Ali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membiarkan beberapa kendaraan yang lain mendahuluinya. Sepanjang perjalanan ini senyum selalu menghiasi wajah tampannya. Ali tak memperdulikan Arif yang protes agar melajukan mobilnya lebih kencang, aku hanya bisa tersenyum melihat perdebatan mereka.
Saat melewati landmark kota ini yang berupa patung beberapa ekor kuda yang salah satunya tengah mengangkat kedua kaki depannya, aku segera mengumpulkan semua barangku karena sekitar lima ratus meter lagi kami akan sampai di sebuah perempatan . Aku berencana turun di sana dan melanjutkan perjalanan dengan bis ke rumah orang tuaku. sudah dua bulan aku tidak pulang ke rumah, rasanya sangat merindukan mereka.
"Aku turun di perempatan depan, ya."
Ali cuma diam.
"Serius kamu mau pulang ke rumah?" tanya Arif.
"Iya."
"Perjalanan ke rumah kamu paling tidak dua jam sampai sana, Masih ada bis yang kesana?" tanya Arif menimbang-nimbang. "Kalau kembali ke tempat kos paling cuma tiga perempat jam bahkan cuma setengah jam lagi."
Aku melihat jam ditanganku, jam tujuh lewat sepuluh menit.
"Masih, biasanya sampai jam delapan masih ada,"
Ali tak berkomentar apapun, ia hanya mendengarkan saja saat aku dan Arif berbincang. Arif terus saja mengajakku bicara sampai aku kemudian menyadari kalau kami sudah melewati perempatan tadi dan Ali tidak mengambil arah ke kiri tetapi ia mengambil jalan lurus yang berarti menuju kotaku. Ali juga sudah mempercepat laju mobilnya. Aku merasa gugup dan tidak nyaman, sementara kedua cowok itu tertawa ketika aku memprotesnya.
"Biar ketemu camer ya, Rif, hehehe," kali ini Ali yang berkata, matanya yg hangat menatapku dari kaca spion.
Aku merasa jantungku berlompatan, Arif hanya terkekeh.
Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku segera melihat ke layar dan menemukan nama Harsya tertera di sana.
"Halo,,..."
"Halo sayang, sudah sampai mana?"
"Baru saja lewat perempatan, aku pulang ke rumah,"
"Jadinya naik apa? Jadi nebeng sama Arif?"
"Iya.." aku sengaja tak mengatakan kalau selain Arif, Ali juga mengantarku, entah mengapa aku merasa gak enak kalau menyebut nama Ali di depan Harsya. "Ini aku langsung pulang ke rumah, Kak."
"Oke, Hati-hati, maaf ga bisa menjemput kamu. Selamat malam"
"iya, gak papa, selamat malam.."
Aku tersenyum menatap layar ponselku dan mengakhiri panggilan dari Harsya. Aku memasukkan ponselku ke dalam saku tanpa sadar mataku menatap spion yang berada di atas ruang kemudi, dadaku berdebar kencang saat aku merasakan jantungku berdegup kencang. Aku segera mengalihkan tatapankuke luar jendela dan menatap pemandangan malam di sepanjang jalan menuju ke rumahku.
Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam dan hanya bicara bila perlu. Sesekali aku mencuri pandang pada Ali dan terkadang aku memergokinya tengah menatapku melalui kaca spion di atasnya atau saat dia sengaja menoleh ke arahku. Suara lagu-lagu cinta yang mengalun merdu dari pemutar musik di dashbor depan membuat perasaanku terhanyut.
Aku merasa suasana di sekitarku begitu canggung saat aku tak mampu menghentikan debaran jantungku yang berlari dengan cepat. Untungnya Arif tak meyadari keanehan yang ada di antara kami, dia berceloteh dengan riang memecah kesunyian yang ada di antara kami.
Mobil yang dikemudikan Ali berjalan tanpa hambatan menuju kota kecil tempatku tinggal. Arif yang sudah beberapa kali datang ke rumahku bersama teman-temanku yang lain menjadi penunjuk jalan bagi Ali sehingga cowok itu tak perlu bertanya jalan yang perlu diambilnya kepadaku. Setelah hampir dua jam perjalanan, akhirnya mobil yang dikemudikan Ali berhenti di halaman rumahku.
***