Aku menghela nafas panjang setelah cukup banyak pertanyaan yang menumpuk di kepala ku ini masih belum bisa terjawab juga, ku kira.. setelah mengetahui isi dari buku misterius ini.. kami bisa langsung menemukan dan menyimpulkan siapa pelaku dari si pengirim buku kecil ini. tapi.. ternyata dugaan ku salah besar, semuanya malah menjadi semakin rumit untuk di temukan. Aku mengambil buku kecil itu dari Saki dan melihat lihat bagian covernya, berharap ada sebuah petunjuk yang tersembunyi dari buku ini.
" Jadi gimana, masih tidak percaya kalau buku ini bukan buatan ku? " Kata Saki sambil melebarkan kertas polio miliknya, Ia mengambil sisa kertas miliknya dari kolong meja dan menyusun kembali hingga menjadi satu bagian. " Tunggu dulu Saki.. " Ucap ku sambil meminum coklat panas darinya, sementara.. Saki langsung memasukkan kembali tumpukan kertasnya ke dalam ransel. Akhh.. terasa lebih nikmat sekarang, mungkin karena sari coklatnya yang menumpuk di bawah sudah semakin dekat, ku pikir.. rasa pusing ku saat ini sudah hampir hilang ketika meminum coklat panas darinya, aku menaruh kembali minuman coklat itu di atas meja yang sekarang hanya tersisa seperlima bagian saja.
Aku mengelap bibir ku sambil bersiap siap mengemukakan sebuah pernyataan yang menurut ku masih belum bisa di bilang valid atau jelas, mata ku sekarang tertuju kepada Saki yang sudah menunggu ku untuk berbicara. " Aku punya pelaku yang ku rasa.. adalah pemilik buku misterius ini " Ucap ku dengan begitu seriusnya sambil menjepit buku itu dengan jari tangan kanan ku dan menggoyang goyangkannya di hadapan Saki. " Siapa? " Saki menyela karena sudah tak sabar ingin mengetahui jawaban dari ku. " Pertama.. ku rasa ini dari Maki " Ucap ku yang sekarang membuatnya terdiam dengan perasaan tak percaya. " Maki.. siapa dia? " Sesaat Tanyanya saki yang membuat semangat dan ambisi ku memudar begitu saja, ku kira dia sudah tahu Maki itu siapa.
" Itu.. penjaga kantin kecil yang berada tepat di samping ke kelas kita " Ucap ku sambil menunjuk nunjuk ke arah luar jendela sebelah kiri kelas ku. " Oh.. iya aku ingat, trus.. kenapa kamu bisa menyimpulkan kalau dia yang memberikan buku ini " Ia mempertanyakan alasan dari pernyataan yang sudah ku buat. " Karena.. karena aku.. pernah... berjalan bersamanya ketika menunggu mu dari pelatihan itu " Aku menjelaskannya kepada Saki dengan malu malu karena ku rasa.. hal ini bisa di bilang sebuah rahasia yang tak seharusnya ku ceritakan kepadanya.
" Memangnya sudah berapa lama hubungan mu dengannya? " Tanyanya dengan begitu serius, bola matanya sekarang hanya terpaku ke arah ku. " Ku rasa.. baru kemarin malam " Jawab ku dengan nada yang terdengar sedikit bimbang. Aku juga masih merasa tidak yakin dan ragu kalau buku ini memang darinya. " Kenapa kamu bisa bilang begitu, terus dia gak merasa curiga apa saat buku ini sudah berada di tangan mu, dan.. apakah dia tidak gugup gitu saat berjalan pulang bersama mu. " Itu dia.. sebenarnya kalau memang buku ini darinya, harusnya dia merasakan sesuatu yang tidak biasa, bisa di bilang.. lebih waspada atau merasa cemas yang berlebihan hingga membuatnya menjadi salah tingkah saat berjalan bersama ku. tapi.. Maki juga sempat menanyakan tentang buku ini.
" Hhhmm.. kalau aku sih terus terang merasa janggal dengan pernyataan itu " Ucapnya Saki sambil melipat tangannya. " Oke.. pelaku yang kedua, buku ini dari pria aneh yang menyebalkan itu " Sontak saki langsung terkejut dengan ekspresi yang melongo ke arah ku. " Pria.. aneh.. pria aneh apa? " Ucapnya sambil memegang pundak kiri ku dan mengoyang goyangkannya. " Oke.. aku akan menjelaskannya secara detail " Aku mengeluarkan ransel ku untuk mengambil sebuah buku paket sejarah ku. " Nih.. Pria yang menyebalkan itu menanda tangani buku sejarah ku " Aku menunjukkan Saki sebuah halaman pada bagian buku sejarah ku yang sudah di corat coret olehnya, tapi.. Saki masih bingung seperti tidak ada petunjuk sama sekali yang terlintas di benaknya.
" Oke.. cukup, tapi bagaimana bisa pria yang aneh itu mendekati mu dan melakukan semua ini " Tanyanya Saki dengan raut wajah yang begitu penasaran, sesaat Ia langsung memegang kedua pergelangan tangan ku. " Hhhmm.. jadi.. waktu itu aku lagi menunggu bus di halte sendirian, aku melihat ada seorang lelaki yang berpenampilan ala metal dengan wajahnya yang tertutup sebagian oleh maskernya yang Ia kenakan, lalu.. dengan tiba tibanya pria itu mendekati ku sambil mengambil buku sejarah ku dan mercorat coretnya dengan pilok yang dia bawa " Ucap ku dengan sedikit lesuh saat menjelaskan kepada Saki, " Trus.. kamu di apain saja sama dia? " Tanyanya Saki kepada ku yang sekarang merubah gengaman tangannya menjadi lebih erat dan cukup kuat pada kedua pergelangan ku, seperti ingin menghancurkan bagian tulang yang berada di dalamnya.
" Ahh.. saki, aku tidak apa apa, aku tidak di lukai olehnya sedikit pun, malah.. aku yang mendorongnya sampai tersungkur ke tanah " Ucap ku sambil menahan rasa sakit dari cengkramannya yang begitu keras, Seketika Ia melepaskan genggamannya dan kembali meminum coklat panas miliknya. Ia meneguknya sambil memandang ke depan dan berusaha menenangkan dirinya dari rasa cemas yang Ia rasakan. Ku pikir.. Saki pasti tidak akan bisa menerima kalau aku sampai kenapa kenapa, Sungguh.. jiwa dari seorang sahabat. " Oke.. tenanglah Saki.. jangan berpikir yang negatif dulu.. " Ucap ku sambil menarik nafas cukup panjang untuk melanjutkan cerita ku kepadanya.
" Trus.. dia, meminta ku untuk datang menemuinya di gedung kosong lantai empat setelah pulang sekolah nanti " Dengan cepatnya Saki melihat ke arah ku dengan wajahnya yang begitu memerah padam setelah selesai menyimak pembicaraan ku sambil berkata. " Untuk apa.. trus.. kamu akan menuruti permintaannya " Ucapnya dengan nada yang sedikit tinggi, " Katanya sih.. untuk melihat hasil graffitinya yang sudah dia buat " Ucap ku dengan polosnya dan sekarang aku melepas pandangan ku hingga tak tertuju lagi ke arah wajahnya, aku merasa takut kalau saki lagi marah. " Trus.. kamu sudah tahu kah apa yang akan terjadi saat kamu menemuinya nanti, bagaimana kalau dia adalah komplotan dari peculik.. atau mungkin.. mereka adalah penjahat " Ucapnya sambil memegangi kedua lengan atas ku tepat di bagian bawah bahu, sementara.. aku hanya menunduk ke arah gespernya Saki.
" Mugi.. aku tidak mau kalau kamu sampai kenapa kenapa, apa lagi kalau kamu sampai di culik oleh mereka, aku sebagai seorang sahabat akan merasa gagal untuk melindungi sahabat ku sendiri " Ia memegang kedua pipi ku sambil mengangkatnya sampai aku dan saki saling bertatapan. Menatap mata saki yang sekarang terlihat begitu cemas dengan bola matanya yang terisi penuh dengan ketakuan yang begitu mendalam. Membuat ku tak berdaya untuk membantah semua nasehat dan arahan darinya, Nampaknya saat ini.. aku juga tidak ingin melakukan hal yang aneh aneh. " Oke.. aku janji tidak akan menemuinya, atau bahkan.. memikirkan kalau buku ini darinya " Aku mencoba menghentikan Kekhawatiran Saki yang begitu berlebihan.
Seketika Saki memasang wajah lesuhnya sambil berkata. " Maaf.. Mugi, kalau aku sudah terlalu berlebihan tadi " Seketika suaranya berubah menjadi lembut dengan pandangannya yang mulai menunduk ke bawah. " Sudah lah.. aku tahu kok tentang Saki yang sebenarnya, penuh perhatian dan juga rasa cemas kepada seorang sahabatnya, benar kan " Ucap ku sambil tersenyum ke arah nya, aku mencoba membuatnya ceria kembali tanpa merasa bersalah sedikit pun. Aku mengusap ngusap bagian kepalanya dan mencubit pipi kanannya yang sekarang menjadi lebih tembem dari sebelumnya, membuatnya semakin empuk untuk di cubit.
" Hehe.. sekarang pipi mu jadi tembem begini Saki.. memangnya kamu di rumah makan apa saja. " Tanya ku sambil meledeknya, dan seketika Saki menoleh ke arah ku dengan tatapan sayupnya. " Aku makan Susi bersama Takoyaki akhir akhir ini, dan jarang memakan sayuran " Jawabnya yang masih terdengar lesuh, aku masih memandangi wajahnya dengan memasang wajah konyol ku di hadapannya. Dan seketika Ia meresponnya dengan tawa kecil yang tak tertahankan. " Hahaha.. jangan gitu lah, aku hampir tidak mengenali mu lagi " Ungkapnya yang sekarang sudah terlihat ceria kembali, Ia merubah posisinya ke depan sambil meminum kembali coklat panasnya hingga tak tersisa.
Kira kira.. apakah waktunya tepat ya, jika aku harus memberitahu masalah ku yang semalam juga, tapi.. aku khawatir jika Saki akan merespon secara berlebihan lagi seperti barusan. Aku menghela nafas dalam dalam dan membuangnya secara perlahan dan beraturan, sambil menenangkan pikiran ku yang masih terbayang bayang oleh pria besar itu. Aku mencoba menghilangkan rasa trauma ku dari kejadian tadi malam, tapi.. seolah olah daya ingat ku selalu menampilkan momen yang begitu sempurna saat pria itu menatap ku dengan tatapannya yang begitu menusuk hingga menembus lensa mata ku, yang membuat ku terus mengingat tatapannya walau sudah berulang kali aku mencoba mengkhayalkan sesuatu yang lebih baik dari kejadian itu. Huhh.. kesal ku saat bayangan itu terus mengganggu ketenangan batin ini. tapi.. apakah mungkin dia bisa melihat wajah ku dengan begitu jelasnya dari balik tirai kayu itu. Pastinya mustahil kan, kalau hanya mengetahui ada seseorang yang mengintipnya.. aku bisa menyimpulkan bahwa itu pasti.
" Hey.. " Saki menyikut lengan ku dengan tiba tibanya yang sekarang membuat ku terkejut. " Ehh.. iya " Jawab ku dengan spontan. " Kamu lagi ngelamunin apa sih? Maki atau pria menyebalkan itu? " Saki menanyakan soal lamunan ku yang tidak sama persis seperti yang sedang Ia pikirkan. Yang jelas bukan dari kedua pria itu. " Tidak.. aku.. aku hanya.. memikirkan soal di cafe itu " Ucap ku yang mencoba mengelak dari pertanyaan dan masalah yang sebenarnya sedang ku hadapi. " Hahaha.. sudah tak usah di pikirkan, lagian juga sekali ini saja, kan kamu sendiri yang membuat taruhan itu " Ucapnya Saki sambil menumpukan dagunya di atas kepalan tangannya. " Bukan masalah harganya kok, cuman.. masalah menunya saja yang aku belum tau " Jawab ku pada Saki.
Sesaat.. aku berhenti dari diam ku yang sedang melamunkan sesuatu ketika menyadari kalau PR ku masih belum selesai waktu menyalin tadi. " Saki.. boleh pinjam buku Bahasa Indonesia-nya lagi gak? " Tanya ku dengan sedikit malu malu, Saki kembali mengambil termos besi itu dan menuangkannya ke dalam gelas hingga terisi setengah dari wadah itu. " Tentu saja.. " Ucapnya yang langsung mengambil buku tulisnya dari dalam kolong meja setelah menaruh kembali termos besi itu. Aku menggeser kertas polio ku sedikit ke samping dan membuka buku tulis ku dengan pulpennya yang sudah berada di dalam. Dan tanpa basa basi lagi aku langsung menyalin beberapa soal yang masih belum ku salin ketika buku tulisnya Saki sudah berada di atas meja ku. Sementara.. Saki mengisi kekosongan waktunya dengan bermain ponsel mewahnya yang di temani dengan minuman coklatnya yang baru terisi.
Aku kembali fokus menyalin pr miliknya dengan santai tanpa terburu buru seperti sebelumnya, huh.. entah lah, aku masih ragu dengan semua ini. Apakah buku ini ada hubungannya dengan berbagai kejadian yang sudah ku alami. Tapi.. rasanya aku masih mau pergi menuju gedung yang di tunjukkan oleh pria menyebalkan itu. Apakah aku salah jika pergi ke sana tanpa sepengetahuan siapa pun. Dan kalau kejadian yang tidak mengenakkan menimpah ku.. ku rasa aku tidak harus menceritakannya kepada siapa pun.
Lagi pula.. untuk apa menyesali sebuah perbuatan yang sudah ku lakukan, aku hanya tidak bisa menahan rasa penasaran ini. Yang membuat ku tidak pernah berhenti untuk terus menanyakan kepada teman teman ku maupun pada diri ku sendiri terhadap suatu hal yang bersifat misterius bagi ku. Rasanya.. ingin sekali cepat cepat menemukan jawabannya, aku hanya tidak bisa menahan sebuah pertanyaan yang terus terbayang dan menggantung di benak ku ini, Gerutu ku dalam hati sambil menulis kalimat per kalimat tanpa henti.