Baixar aplicativo
75% Bulan Dikekang Malam / Chapter 3: Bab 3

Capítulo 3: Bab 3

Bulan berpapasan dengan Widia, pemilik pet shop ini. Dia tampak kerepotan dengan kandang besar berisi dua ekor kelinci berwarna putih dan cokelat. Ia juga sangat menyukai kelinci. Waktu kecil dulu, saat diajak berjalan-jalan oleh Bu Rahma ke pasar, Bulan selalu ingin membawa pulang kelinci-kelinci yang dijual di sana. Namun, keinginan itu harus ia tahan demi tak merepotkan ibu asuhnya.

"Aku bantu, Mbak." Bulan hendak meletakkan keranjang pakaiannya, tapi Widia mendelik. Gadis itu saja sudah kerepotan dengan keranjang besar, bagaimana bisa membiarkannya membantu?

"Taruh aja baju-baju itu dulu, baru bantu Mbak. Kamu hobi banget bikin orang ngerasa gak enak, udah sana." Gadis beriris cokelat itu terkekeh kecil. Sementara Widia sudah bersama dengan Dareen.

Di rumah Maulana, Laila tengah asyik bercengkrama dengan sang ibu mertua. Bu Niar sendiri sudah menganggap Laila layaknya putri sendiri. Cinta yang ia berikan tak berbeda sedikit pun dengan cinta yang dicurahkan pada Dareen juga Davina, putri bungsunya.

Telepon genggam Laila bergetar, sebuah pesan di aplikasi WhatsApp masuk. Tak lain pesan itu datang dari sang suami, yang mengabari jika peliharaan yang ia minta sudah didapat. Apa pun yang dilakukan Dareen selalu berhasil membuat sebuah garis senyum terukir di bibir tebal Laila.

Wanita mantan model itu menunjukkan isi pesan, sebab di wajah sang mertua seolah pertanyaan, itu dari siapa? Terpampang nyata.

Widia menepuk Dareen yang senyam-senyum pada benda pipih yang tengah dipegangnya. "Laila?" tanya Widia.

Dareen mengangguk dan menyimpan ponsel pintar itu di saku jasnya. "Emang siapa lagi kalau bukan dia," jawab Dareen santai. Bulan terlihat selesai dengan pekerjaannya.

"Udah selesai, Lan?" tanya Widia. Lalu memberikan amplop kecil berwarna putih. "Makasih, ya. Kamu hati-hati pulangnya."

"Iya, Mbak. Makasih, ya. Aku balik dulu."

"Tunggu!" Bulan dan Widia kompak menoleh pada si pemilik suara. "Biar saya antar, sebagai ucapan terima kasih karena sudah menolong saya tadi."

"Gak perlu, Pak. Saya bawa motor." Bulan menunjuk motor yang terparkir tepat di samping mobil Dareen. Widia kini menatap gadis muda dan Tuan wakil presiden direktur itu bergantian.

"Tadi kucingmu lepas, aku geli. Terus dimasukkan ke kandang lagi sama gadis ini," jelas Dareen tak ingin mengundang kecurigaan temannya. Widia mengangguk.

"Mari, saya duluan." Tak lama Dareen pun ikut pamit.

Sepanjang jalan kembali ke laundry, Bulan beberapa kali melihat spion kanannya. Mobil yang berjalan di belakangnya nampak tak asing, ada rasa curiga di hatinya. Ia khawatir itu adalah penguntit yang suka menculik dan menjual organ dalam para korbannya. Seperti yang sering ia baca di media sosial.

Kurang lebih satu meter sebelum masuk halaman laundry, mobil tadi menyalip dan berhenti tepat di depan Bulan. Andai gadis berambut sebahu itu tak pandai mengendalikan rem, mungkin roda duanya sudah menubruk mobil mewah itu.

Dareen turun dan menghampiri gadis belia yang menolongnya tadi. "Maaf, saya mengejutkan, ya?"

"Saya cuma mau mengantar kamu pulang sebagai bentuk terima kasih saya. Kebetulan kita pergi ke arah yang sama, jadi saya ikuti kamu. Maaf, ya. Sekali lagi terima kasih." Rasa khawatirnya kini hilang entah ke mana berganti dengan rasa kagum yang datang begitu saja.

Sebuah senyum pun terukir di wajah manisnya. "Maaf, saya tidak mengenali mobil Bapak. Terima kasih juga sudah mengantar saya secara tidak langsung."

🍂🍂🍂🍂🍂

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30 malam. Sebagian gadis-gadis yang bekerja di Audrey Laundry sudah pulang, sebagian lagi masih asyik bersenda gurau sambil menunggu kendaraan online mereka datang, termasuk Bulan. Malam ini ia akan menginap di panti lagi, ia masih ingin menemani adik-adiknya, dan juga Bu Rahma yang tengah dilanda seribu macam kegundahan.

Leni masih setia menemani Bulan yang masih menunggu ojeknya datang. Ia karyawan paling senior di sini, keduanya duduk di bangku yang ada di samping pintu. Mereka asyik mengobrol ngalor-ngidul layaknya sepasang kekasih, yang telah lama tidak bersua. "Yah, Kak. Sama kang ojeknya di cancel, nyari lagi pasti lama. Kakak pulang duluan aja gih." Leni menggeleng tegas.

"Enggak, Kakak bakal di sini sampe kamu dapet kang ojek lagi. Atau, kamu nginep di tempat Kakak aja, gimana?" tawar Leni yang kini dihadiahi gelengan dari Bulan.

Ponsel Leni berdering, kekasihnya sudah datang untuk menjemput. Gadis yang usianya hampir menginjak kepala tiga itu memiliki ide yang aneh. Bagaimana tidak? Dia menawarkan mengantar Bulan pulang, tapi berboncengan tiga. Bulan terbahak mendengar niat baik gadis yang sudah ia anggap sebagai kakak itu.

"Kakak ini ada-ada aja deh idenya. Enggak, ah. Kalau nanti ada polisi gimana, hayo? Lagian, ya, bahaya tau boncengan bertiga gitu."

"Ya habis, kamu gak mau nginep di tempat Kakak. Udah ayo." Leni menarik Bulan paksa.

Kekasih Leni yang melihat pacarnya mengajak Bulan mendadak bingung. Pria yang berprofesi sebagai kurir ekspedisi itu mengerutkan keningnya, seolah bertanya, ini kita boncengan tiga?

Di kejauhan, Dareen mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Selain tidak sedang buru-buru, ia juga tengah menelpon. "Hallo, Wid. Aku lagi di jalan ini, bentar lagi juga sampe. Kandangnya udah siap, kan?"

"Sudah Bapak, tenang aja. Cepetan, bentar lagi aku mau pulang. Kalian tuh, nyusahin aja," jawab Widia di seberang telepon.

Dareen terkekeh, ia dan Laila memang sering merepotkan wanita lajang itu. "Iya, iya, ini cepet."

Cepatnya orang Indonesia memang kadang tidak bisa diprediksi, bahkan saat seseorang bilang sedang di jalan. Bisa saja jalan yang dimaksud adalah dari kasur ke kamar mandi.

Seperti Dareen, bukannya menambah kecepatan, ia malah meminggirkan kendaraannya. Menatap spion sesaat, lalu turun.

"Ada yang bisa saya bantu?" Bulan, Leni dan kekasihnya saling beradu pandang, seolah saling bertanya, siapa lelaki ini?

"Saya yang di pet shop siang tadi," ujarnya yang langsung membuat Bulan teringat tragedi kucing tadi. Ya, gadis pemilik nama lengkap Bulan Maulida itu lamban dalam mengingat orang, jalan, maupun kendaraan yang baru ia lihat atau temui.

"Oh Anda. Maaf, lagi-lagi saya tidak bisa mengenali." Dareen tersenyum.

"Tidak apa. Jadi, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lagi.

"Ada, Pak. Tolong antar gadis ini, orderannya sudah dua kali ditolak kang ojek," jawab Leni, lalu mendorong Bulan agar mendekat ke lelaki berkemeja putih itu. Meski dalam cahaya remang, Leni sangat yakin, jika lelaki itu tampan dan cool. Ditambah brewok yang meski samar masih dapat terlihat.

Bulan menjadi kikuk saat Dareen mengajaknya dan membukakan pintu mobil untuknya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C3
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login