Amrita berdiri di depan jendela kamarnya yang besar. Pandangan matanya terpaku menatap sepasang angsa yang sedang berenang bersama. Ia melihat angsa - angsa itu saling menyentuhkan kepalanya. Mereka adalah sepasang angsa jantan dan betina. Mereka tampak sedang berasyik masyuk menjalin cinta.
Air mata Amrita mendadak berderai kembali. Bulir - bulir air mata jatuh ke pipinya yang lembab. Mata itu sudah teramat bengkak karena si pemiliknya sering kali menangis. Hidungnya yang mancung itu sudah merah dan pipinya juga merah.
Sebenarnya kepalanya sudah sangat pusing tetapi air mata ini sulit ditahan. Setiap kali Ia berhenti menangis selalu ada air mata berikut nya yang muncul disetiap sudut matanya.
Cinta yang bertepuk sebelah tangan rasanya lebih menyakitkan daripada sebilah pedang yang menghunus dadanya. Dada ini terasa sangat sesak memikirkan kekasih nya yang tidak kunjung datang. Betapa hidup di rasakan tidak adil oleh Amrita.