Baixar aplicativo
36% His Daddy (21+) / Chapter 9: Belum berada dipelukannya

Capítulo 9: Belum berada dipelukannya

Dengan profesionalisme yang sudah mendarah daging, segera kuselesaikan tugasku dan memberikan pesanan ke chef. Sudut mataku masih memperhatikan dua orang itu, Finn sedang melayani mereka. Setelah memberikan pesanan daddy dan wanita itu kepada chef, Finn datang menghampiriku.

"Holly sh*t, aku berbicara dengan director favoritku!" Bisik Finn agar tak ada yang dengar.

"Siapa?"

"Itu, yang sedang kulayani tadi. Itu director dari film 'The Red Lady' yang kita tonton kemarin"

"Apa?!"

"Gimana? Ganteng banget kan! OMG aku tak menyangka bisa bertemu langsung dengannya"

"Bisakah kau katakan siapa namanya?" Pintaku dengan suara bergetar.

"Luc, kau baik-baik saja?" Tanya Finn yang menyadari suaraku yang bergetar.

"Yeah, I'm good. Katakan saja siapa namanya"

"Ashlan Wright. Dia adalah director terkenal yang sudah menghasilkan banyak karya yang selalu merajai dunia perfilman"

'Bagaimana mungkin aku tidak mengenalnya jika dia memang seterkenal itu?'

"Dan kau tahu siapa yang bersamanya?" Tanya Finn kemudian. Aku tidak mengatakan ingin tahu tapi dia tetap memberi tahuku.

"Dia adalah Lousiana Rey, model papan atas yang selalu tampil di Victoria's Secret fashion show. Sh*t aku tak menyangka akan melihat pasangan itu disini"

"Pasangan?" Wajahku memucat, aku tak merasakan setetes darahpun mengalir di tubuhku.

"Yep, Kau tidak lihat kemarin? Mereka menghadiri Oscar bersama-sama. Aku sengaja merekam acara itu di tv agar bisa melihat Ashlan"

"Oscar? Semalam?"

"Iyaaaa, Ashlan sangat protective dengan Lousiana semalam, tangannya selalu melingkar dipinggang wanita itu"

Aku merasakan jantungku berhenti berdetak, mataku berat.

"B-Bagaimana kau tahu kalau mereka c-couple? Mungkin saja mereka cuma teman dekat?" Tanyaku setelah berhasil mengatur nafas.

"Ha? Apa kau bodoh?! Apakah pemandangan seperti itu bisa dikatakan hanya teman?" Jawab Finn sambil menunjuk kearah mereka dengan sudut matanya.

Aku berusaha memfokuskan pandanganku ke arah daddy – Bukan, Ashlan maksudku. Jelas sekali, wanita yang dipanggil Lousiana itu terlihat sangat menyukai Ashlan. Bahkan sebelumnya juga, Ashlan melingkarkan tangannya dipinggang Lousiana ketika mereka pergi.

Lalu aku apa?

Untuk apa dia melakukan hal-hal seperti itu padaku?

Kenapa dia menciumku jika dia sudah punya kekasih?

Fu*k!! I hate this fu*kin' situation!!!

'Apakah ini alasan kenapa dia tidak pernah membicarakan tentang hubungan kita? Selain itu, sebelumnya ketika di club aku juga melihatnya dengan pria lain. A-Apa aku hanya salah satu mainannya saja?'

'Benar! Tidak mungkin director terkenal seperti Ashlan Wright memiliki hubungan serius dengan pelayan sepertiku. Aku bodoh! Dasar diriku bodoh! bisa-bisanya aku tertipu dengan kalimat manis dan wajah tampannya, sialan!'

Air mataku mengalir.

"M-Maaf, a-aku merasa kurang enak badan. A-Aku akan ijin pulang" Ucapku sambil berjalan melewati Finn yang masih terkejut karena aku yang tiba-tiba menangis.

"Luc, hey, ada apa? Kenapa kau..." Danny datang mencegahku pergi.

"Danny, a-aku mau pulang"

"Kau sakit?" Tanya Danny sambil memeriksa suhu tubuhku dengan telapak tangannya.

"Yeah, I guess so, aku akan meminta ijin pada Jay"

"Biar kutemani"

"Tidak, tidak perlu. Aku bisa sendiri"

"Luc..."

"Please Danny!"

"Alright, take care baby. Aku akan mampir setelah selesai dari sini"

"Umn"

Aku berjalan setengah berlari kearah ruangan manager restauran – Jay. Perasaanku campur aduk. Aku ingin menangis dan berteriak.

'Aku tidak boleh percaya pada siapapun, tidak boleh!'

***

Tokk Tokk. Suara pintu diketuk dari luar.

Aku tidak peduli, siapapun yang datang aku tidak akan membuka pintu. Suara pintu terus menerut diketuk dari luar, sayup-sayup aku mendengar suara Danny memanggilku. Mengetahui itu bukan Ashlan, aku segera berlari ke arah pintu.

"Danny...." Tangisanku pecah, meskipun aku sudah menangis sejak keluar dari restauran tapi air mataku tak kunjung mengering.

"Luc... baby, apa yang terjadi? Hm?"

Aku tidak menjawab, kupeluk Danny dengan erat, takut ia akan pergi meninggalkanku juga. Danny adalah satu-satunya orang yang bisa kupercaya di dunia ini. Jika dia juga memutuskan untuk meninggalkanku maka aku akan benar-benar sendiri.

"Luc, jangan menangis, cup cup"

Entah bagaimana akhirnya Danny dan aku duduk di sofa, dengan aku yang masih sesegukan.

"Aku bawa tiramisu cake kesukaanmu"

Mendengar tiramisu cake aku merasa lebih tenang. Perlahan kuarahkan pandanganku ke Danny yang sedang membuka box yang berisi cake.

"Mau secangkir teh?"

Aku hanya menggeleng

"Baiklah, bagaimana kalau setelah makan cake kita ke tempatku?"

"Umn" Aku mengangguk

"Okay, kalau begitu sekarang makan cake nya dulu"

Danny bercerita tentang hari-harinya ketika kami sedang disibukkan oleh urusan masing-masing selama beberapa minggu ini. Aku sudah merasa jauh lebih tenang. Danny selalu peka dengan lingkungannya dan orang-orang disekitarnya. Seolah mengetahui perasaanku, Danny hanya diam dan tidak bertanya apapun. Danny tahu betul jika aku merasa nyaman, aku akan bercerita nanti.

"Danny... aku–" Ucapku ditengah percakapan kami

"Iya?"

"A-Aku..."

"Kau tak perlu bercerita jika belum siap, aku mengerti. Aku hanya tidak mau sahabat terbaikku ini telihat kacau seperti tadi"

Aku tersenyum mendengar apa yang dikatakan Danny, aku jadi semakin yakin kalau aku bisa sedikit bersandar padanya. Dengan sedikit keberanian, aku mengatakan segalanya pada Danny tentang Ashlan.

"Jadi kau melihatnya bersama wanita itu tadi?" tanya Danny setelah aku menceritakan tentang Ashlan.

"Iya"

Danny menghembuskan nafas berat kemudian memelukku.

"Kau bisa tinggal bersamaku untuk sementara"

"Apakah tidak masalah untukmu?"

"Tidak, bagaimana kau bisa berfikir seperti itu Lucas? Kita kan sahabat!"

"Terima kasih, Danny" Aku memeluknya balik.

Dengan menaiki mobil Danny, kami berkendara menuju apartemennya yang jaraknya sekitar 20 menit dari apartemen ku. Dengan begini aku tidak akan bertemu Ashlan untuk sementara waktu. Meskipun dia mencariku, dia tidak akan menemukanku karena selain dia tidak tahu tempat kerjaku, Ashlan juga tidak mengenal teman-temanku. Bagaimanapun kita memang baru kenal, akulah yang bodoh sudah terlalu percaya padanya.

Sampai di apartemen Danny, tubuhku terasa lelah sekali. Setelah mandi aku segera tidur, hari ini terasa sangat... Menyebalkan!

***

-Author POV-

Ashlan terus mencoba menghubungi Lucas. Sudah jam setengah 11 malam tapi Lucas masih belum menghubunginya. Ashlan sangat khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk lagi pada Lucas.

"Baby kemana kau?!" Ashlan menggebrak setir mobil. Dengan kecepatan maksimal yang diperbolehkan di jalanan New York, Ashlan meluncur ke apartemen Lucas.

Sampai di sana Ashlan tak melihat tanda-tanda Lucas ada dirumah. Tidak ada lampu menyala yang telihat dari jendela. Ashlan sudah mengetok pintunya berkali-kali dan memanggil nama Lucas tapi tidak ada jawaban apapun.

"Sialan!"

Kesal dengan keadaan yang tak pernah ia alami sebelumnya, Ashlan berjalan kembali ke mobil. Ashlan menyesal, seharusnya dia tahu dimana tempat kerja Lucas agar dia bisa langsung menjempunya. Dia tidak tahu kemana harus pergi. Akhirnya, Ashlan memutuskan untuk mencari Lucas di halte yang biasa Lucas datangi. Setiap kali Ashlan melihat orang yang memiliki postur tubuh seperti Lucas, dia selalu berlari kearah mereka.

Sudah jam 1 malam dan Ashlan masih tidak mendapat kabar keberadaan Lucas. Dia lalu menghubungi temannya yang memiliki koneksi dengan kepolisian untuk mencari tahu apakah ada korban kecelakaan yang bernama Lucas Dalton.

"Hello, Xander it's me"

"What do you want?"

"I need to find someone, can you give me any information about this person?"

"Sure, I need to contact my informan first"

"Yeah, but I need the information soon"

"Kapan kau membutuhkannya?"

"Secepatnya, maksimal jam 3 pagi?"

"What?! I know you are crazy as always but, it's impossible!!"

"I know, I'm sorry. Please... Aku akan menyetujui bisnis yang kita bahas minggu lalu"

Xander berfikir sejenak, dengan iming-iming yang menggiurkan seperti itu sangat tidak mungkin ia menolak tawaran Ashlan. Sebagai seorang businessman, Xander selalu memperhitungkan semua kesempatan yang menghampirinya.

"Tunggu sebentar, aku akan memastikan dulu dengan informan ku"

"Cepatlah!"

"Kalau kau bukan teman ku, aku pasti sudah menghancurkanmu sekarang!"

"Baiklah...baiklah..."

Sambil menunggu konfirmasi dari Xander, Ashlan memutuskan untuk mencari Lucas lagi di mini market sekitar. Tak lama kemudian, Xander menghubunginya.

"Bagaimana?" Tanya Ashlan tidak sabar.

"Jam 7 pagi"

"Apa? kenapa lama sekali?!"

"Itu sudah paling cepat, kau tahu kantor polisi buka jam berapa?"

Dengan tarikan nafas berat Ashlan menyetujuinya. Jam 7 pagi nanti Ashlan akan mendapat informasi tentang Lucas. Dengan begitu dia bisa segera tahu bagaimana kabar baby boy nya.

Ashlan tidak bisa tidur meskipun dia sudah mandi, perutnya lapar tapi dia tidak ingin makan apapun. Selera makannya sudah menghilang bersamaan dengan baby boy nya yang masih belum berada dipelukannya.


next chapter

Capítulo 10: Akhirnya bisa tidur juga

-Author POV-

Jam 7 pagi.

Ponselnya berdering, Ashlan masih duduk di sofa ruang tv. Dia tidak tidur semalaman, Ashlan sangat khawatir dengan keadaan baby boynya. Begitu dering pertama berbunyi, Ashlan langsung meraih ponselnya.

"Bagaimana?"

"Tenanglah..."

"Cepat beri tahu aku!" ucapnya setengah berteriak

Xander yang biasanya selalu melihat Ashlan yang sopan merasa aneh. Sejak kecil sahabatnya itu jarang sekali marah apalagi berteriak kepada orang lain karena itulah Xander sangat terkejut. Menyadari ada yang tidak beres, Xander segera memberitahu informasi yang ia dapatkan.

"Tidak ada kasus kecelakaan atau kekerasan atas nama Lucas Dalton, aku sudah mengirim informasi pribadi tentangnya di email mu"

"Baik, aku akan segera menandatangani kontrak itu segera setelah masalah ini selesai"

"Ku pegang kata-kata mu"

Ashlan hanya mengiyakan perkataan Xander karena dia sudah tidak punya waktu untuk urusan lain selain Lucas. Dengan hati-hati dia membaca seluruh informasi tentang Lucas mulai dari orang tuanya, tempat tinggalnya, masa kecilnya, dan yang paling penting tempat kerjanya.

"Bukannya The Moon adalah restauran tempat biasa aku makan itu? Jadi selama ini Lucas bekerja disana?"

"Bagaimana mungkin aku tidak bertemu dengannya padahal kemarin aku baru saja kesana?"

Melihat jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi, Ashlan segera lari ke kamar mandi dan bersiap untuk breakfast di The Moon. Ashlan ingin memberikan kejutan pada baby boynya.

Ashlan sampai di restauran dengan mengenakan shirt berwarna abu-abu yang dipadukan dengan coat berwarna black, dia keluar dari mobil dan segera menuju pintu masuk. Baru beberapa langkah berjalan, Ashlan melihat Lucas.

"Baby!"

***

-POV Lucas-

"Baby!"

Aku mendengar suara Ashlan memanggilku, tanpa menengok kebelakang aku mempercepat jalanku agar segera bisa segera masuk ke restauran.

"Wait, Baby!"

Ashlan berhasil mengejarku dan menarik tanganku untuk mencegah agar aku tidak kabur. Ashlan memelukku dari belakang. Aku terkejut melihat kelakuannya yang seolah tidak terjadi apa-apa ini.

"Minggir! Jangan ganggu aku!" Aku mendorong keras tubuh Ashlan kebelakang.

"Baby, apa yang terjadi padamu?"

"Ha? Apa maksudmu? Seharusnya aku lah yang bertanya seperti itu, dasar playboy!"

"Lucas!"

"Apa? Kau marah? Kau akan menghukumku? Aku tidak peduli. Kita bukan siapa-siapa, tidak ada hubungan apapun diantara kita jadi sekarang pergi!"

"Baby, katakan apa yang terjadi" Ashlan berusaha memegang tanganku lagi. Aku mundur selangkah untuk menjaga jarak dengannya.

"Tidak ada yang terjadi, aku hanya sudah lelah bersama mu" Dengan perasaan campur aduk, aku berusaha menjaga ekspresiku tetap datar. Ashlan menatapku tidak percaya.

Mendengar pengakuanku Dad – Oh bukan, Ashlan hanya menatapku, matanya berusaha mencari jawaban. Melihat tatapan intens nya aku segera menundukkan kepalaku melihat kebawah.

"Aku sudah punya kekasih baru jadi sekarang pergilah, aku sudah bosan denganmu. Apa itu kurang jelas?" Lanjutku.

Dari belakang Ashlan, aku melihat Danny berjalan kesini. Aku segera berlari dan merangkul Danny tepat seperti Ashlan merangkul wanita itu kemarin.

'BODOH! Kenapa aku masih berfikir tentang kejadian kemarin?!'

"Biar kuperkenalkan padamu, ini Danny. Dia adalah kekasihku"

Ashlan menatapku dengan mata yang menyiratkan kemarahan dan rasa sakit. Kenapa dia harus merasa tersakiti? Padahal dia yang sudah menyakitiku duluan, Ashlan bodoh!!!

"Danny perkenalkan, ini Ashlan"

Danny hanya tersenyum ke arah Ashlan, dia tahu bagaimana harus bersandiwara.

"Sekarang kau sudah mengerti kan?!"

"Maaf aku mengganggu mu Lucas, aku senang kita bisa saling mengenal meskipun cuma sebentar" Setelah berkata seperti itu Ashlan pergi meninggalkan kami berdua dan berjalan ke arah Maserati nya. Aku yakin sekarang Ashlan sedang menuju ke tempat wanita sialan itu. Ugh menyebalkan!

***

Sudah 1 bulan aku tidak bertemu Ashlan lagi, pekerjaanku di restauran membuatku sibuk sehingga aku tidak punya waktu untuk mengejar Ashlan ataupun memikirkannya.

'Hidup ini terlalu singkat hanya untuk memikirkan seorang pria saja'

Entah kenapa aku juga tidak pernah melihatnya makan di The Moon lagi, apakah sekarang dia mengganti restoran kesukaannya karena tak ingin melihat wajahku? Terserahlah, aku sudah tidak peduli. Apapun yang terjadi pada Ashlan sialan itu BUKAN URUSANKU!

"Hey baby Luc, mau nonton bareng nanti?"

"Danny berhentilah memanggilku seperti itu!"

"Manggil gimana? Kau tidak suka? Hmmm? Baby?"

"Danny~"

Danny hanya tertawa melihat ku kesal karena tingkahnya. Dulu aku tidak masalah mau dipanggil apapun oleh Danny, tapi sejak panggilan 'baby' itu mengingatkanku pada Ashlan, aku mulai membenci panggilan itu.

"Ayolah sweetheart, sudah saatnya kau move on"

"Apa maksudmu? Aku sudah move on dari dulu"

"Terus kenapa masih tidak mau kupanggil baby? Bukankah dari dulu kau suka dipanggil seperti itu?"

"Sekarang tidak lagi, oke!. Ini tidak ada kaitannya dengan apapun, aku hanya tidak menyukai panggilan itu!!"

"Baiklah... Baiklah... kalau begitu apa kau mau nonton?"

"Tidak, aku benci bioskop"

"Heh~ sekarang kau mulai membenci semua yang berkaitan dengan director ganteng itu"

"Danny!!"

Danny tertawa lagi.

Kami bekerja dengan sangat keras selama seminggu ini. New York sedang memasuki season dimana banyak traveler yang berkunjung. Restauran selalu penuh dengan orang kaya yang lapar. Aku bosan sekali, sesekali aku harus bersenang-senang.

"Danny, ayo kita nonton"

Danny hanya bengong mendengar tawaranku.

"Kau yakin?" tanyanya dengan nada bicara penuh drama

"Jangan berlebihan seperti itu Danny, aku hanya mengajakmu nonton bukan berperang"

"Bukankah kau tadi tidak mau?"

"Tadi. Sekarang mau"

Danny tersenyum hangat.

Sepulang kerja kami segera ke bioskop terdekat, memesan tiket film action terbaru dan menikmati waktu tenang ini bersama. Seolah bisa membaca fikiranku, setelah kejadian menyebalkan dengan Ashlan, Danny mengajakku tinggal dengannya untuk sementara. Selama seminggu itu aku tidur dirumah Danny. Aku tahu Ashlan tidak akan mencariku, dia punya mainan yang lebih menarik daripada seorang pelayan dekil seperti ku.

'Eh tunggu, kenapa aku memikirkan Ashlan? Bodoh!!!'

Satu jam kemudian filmnya selesai. Aku berpisah dengan Danny, kami pulang kerumah masing-masing. Tubuhku lelah sekali tapi entah kenapa aku selalu tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sambil menunggu lampu penyebrangan berwarna hijau aku melihat layar billboard besar didepan ku. Layar itu sedang menayangkan Festival De Cannes secara live. Dengan ekspresi datar kuperhatikan setiap artist yang mengenakan pakaian indah disana. Tiba-tiba mataku menangkap sosok yang sangat tidak asing. Ashlan. Dia sedang berpose di depan kamera dengan tangannya yang menggandeng...

'Sh*t model itu lagi!'

'Kenapa aku harus melihat ini?!'

Kepalaku terasa berputar, tubuhku terasa panas karena emosi yang datang entah dari mana. Apa aku marah? Kenapa aku harus marah? Dia bukan milikku. Dia tidak pernah menjadi milikku. Aku mengusap mataku yang mulai berair. Aku merasa seperti anak kecil yang permennya direbut orang lain.

'Brengsek! Ashlan sialan! Kenapa dia... Akhhh menyebalkan!!!'

Aku mengepalkan tanganku, emosiku sudah berada diujung, aku ingin memukul seseorang. Kakiku secara otomatis berjalan ke club dimana aku bisa menemukan orang yang bisa kupukul, 'The Playroom'.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Tanya seorang tukang pukul The Playroom dengan garang.

"Tentu saja karena aku ingin bersenang-senang, apakah kalian tidak tahu alasan sederhana seperti itu? Apa kalian tidak punya otak untuk berfikir?"

"Apa kau bilang?! Dasar bocah sialan! Minggir sebelum kubuat babak belur wajah mulus mu itu!"

"Ha?? Aku ini pelanggan, kalian tidak bisa memperlakukan pelanggan dengan kasar begitu!"

"Kau di black list dari club ini, Bocah! Enyah!!"

"Hanya club bodoh yang menolak seorang pelanggan setia seperti ku, oh iya~ aku ingat, The Playroom sekarang sudah bobrok sampai tidak bisa menambah satu orang pelanggan lagi!"

"APA?" Seorang yang terlihat seperti manager club ini terlihat sangat marah.

"Habisi bocah sialan ini!!" Perintahnya kepada dua orang tukang pukul tadi.

"Siap, Bossman"

"Oho aku tahu kalian tidak akan berani" Ucapku menantang.

"Tunggu!"

"Kau kan... yang di Wooden Box waktu itu"

"Apa kau mengenal ku?" Tanyaku padanya.

"Sialan! kau bocah yang tidak jadi kubunuh gara-gara Mr.Wright yang memback-up mu waktu itu, brengsek! Habisi dia cepat!!"

Tanpa peringatan dua orang tukang pukul tadi menarikku ke gang yang berada diantara gedung ini dan gedung sebelah lalu mereka memukulku secara bergantian.

"Brengsek, beraninya main keroyokan!"

Bugh! bugh! bugh!

Tiga pukulan mendarat di wajahku, kepalaku terasa berputar. Dengan seluruh tenaga kubalas pukulan mereka tepat diwajah, sayangnya para tukang pukul ini bukan orang biasa, mereka sama sekali tidak bergerak ketika kudaratkan pukulanku.

Salah seorang dari mereka tersenyum sinis, "Cobalah lebih keras lagi, Boy"

"Brengsek, diam kau!"

Kutendang perut salah satu dari mereka lalu kuberikan pukulan telak di wajahnya. Perlawananku tidak sia-sia, pria itu tersungkur sambil memegangi bibirnya yang terluka.

"Boleh juga kau" Ucapnya.

Melihat perlawananku yang ternyata lebih dari yang mereka bayangkan, pemukul satunya memegangi tanganku dari belakang dan mengunci gerakanku.

"Brengsek, lepaskan!!"

"Bodoh, kau pikir aku akan diam saja setelah kau pukul? Ohh.. kalau tidak salah aku dengar kau mainan barunya Ashlan Wright?!"

Mendengar nama Ashlan disebut mataku terbelalak, terkejut.

"Sepertinya tebakanku benar. Apa sekarang kau sudah dibuang olehnya? Dia sedang bersama model cantik itu di Cannes"

"Benar, laki-laki seperti mu tidak akan menjadi mainan yang memuaskannya" Lanjut tukang pukul yang satunya

Ucapan mereka benar-benar berhasil memancing amarahku. Dengan tenaga yang tersisa, aku mencoba melepaskan kuncian tukang pukul sialan ini.

"Shh tenang, Boy! jangan melawan, daddy mu tidak bisa kesini untuk menyelamatkan mu dari kami" Ucap pemukul itu dengan tawa yang membuatku semakin kesal.

"Dia bukan daddy ku!" Jawabku membela diri

"Ups sekarang mantan baby boy Ashlan Wright sedang marah, apa yang harus kita lakukan?"

"Ha Ha Ha... kau tahu boy? kau itu terlalu lugu untuk bersama pria seperti Ashlan. Bisa kuakui, dia memang seorang Dom yang terhormat. Tapi, dalam sebuah hubungan dia hanya pria yang suka main sana-sini"

"Tepat sekali dan kau hanya salah satu mainannya saja"

"Ha ha ha ha ha..." mereka tertawa bersamaan

"Brengsekk!!!" Teriakku marah, aku mencoba melepaskan kuncian orang ini lagi, tapi dia sangat kuat. Melihat aku yang terpancing emosi, tukang pukul yang berada di depanku segera mengambil tindakan.

Bugh! bugh! bugh!

Pukulan bertubi-tubi mendarat diseluruh bagian tubuhku. Aku tidak bisa bergerak dan membela diri, darah segar mengalir dari sudut bibirku, tubuhku terasa sakit semua. Kurasa malam nanti akhirnya aku bisa tidur juga.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C9
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank 200+ Ranking de Potência
Stone 0 Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login

tip Comentário de parágrafo

O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.

Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.

Entendi