BAB 5
"Seperti masuk dalam mimpi-mimpi paling gila. Aku merepresentasikan kehidupanku seperti itu sejak menjadi bagian dari dirinya."
[Apo Nattawin Wattanagitipat]
Apo langsung kehilangan senyum mendengar kata-kata sang suami. Dia menyentuh patung batu yang terjatuh berlutut itu, lalu menoleh ke Mile dengan tatapan dalam. "Mile, serius?" tanyanya. "Ini Ayah?"
"Ya. Beliau dulu meninggal di sini dan posisinya seperti yang kau lihat," kata Mile. "Setelah itu perang baru berakhir, dan Max lah yang membela habis-habisan sehingga separuh badan Ayah masih ada."
"...."
"Maksudku, andai tidak ada dia ... Ayah pasti hancur sebelum memberikan semua segel. Medan perang kacau sekali waktu itu." Mile pun menatap Apo sama dalamnya. "Aku berhutang banyak pada Max di masa lalu, Apo. Aku tidak bisa membunuhnya begitu saja," katanya. "Jadi, maaf kalau keberadaan Max kadang membuatmu agak bermasalah." (*)
(*) Segel adalah gerbang menuju kekuatan/kemampuan/mantra rahasia yang dimiliki seorang iblis. Ini bisa diwariskan kepada orang lain seperti yang Mile terima dari ayahnya sebelum mereka mati.
"Oh, begitu," kata Apo. Dia pun mengelus pipi kasar Mile dan tersenyum kecut. "Iya, kalau sekarang tak masalah. Yang terpenting aku sudah punya kau. Toh kejadiannya juga sudah lama. Aku tidak mau terlalu memikirkannya."
Naga Mile mendengus dengan geraman bersalah saat mengesun pipi Apo. "Aku benar-benar minta maaf," katanya. "Tapi takkan kubiarkan itu terulang lagi. Aku janji."
Mereka pun kembali pulang pukul 9 tepat dan langsung beristirahat. Namun, Apo terbangun lagi pada pukul 11. Dia meraba dada yang berdebaran tidak jelas karena mimpi abstrak yang baru dialami.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Hei, apa yang barusan itu?" pikir Apo, lalu mengecek jam di ponselnya. "Aku mungkin harus jalan-jalan sebentar ...."
Apo pun turun dari ranjang dan keluar untuk berkeliling rumah. Dia tidak takut lagi selama masih di wilayah Mile, karena kejadian dulu sudah cukup jadi pelajaran. Mile lebih waspada dengan orang luar, jadi sang suami melindungi tempat itu dengan energi hingga memutari gerbang.
"Mau kemana?" tanya Mile yang sempat bangun.
"Cari angin. Aku tidak bisa tidur."
"Kenapa?"
"Tidak ada, aku juga tidak tahu," kata Apo. Lalu mengecup bibir Mile. "Sudah kau di sini saja. Aku janji tidak akan keluar. Cuma mau berputar-putar sebentar."
"Tidak, kutemani kalau begitu." Mile pun ikutan turun dan mengambil sandal lantai untuk dipasangkan ke kaki Apo. Dia menggantinya dengan yang lebih tebal, padahal sudah ada yang tersedia di sebelah kaki ranjang.
"Oi, oi, oi. Ini berlebihan sekali. Aku tidak berencana sampai melewati pintu kok. Sumpah," kata Apo.
"Tidak apa-apa. Pakai saja," kata Mile. "Sebentar kuambilkan jaket untukmu."
Apo pun mulai bingung menghadapi Mile setelah mereka menikah. Keposesifan sang iblis bertambah setiap hari, sampai-sampai Apo tidak bisa mengira-ngirakan harus apa ketika menghadapinya. Apalagi setelah Mile memergoki Apo sering terbangun seperti itu. Mile mulai tampak berpikir keras sebabnya, walau Apo yang mengalami malah tenang-tenang saja.
"Tidak ada apa-apa, serius. Aku mungkin hanya belum nyaman 100% tinggal di sini," kata Apo.
"Kau tidak nyaman denganku?"
"Bukan begitu, ayolah. Aku kan sempat pulang dua tahun ke Thailand," kata Apo. "Jangan terlalu dipikirkan."
Malam itu, Mile malah makin menempel padanya. Sang suami bahkan tidak mau mengeluarkan penisnya usai bercinta, dan tetap memangku Apo sambil memeluk dari belakang. "Aku tidak bisa begitu," katanya. Kemudian merebahkan kepala di bahu Apo. "Aku juga tidak yakin akan membawamu mencari bunganya kapan. Aku khawatir banyak hal."
"Eh? Kenapa?" Apo menoleh ke belakang dan melepas seprai yang diremas selama bercinta tadi.
"Padang bunga itu indah, tapi penuh racun. Aku tidak ingin melibatkanmu," kata Mile. "Biar aku mencarinya sendiri—"
"Atau gunakan cara biasa saja, Mile. Aku sanggup kok kalau terapi dua tahun saja," kata Apo. Lalu mengelus rambut Mile sebentar. "Lagipula aku manusia. Dokterku lebih wajar kalau manusia juga. Kau tidak perlu terburu-buru."
"Tapi aku sudah ingin memeluk bayinya."
DEG
"Hah?" Seketika wajah Apo langsung dihiasi mimik tolol. "Sebentar, aku tidak paham yang barusan."
Mile menduselkan wajahnya ke leher merah-merah Apo. "Kau harus kuat untuk mengandung bayinya. Dan tetap benar-benar sehat hingga dia lahir ke dunia."
Telinga Apo langsung ikut merah, apalagi bagian bawahnya kini basah nan lengket. Mile saja masih di dalam, dan otomatis khayalannya langsung macam-macam.
"Tunggu, kita masih membicarakan ramalan Noir yang waktu itu?" tanya Apo memastikan.
"Ya, karena aku kemarin menemukan seri lainnya di perpustakaan istana," kata Mile. Sumpah Apo saja tidak tahu kapan suaminya pergi lagi ke Devil Realm, yang pasti baginya Mile sedang mengada-ada. Mile bilang, buku dongeng favorit Davikah ternyata berjilid-jilid. Itu tersusun di rak tua yang sudah berdebu, dan yang memiliki konten khusus ditaruh agak tersembunyi.
Judulnya adalah "Devil Son". Kisah romansa antara Iblis dan manusia lelaki. Hebatnya, mereka memiliki banyak keturunan setelah menikah. Dan itu sangat imajinatif bagi Apo.
Demi apa. Apo tidak habis pikir bagaimana bisa si pengarang menulis buku itu untuk anak-anak, yang pasti konten di dalamnya fakta. Tentang "Batu Kehidupan" warna biru yang terkubur di dalam laut, tentang "Pedang Roh" yang memiliki ukiran emas, dan "Rubah Merah" yang terlibat di dalamnya. Ketiga hal itu memang ada setidaknya di Devil Realm, tapi kedengaran seperti mitos bagi Apo yang otaknya masih normal manusia biasa.
Meskipun begitu, Mile tetap bercerita dan Apo mendengarkan baik-baik kelengkapannya.
Ternyata, tiga unsur tersebut adalah bagian perwujudan dari naga sakti bernama Feifei. Dan katanya kalau ada yang berhasil mengumpulkan semua jadi satu, maka siapa pun bisa bertemu dengannya untuk meminta apa saja.
Menumbuhkan rahim, misalnya? Seperti yang diminta sang iblis unik pasangannya hingga mereka punya 30.000 keturunan.
DEG
"APAAAAAAAAAA?! 30.000?! Kenapa tidak bikin pasukan perang sekalian?!" Seketika Apo pun bergedik ngeri. Dia malu luar biasa membayangkan hamil tiba-tiba. "Aaaah! Tidak! TIDAK! TIDAK! Aku tidak sanggup membayangkannyaaa!" teriak lelaki itu sambil menutup muka.
"Ha ha ha. Kalau di bukunya sih mereka mendirikan kerjaan baru," kata Mile, lalu menarik tangan Apo agar melihat ekspresi uniknya. "Keduanya menjadi raja dan ratu, lalu bahagia selama-lamanya."
"Cih, apa-apaan. Itu sangat tidak masuk akal—nnh."
Mile malah memeluk semakin erat agar penisnya tidak keluar dari dalam sana. "Kenapa jadi tidak masuk akal? Sang iblis kan meminta keabadian untuk istrinya juga. Bukankah itu menarik?"
"Ugh, Mileeee! Plis jangan memandangku dengan muka mesummu!" kata Apo sambil mendorong wajah Mile dengan telapaknya. Dia menendang-nendang selimut, tapi malah dibanting ke ranjang untuk digempur kembali.
BRUGHHH!!
DEG
"Menurutku itu bukan dongeng, tapi cerita yang ditulis menjadi dongeng," kata Mile setelah mengurung Apo di antara kedua lengannya.
Deg ... deg ... deg ... deg ....
"Aaaaaaahhhhh!! Tidaaaaakkk!" teriak Apo lagi. Dia bersemu penuh dari muka hingga leher. Bahkan lutut dan sikunya ikut memerah saat Mile mencium dan menghentak liangnya bersamaan. "Uph! Mile—mnnhh ... mmnhh ...."
Padahal harusnya bercinta itu sudah hal yang maklum. Tapi malam ini Apo sungguh-sungguh campur aduk. Dia terbakar hasrat lebih dari biasanya, tapi juga seperti baru ditiduri pertama kali.
"Aahh. Nnnghh ... nnh. Mile, stop—aku capek—ahh ..."
Plak! Plak! Plak! Plak! Plak!
"Bertahanlah satu kali lagi, ha ha ha."
"Tidak! Nnhh ... kita sudah empat kali semalaman—mnhh ..."
Mile tetap membungkam bibir indah Apo dengan tarian lidah yang lihai. Dia membuat protesan lelaki itu berubah jadi pejaman mata, lalu menikmati tiap sentuhan Mile dengan jantung berdebaran.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ...
Apo pun memeluk sang suami yang sudah sangat berpeluh. Sial! Padahal dirinya bukan perjaka! Tapi, ugh ... Apo sangat tegang merasakan benih-benih Mile meluncur di dalamnya malam itu. Rasanya hangat, agak aneh. Geli-geli sedikit dicampur nikmat, dan dia memandangi wajah Mile dengan kebingungan tidak karu-karuan.
"Hahh ... hahh ... hahh ... hahh ... Mile, jangan bilang kau akan mencari Feifei setelah dapat bunganya," kata Apo.
"Kenapa tidak? Dia bukan iblis yang jahat," kata Mile. "Setidaknya itu yang tertulis di dalam buku."
"Tapi, tapi ...."
"Kau tidak ingin punya bayi sepertiku?"
DEG
Ugh, ini sulit—
Bagaimana pun Apo tumbuh 28 tahun sebagai lelaki pada umumnya. Mana pernah dia berimajinasi akan hamil apalagi melahirkan?
"Ingin, hanya saja—"
"Tidak harus 30.000. Aku tidak masalah kalau Cuma punya satu," kata Mile dengan senyuman tampan. "Satu saja, oke? Aku ingin jadi Ayah."
Apo pun mengusap air mata dari pelupuknya. Dia ingin terbang dan menceburkan diri ke laut, apalagi tatapan mata Mile sepertinya serius sekali. "O-Oke, kalau satu tidak masalah," katanya. Walau langsung mengalihkan pandangan. "Tapi melahirkan itu sakit tidak sih? Apa rasanya seperti burungku ditendang?"
DEG
"Ha ha ha ha, apa?" tawa Mile tidak menyangka. Apalagi penis Apo saat ini sudah lemas setelah memuncratkan cairannya hingga sampai ke dada. Percayalah, kalau dilihat dari seberapa sehat benda itu, Apo tidak terlihat seperti pernah ditendang di sana.
"A-Aku serius ... temanku waktu kecil pernah bercanda dan menendangku di sana. Gila! Rasanya sakit sekali! Aku sampai sulit jalan tiga hari!"
Mile malah tertawa semakin keras, lalu mengecup kening Apo lama-lama. Dia membuat Apo merasa tenang, lalu mendekapnya di pelukan hingga pagi menjelang.
Bersambung ....