya atau menepisnya. "Mayleen, kau bercanda, kan?"
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak. Tidak sama sekali. Aku sungguh-sungguh. Maaf."
Aku memanggil taksi yang kebetulan lewat dan masuk ke dalamnya lalu meninggalkan Steven yang berdiri diam tanpa mengejarku.
Ada perasaan lega saat akhirnya aku putus dengannya. Mungkin begitulah seharusnya sejak awal. Ini salahku karena aku menyetujui ajakannya untuk berpacaran dengannya. Aku harap Steven baik-baik saja karena untungnya hubungan kami hanya berjalan beberapa hari.
***
Keesokan harinya aku tidak bekerja. Demi Tuhan, aku malu bertemu Steven setelah semalam aku putus dengannya. Ia juga tidak meneleponku atau mengirim pesan. Aku tidak tahu apakah ia masih menyukaiku atau tidak, karena saat aku putus dengan Demico, dia masih mengejarku sampai sekarang. Meski aku mengabaikannya berulang kali.
Ada banyak asumsi di kepalaku. Dan hari ini, aku pikir aku harus mengistirahatkan diriku dari penatnya beberapa masalah terakhir ini.
"Sayang! Kami pulang!" Jeritan Mom mengagetkanku dan aku langsung tersenyum bahagia.
Aku segera turun dan memeluk kedua orang tuaku. Lalu aku kaget karena mereka dijemput oleh Hendrick. Aku segera mengangkat alis dan dia menatapku sambil mengangkat bahu dengan senyum penuh makna.
"Hendrick berinisiatif untuk menjemput kami," Mom memberitahuku.
"Oh, baiklah. Kupikir Dad yang akan menyetir mobilnya."
"Memang benar, tapi kemudian sahabatmu datang dan menawari kami untuk mengantar kami pulang," jawab Dad.
Aku memutar bola mataku dan langsung menoleh ke arah Mom. Ia kemudian menatapku dengan tatapan aneh. "Kau tidak berangkat bekerja?" tanya Mom.
"Tidak. Aku mengambil cuti," kataku santai. Sebaiknya untuk saat ini aku berbohong pada mereka. Kurasa aku melakukan yang terbaik untuk diriku. Semoga saja tidak ada hal yang akan menggangguku.
Mom dan Dad hanya mengangguk mengerti dan senang akhirnya aku bisa menghabiskan waktu bersama mereka. Karena selama ini aku jarang menghabiskan waktu bersama mereka karena pekerjaanku yang membuatku sibuk.
"Oke. Kalau begitu, aku akan memasak sesuatu untuk kita," kata Mom berinisiatif seperti biasa.
Mom tidak akan mengizinkan siapa pun untuk membantunya karena ia selalu berpikir, makanan yang dicampur dengan banyak tangan akan terasa aneh nantinya. Jadi Dad dan aku memilih untuk tidak berada di dapur. Aku mendekati Hendrick yang menyuruhku duduk di teras rumah bersamanya
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
"Hah? Apa maksudmu?"
"Kau dan pacarmu... apa kau-"
"Aku putus dengannya," kataku langsung.
Hendrick menatapku tak percaya. Aku tahu ia pasti berpikir bahwa ini pertama kalinya hubunganku dengan seorang pria dengan jangka waktu yang singkat. Yah, akulah yang bodoh sejak awal.
"Kau pasti bercanda!" Hendrick masih tidak mempercayai penyataanku barusan.
"Yang benar adalah ya, aku putus dengannya."
Hendrik kemudian tertawa. Tawanya persis seperti Hendrick yang kurindukan. Ia tampak senang mendengar apa yang baru saja terjadi padaku. Meski begitu, aku juga merasa senang karena bisa membuatnya tertawa. Tahu kan, bagaimana rasanya menjadi alasan tawa dari seseorang yang kita cintai? Begitulah yang kurasa.
"Maaf, aku tidak bermaksud kasar, tapi apa alasannya?" tanyanya.
"Aku hanya ingin putus. Itu saja. Aku pikir aku akan lebih baik kalau aku tetap sendiri setelah putus dengan Demico," jelasku. Tapi alasan lainnya adalah karena kamu, Hendrick. Aku menyukaimu dan aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya padamu. Terlalu rumit dan takut bagiku untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Itu bagus. Jadi kau akan bebas dari pria lain kecuali aku."
Aku memutar mataku. Padahal kemarin sepertinya ia sangat marah padaku karena melihat kedatangan Steven. Dan hari ini kami terlihat seperti baru saja berbaikan. Seperti kemarin bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.
"Oh, Mayleen... aku lupa kalau orang tuaku ingin mengajak orang tuamu makan malam bersama di restoran malam ini," katanya.
"Untuk apa? Maksudku, sangat jarang mereka mengajakku dan orang tuaku, Hendrick." Aneh bagiku mendengarnya. Sebenarnya tidak terlalu aneh mengingat keluarga kami saling dekat satu sama lain, hanya saja berkumpul untuk makan malam bersama itu sangat jarang sekali.
Hendrick mengangkat bahu. "Aku juga tidak tahu. Mereka hanya menyuruhku menyampaikannya pada orang tuamu."
"Kalau begitu beri tahu mereka," kataku sambil menyuruhnya masuk ke dalam untuk memberi tahu orang tuaku. Dan seperti yang kalian ketahui... aku merasa senang mendengar berita ini, meskipun aku penasaran dalam rangka apa orang tua Hendrick mengajak keluargaku makan malam.