"Ervan, kamu merasa ada yang aneh sama Fira?" Renata bertanya pada putranya, Ervan.
Ervan sedang asyik bermain dengan keponakan setelah mereka sampai dari pajak berbelanja beberapa pokok dan juga oleh-oleh dari Fira untuk Ibu mertuanya.
Renata tidak tau tiba-tiba putra sulungnya pulang tanpa memberitahu kepadanya, sehingga apa pun belum disiapkan. Biasanya Ervan hendak ingin pulang, pasti kabari dulu.
Entah gerangan apa membuat dua suami-istri ini tiba-tiba memberi kejutan yang tidak bisa ditebak. Melihat sikap menantunya semakin girang saja, bahkan membawa keluar belanjaan untuk keponakan, dan juga untuk bahan pokok dapur.
"Mungkin pengaruh hormon, Ma. Biasa kalau wanita hamil suka aneh-aneh?" jawab Ervan masih bisanya geli keponakan yang sudah tidak tahan akan perbuatan Om-nya.
Renata bukan masalah soal hormon menantunya. Ya, benar dikatakan Ervan. Sewaktu-waktu bisa berubah. Tapi Renata merasa aneh saja dengan sikap menantu yang tiba-tiba berubah, dari tidak suka jadi suka, yang suka jadi tidak suka.
"Mama tau, cuman Mama heran saja, dia beli barang-barang begitu mahal dapat dari mana uang sebanyak itu? Mama curiga kalau istri kamu main belakang, makanya ...."
"Huss, Mama! Jangan asal ngomong deh. Bisa saja uang sisa pas lunasi hutang tempat kerjanya Abang dong, Ma. Sebelum Abang pulang Indonesia, dapat pesagon dari mereka juga?" sambung Amira, sang adik bungsu yang sok mandiri padahal kenyataan sama saja, suka bikin beban orang tua.
Ervan juga sempat berpikiran seperti itu. Waktu dia dapat kasus bayar kerugian perusahaan tempat dia kerja. Dia kesulitan untuk mendapat uang itu. Kemudian, setelah beberapa minggu, Ervan mendapat kabar dari istrinya kalau dia dapat uang pinjaman dari temannya.
Sempat juga Ervan bertanya uang itu dia dapat dari mana? Tapi jawaban istrinya, intinya temannya sudah pinjamkan. Soal buat lunasi kapan saja.
Ya, Ervan memang tidak terlalu tau siapa saja teman Fira. Yang pasti Fira pernah bercerita, dia mempunyai beberapa teman yang humble dan suka bantu-bantu. Wajar, jika mereka tau siapa Fira, keluarga Fira. Jadi tidak mungkin mereka menipu Fira dengan cara terangan hanya kasihan pinjam uang sebanyak itu.
"Kamu ini, setiap orang bincang apa, suka sambung. Sudah kamu kopek tauge yang Mama beli sama tukang sayur?" timpal Renata pukul putrinya itu.
Amel mendengus, "Sudah dong, Ma! Makanya aku langsung cuss ke sini!" balasnya sambil goyang kaki.
Fira lagi sibuk dengan panci di atas kompor gas. Aroma makin sedap saja, hari ini Fira akan masak buat keluarga tercinta mereka di sini.
Kevin keluar dari kamar sambil menguap lebar-lebar setelah mencium aroma yang sangat enak banget. Dia pun ke dapur, Fira mengangkat masakan baru saja matang, capchai.
"Pagi, Bang Kevin! Baru bangun, ya?" sapa Fira dengan wajah yang ceria sekali.
"Hmm," Dengan sambutan biasa. Kevin duduk sambil mencomot sepotong ayam goreng di depan meja.
Plak!
Kevin langsung meringis tiba-tiba dipukul tanpa jelas. Rinda menatap suaminya, bikin malu sama adik ipar sendiri.
"Bukannya mandi dulu! Itu tangan entah sudah dicuci apa belum, main comot saja!" tegur Rinda pada suaminya.
Kevin Chandra Raditama, abang tertua dari tiga bersaudara. Ervan Chandra Raditama, anak kedua, lalu Amira Chintya Raditama.
Kevin paling cuek daripada kedua adiknya. Sekarang istrinya baru saja melahirkan seorang putra yang tampan mirip seperti Kevin pastinya. Kevin bekerja di salah satu pabrik tidak jauh dari rumah mereka.
"Bentar lagi, lapar, siapa suruh aroma sedap suka cantol ke hidungku," balasnya acuh tak acuh. Tetap di comot juga itu ayam goreng.
Fira yang lihat sepasang suami-istri itu, Fira membayangkan kalau dia dan suaminya juga akan hal yang sama. "Gak apa-apa, Kak. Biarkan saja, kalau kurang, bisa goreng lagi. Mumpung aku beli banyak tadi," kata Fira meletakkan panci ke tempat cuci piring.
"Sudah taruh di sana saja, nanti aku yang cuci. Kamu lagi hamil muda, gak bagus kerjain pekerjaan berat-berat," ujar Rinda, malah aneh sama sikap adik ipar ini.
Biasa mana, boro-boro buat cuci terus masak kalau datang. Kenapa malah berubah drastis begini. Dulu dia hamil muda tidak pernah kayak gini.
"Gak apa-apa, Kak. Sudah tanggung, nanti malah makin menumpuk," ucap Fira malah tetap dia cuci hingga bersih.
Renata yang dari tadi perhatikan menantunya benar-benar aneh. Biarlah mungkin memang pengaruh hormon zaman sekarang sudah beda dengan zaman dia hamil putri bungsunya.
****
"Nyonya?"
Marika melirik suara memanggilnya, kemudian seorang pria berkisaran umur tiga puluh tahun itu segera masuk dan menghadap seorang wanita tua sekitar enam puluh tahun tersebut. Dari usia memang terlihat tua, tapi dari wajah, masih tetap sanggar di mata siapa pun.
"Saya dengar Nyonya tiba-tiba jatuh sakit, bagaimana? Apakah Nyonya sudah lebih baik?" tanya pria itu pada Marika.
Marika tidak menjawab pertanyaan dari pria tersebut. Marika malah melempar amplop cokelat tetapi keluar beberapa lembar foto di sana. Pria itu pun mengernyit maksud dari Marika.
"Katakan sejujurnya, apa kau kenal dengan wanita di foto itu? Apa benar kau yang mengklaim wanita sebagai pemuas nafsu untuk putraku?" Marika bertanya pada pria itu, inti dalam pembicaraan.
Pria itu langsung berlutut, dia tidak bisa berkata-kata. Siapa tidak kenal dengan wanita di foto itu. Dia memang mengklaim wanita itu sebagai budak nafsu untuk Tuan Muda. Jika Alex sejak dalam masa frustrasi.
"Ma-maafkan saya, Nyonya. Saya, saya hanya di minta saja oleh Tuan Alex mencari wanita yang bisa memuaskan dirinya, jangan pecat saya, Nyonya!" ngaku pria itu.
Marika menghela, dia melirik pria masih posisi berlutut padanya. Sekali lagi dia memijit pelipis. "Bangunlah, saya hanya minta penjelasan, bukan cara tindakan bodoh seperti tadi," ucap Marika lembut.
Pria itu pun segera bangun, dia tidak berani mengangkat kepalanya. Takut tatapan membunuh masih sangkut di depannya.
"Kau mencari wanita itu?" Marika kembali bertanya pada pria itu.
"Tidak, Nyonya. Tapi, wanita itu yang datang menemui saya," jawabnya cepat.
"Kau kenal dengan wanita itu?" Marika seakan menginterogasi pria itu sampai ke akar-akarnya. Pria itu mengangguk.
Marika sudah menduganya, "Lalu kau dengan mudah memberikan wanita itu senilai sepuluh milliar hanya satu malam melayani putraku di hotel ternama?" Pria itu mengangguk lagi.
Pria itu mana bisa berbohong, kalau reputasinya juga menghambat hidupnya. "Jadi Alex tau wajah wanita itu?" tanya Marika.
"Tidak, Nyonya?" jawabnya cepat.
Marika memasang mata pada pria itu, pria itu kembali menunduk semakin dalam. "Maafkan saya, Nyonya. Tuan Alex tidak tau siapa wanita dia tiduri, karena waktu Tuan Alex tiba di hotel sudah saya booking. Tuan Alex sudah dalam kondisi mabuk berat. Sedangkan wanita itu juga pengaruh obat dicampur oleh Tuan Alex, Nyonya," terangnya menjelaskan pada Marika.
Marika pun diam sambil memikirkan, pantas saja, putranya disaat di tanya. Selalu jawab tidak ada.
"Siapa nama wanita itu?"
"Elfira Chandika."
"Elfira?" sebut Marika nama itu. "Nama yang bagus," imbuhnya kemudian.
****