Baixar aplicativo
4.1% Dendam Rana / Chapter 14: Bab 14. Memanfaatkan Kirana?

Capítulo 14: Bab 14. Memanfaatkan Kirana?

"Ibumu harus di rawat di rumah sakit, dia mengalami depresi dan kejiwaannya terganggu!" ucap dokter yang ada di hadapan Kirana. Tentunya bukan rumah sakit biasa yang dimaksud, ia harus memasukkan ibunya ke rumah sakit jiwa.

"Kalian jahaaaatttt ... penipuu ... hi ... hi ... hii ...." Ratih berteriak disertai cekikikan, dia bisa tiba-tiba mengamuk, meraung hingga bisa melukai dirinya bahkan Kirana.

Kirana melihat dengan hati yang hancur. Setelah ditinggal ayah untuk selama-lamanya kini dia harus kehilangan sosok ibunya, walaupun raganya masih ada di dunia tetapi kini dunia ibunya sudah berbeda. Kini dia sendiri menghadapi hari-hari kelam, dia meraba perutnya dan tangisnya semakin pilu.

Ajaibnya selama kehamilan, Kirana tidak sedikit pun merasakan ngidam atau mual seperti wanita hamil pada umumnya. Seakan jabang bayi itu mengerti atas segala cobaan hidup yang menimpa Kirana.

Hari ini adalah hari terakhir ia menepati rumahnya, dia harus segera meninggalkan rumah itu secepatnya. Dia sudah menjual mobilnya dan menyewa rumah sederhana untuk dirinya dan untuk biaya perawatan Ratih ke depan, dia sudah berencana akan melamar pekerjaan untuk menghidupi dirinya.

"Kau yakin tidak ingin menerima bantuanku?" tanya Zayn ketika membantunya memasukan barang-barang ke dalam mobil. Dia menawarkan Kirana untuk tinggal di salah satu apartment miliknya.

"Tidak terima kasih! Kau sudah banyak membantuku dan aku sudah membayar uang sewa untuk enam bulan ke depan," jawab Kirana. Ia tidak ingin bergantung dan berhutang balas budi kepada orang lain.

"Jika kau membutuhkan sesuatu bilang saja padaku!" tawar Zayn, ia tidak ingin memaksa kehendaknya, yang terpenting baginya saat ini adalah membuat Kirana merasa nyaman. Zayn sebenarnya sudah mempersiapkan pekerjaan untuk Kirana di salah satu perusahaannya namun lagi-lagi Kirana menolaknya.

"Kau sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya Zayn.

"Belum, tapi aku sudah mengirimkan lamaran kerja ke beberapa tempat," jawab Kirana.

"Jika kau tidak mendapatkan pekerjaan juga, kau bisa menerima tawaranku jika kau mau dan itu berlaku seumur hidup," ucap Zayn.

"Baiklah terima kasih banyak!" balas Kirana dengan senyumnya.

Zayn terpukau melihat senyum itu, hal yang jarang ditemukan pada wajah Kirana sejak mereka pertama bertemu. Kendatipun saat ini senyumnya belum begitu lepas.

"Ada apa kau memandangku begitu? Apa ada yang salah denganku?" tanya Kirana saat mendapati Zayn memandangnya.

"Kau cantik saat tersenyum, kau harus lebih banyak tersenyum mulai saat ini!" kata Zayn.

Kirana merenggutkan wajahnya, mendengar kata pujian dari Zayn sungguh membuatnya muak, kata pujian yang sama yang pernah diucapkan Adrian padanya. Dia mulai membentengi dirinya agar tidak membumbung tinggi.

"Semua wanita cantik saat tersenyum, dan kurasa setiap laki-laki mengatakan itu kepada setiap wanita," ucap Kirana.

"Kau pikir aku begitu?" Zayn bertanya.

"Ya mungkin saja!" balas Kirana.

"Hanya karena kau pernah dikecewakan oleh seorang laki-laki kau memandang laki-laki sama sepertinya," ujar Zayn.

Dia berkata seperti itu karena dia tahu dirinya tidak begitu. Zayn tumbuh tanpa seorang ayah, dan ibunya menjadi korban kebiadaban seorang laki-laki kepada anak dan istrinya, mana mungkin dia akan melakukan hal sama kepada wanita lain. Dia sangat menyayangi dan menghormati ibunya yang telah berjuang membesarkannya seorang diri.

Kirana hanya diam tidak berkomentar lagi, setelah beberapa lama mereka tiba di sebuah rumah yang akan ditempati Kirana, cukup sederhana jika dibandingkan dengan rumahnya yang baru di tinggalkan.

Zayn membantu menurunkan dan membereskan barang-barang Kirana hingga larut malam. Kirana mendapat sebuah pesan tanpa nama di ponselnya, seketika ia berbinar membaca pesannya. "Aku mendapat panggilan kerja besok, mereka sedang membutuhkan seorang office girl," ucap Kirana.

"Office girl? Tapi kamu sedang hamil Kiran," sahut Zayn.

"Memangnya kenapa? Aku bisa melakukannya, calon bayiku ini tidak rewel dan lagi aku kan hanya tamatan Sekolah Menengah Atas, aku belum lulus kuliah," jawab Kirana. Dia ragu, apakah bisa melanjutkan kuliahnya atau tidak ketika anaknya sudah lahir?

"Bekerja saja bersamaku! Kau hanya perlu duduk memeriksa laporan-laporan," tegas Zayn.

"Tidak Zayn! Aku ingin mencari pengalaman, selama ini hidupku terlalu enak dan santai sampai berbagai permasalahan menimpaku, aku tidak cukup kuat menghadapinya," tolak Kirana kembali. Zayn akhirnya kembali mengalah tidak bisa memaksa.

"Di mana alamat tempat kau besok bekerja?" tanya Zayn, Kirana pun memperlihatkan alamat yang akan ia tuju besok pada Zayn.

Keesokan harinya Kirana begitu bersemangat untuk memulai pekerjaan barunya dia tidak ingin terlambat di hari pertama bekerja, dia menuju perusahaan yang akan mempekerjakannya dengan menggunakan angkutan umum. ini adalah hal baru bagi Kirana, tapi kelak dia harus terbiasa pikirnya.

"Permisi Bu! Saya Kirana, semalam saya mendapat pesan panggilan kerja di sini sebagi Office girl," sapa Kirana pada seorang wanita setengah baya yang ada di hadapannya.

"Oh kau rupanya sudah datang, mari ikut saya!" ujar wanita yang di ketahui bernama Widia dari tanda pengenal di dadanya.

"Baik, Bu!" jawab Kirana, ia menuruti Widia berjalan di belakangnya.

Widia memberitahukan apa yang menjadi tugas Kirana di sana, selain bertugas untuk membersihkan setiap ruangan yang ada di lantai tiga dan empat, ia juga harus menyediakan minuman untuk para atasan jika memintanya. Selain dirinya sudah ada dua office girl lain yang bertugas di sana.

"Ini seragam barumu, cepat kau ganti bajumu! ujar Widia.

"I-ya Bu," Kirana patuh lalu segera mengganti pakainanya dengan seragam office girl yang di berikan Widia.

Meskipun Kirana sudah mengganti baju dengan seragam yang sama dengan office girl lain, tetap saja Kirana paling menonjol di antara mereka. Kirana memiliki tubuh ideal, paras cantik, manis dan elegan berkulit putih bersih tampak kontras dengan seragam yang dia kenakan.

"Apa kau orang kaya yang sedang menyamar?" tanya salah satu office girl yang bernama Nita.

"Tentu saja tidak," jawab Kirana seraya tersenyum.

"Kau seperti tidak pantas menggunakan seragam ini, kau lebih pantas menjadi istri bos kami," ucap Nita.

"Iya benar," timpal orang di samping Nita.

Kirana hanya tersenyum mendengar itu. Mereka mulai dengan pekerjaan mereka masing-masing, Kirana mengambil sapu dan lap di samping mengikuti Nita.

Sementara itu Zayn sedang bersama Sarita di dalam mobil hendak menuju suatu tempat untuk menghadiri rapat.

"Apa tidak apa-apa membiarkannya bekerja di sana?" tanya Sarita ketika Zayn menceritakan tentang Kirana.

"Mau bagaimana lagi dia terus menolak tawaranku, saat ini biarkan saja dulu apa mau dia!" ujar Zayn.

"Hmm ... jika itu keinginananya, kita akan ke sana dan menerima kontrak yang mereka tawarkan, secara tidak langsung kita bisa mengontrol perusahaan itu bukan?' ucap Sarita.

"Aku serahkan itu padamu Mam!" balas Zayn, dengan melihat ke arah jendela. Dia masih mengkhawatirkan Kirana di tempat barunya.

"Tentu saja aku akan mengurusnya. Aku ingin mendapatkannya untuk berada di samping kita," pungkas Sarita.

Zayn kembali teringat dengan tujuan awal dia mendekati Kirana dan semua yang dia rencanakan bersama ibunya untuk Kirana. Dia bimbang apakah ini tidak apa-apa bagi Kirana? Dia menjadi gelisah.

Apakah dia kini sedang memanfaatkan Kirana?


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C14
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login