"Tapi gue ailurofobia!"
Spontan mata May bergulir ke arah tangga, dimana ada sosok lelaki bertubuh jangkung tengah bersedekap dada. Sorot matanya tajam seakan hendak menguliti May hidup-hidup. Tak ada senyum yang terpatri di bibirnya, yang ada hanya sebuah garis lurus.
"Sejak kapan Galak Sih ada di tangga? Perasaan tadi nggak ada? Apa aku emang nggak lihat, ya?" batin May.
"Eh, My Bro! Turun terus sambut istri lo!" titah Arche.
"Ogah. Kan bisa sendiri." Galaksi berbalik badan menaiki tangga, baru beberpa langka ia menghentikan langkahnya. "Oh, ya. Makhluk berbulu itu nggak boleh masuk kamar gue," imbuhnya lalu melanjutkan langkahnya.
"May, kalau lo nggak diizinin masuk kamar Galaksi, lo boleh kok ke kamar gue. Kucingmu yang imut itu juga boleh tidur di sana," ucap Arche keras-keras. Lelaki itu memberikan kode mata lalu mengucapkan kata 'harus setuju' dengan gerakan bibir tanpa suara.
Paham maksud sang kakak ipar, perempuan itu memilih untuk mengikuti permainannya. "Seriusan, Kak?" tanya May yang seolah-olah senang.
"Iya dong, gue sebagai Kakak ipar yang baik harus bisa bikin adek ipar gue bahagia. Apalagi kalau suaminya nggak bisa," sindir lelaki berhidung mancung itu.
"Waahh ... makasih, Kak."
"Jadi, lo sama kucing lo mau tidur di kamar gue, kan?" tanya Arche semakin mengeraskan suaranya.
"Ah, tapi aku takutmerepotkan Kakak. Masa aku sama Kimnar tidur di kamar Kakak. Terus Kakak tidur dimana, coba?"
"Seriusan nggak papa, May. Kasur kamar gue luas, muat kalo buat bertiga mah. Nanti gue bilangin sama Papa kalau lo sama gue karena 'SUAMI' lo itu nggak peduliin lo," ucap Arche santai namun memberikan penekanan pada kata suami.
Hal tak terduga terjadi. Galaksi kembali turun dari tangga lalu menarik koper dan tangan kanan May yang bebas. "Lo istri gue, bukan istri Abang gue," tukasnya dengan nada dingin.
"Lo cemburu!" ledek Arche sembari tertawa. Senang sekali ia bisa menjahili adiknya yang berperangai galak itu.
"Nggak. Gue males cari ribut sama orang kaya lo!"
"Ck! Galaknya nggak cuma sama orang lain, Kakak sendiri pun ikutan kena," lirih May.
"Apa lo bilang?" tanya Galaksi dengan nada dingin.
"Cecak!" May menunjuk ke arah dinding. "Eh, nggak ada cecak ding!" Perempuan itu menarik jemari yang ia gunaknan menunjuk lalu memandangi lantai yang ia pijak.
Arche hanya bisa menahan tawa melihat adik dan adik iparnya yang terlihat lucu dan sangat rugi jika tidak ia jahili, terutama May yang juga pencinta kucing, sama seperti dirinya.
Meski Galaksi hanya memberikan deheman singkat saat berjalan lebih dulu daripada May, tapi perempuan bertubuh kurus itu yakin seratus persen jika itu adalah kode untuk mengikutinya. Daripada harus mendapat omelan tak bermutu, ia akan meminimalisirkan dengan mengikuti dari belakang.
Galaksi langsung masuk ke dalam kamar lalu menguncinya dari dalam ketika May sudah masuk. Ia melirik ke arah May dan buntelan bulu di tangan perempuan itu dengan tatapan ngeri.
"Lo bisa kondisikan kucing lo biar nggak sampai kasur gue, kan?"
"Bisa kok. Kimnar itu kucing penurut. Iya kan, Sayang?" tanya May pada sang kucing sembari mengusap-usap pucuk kepalanya.
"Ck, nggak waras!"
"Apa kamu bilang?!" protes May tak terima. Komunikasi dengan kucing baginya bukanlah kelainan jiwa, bahkan banyak artis di luar sana yang menganggap binatang peliharaan seperti saudara, bahkan anak.
"Lo nggak waras. Kucing kok diajak ngomong!" tukas si lelaki.
Tangan May langsung terkepal kuat, jika ia tak ingat posisi, sudah ia pastikan lelaki di depannya akan mendapatkan bogem mentah di kedua pipinya.
"Suka-suka aku lah! Jadi, nggak usah menghina orang lain!"
"Ya, ya, ya! Gue nggak nyangka kalau punya istri jebolan RSJ!"
Seketika mata terpejam kuat-kuat. Perasaan kesal dan benci sudah mendidih mencapai ubun-ubun. Ejekan lelaki itu benar-benar membutanya kesal setengah mati.
Tangan May dengan cepat mengeluarkan sebuah plastik dari kantong cardigan, kemudian mengambil isinya dan ia lempar ke arah Galaksi. "Kimnar, kejar dia!" seru perempuan itu sembari menujuk lelaki di depannya. Otomatis Kimnar melompat dari gendongan menuju Galaksi.
"Woi! Lo gila!" Galaksi berlari-lari dari kejaran kucing berbulu oranye bercampur putih itu. Hingga akhirnya ia menghilang di balik pintu kamar mandi.
"Sukurin!" batin May senang karena sukses membuat lelaki itu menanggung akibatnya. Siapa suruh menghina seorang ailurophile.
Tak ingin membuat lantai kotor, May langsung memunguti bekas makanan kucing yang sisanya masih berserak di lantai. Kimnar pun ia panggil untuk memakan makanannya yang berbentuk ikan-ikan kecil.
Koper yang tadi ada di dekat sofa May bongkar untuk mengeluarkan tempat minum dan makan kucing kesayangannya. Sekaligus mengisi kotak makanan dan minuman Kimnar untuk makan malam.
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok lelaki yang tengah was-was jika gencatan serangan dibatalkan.
"Udah, keluar aja. Kimnar lagi makan kok," ucap May. Ia tahu jika lelaki itu ragu untuk keluar karena takut dengan kucingnya.
Galaksi akhirnya bisa keluar dengan sedikit kelegaan. "Tadi gue di chat sama Abang Ar. Di suruh ke bawah makan malam." Berjalan keluar lebih dahulu, setelah memasukkan ponsel ke dalam saku. Takut-takut jika kucing istrinya akan mengejarnya lagi. "Lo juga ikut," imbuhnya.
"Kimnar makan di sini, ya! Nanti kalau aku udah makan, kita bobok bareng. Jangan nakal dan bandel, ya!" pesan May pada Kimnar.
Setelahnya May mengikuti Galaksi untuk makan malam di bawah. Hal yang tak terduga adalah ketika Galaksi menerima panggilan video dari ayahnya, di sana juga ada ayah dan bunda May. Mereka terlihat sangat bahagia sekali dalam menikmati makanan mereka. Tidak seperti May yang harus pura-pura bahagia demi menghibur kedua orang tuanya.
Usai makan malam, May bergegas menuju kamar untuk memastikan Kimnar tidak berulah. Sesuai dengan apa yang ia ajarkan, kucing berbulu oren dengan campuran putih itu tiduran di pojokan dengan kotak makanan yang sudah kosong.
May langsung membuka kopernya lalu mengelurkan sebuah selimut tebal dan selimut kecil menyelimuti Kimnar nanti.
"Kimnar Sayang, kamu jangan bandel, ya? Kamu harus bobok di sampingku terus," ucap May lalu mencium kening Kimnar.
Kimnar membalas dengan sebuanh ngeongan kecil.
"Uh, anak pintar! Sini, ku cium lagi," ucap May lalu mencium lagi sang buntelan bulu.
Galaksi yang baru saja masuk ke kamar, setengah tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Ia tak tahu jika May bisa melakukan hal tak normal pada seekor kucing. Ia pikir cukuplah berbicara dengan kucing, namun ternyata perlakuannya malah seperti pada seorang kekasih.
"Jangan-jangan May adalah pasien RSJ yang kabur beneran," ucapnya pelan. "Eh, lo nggak tidur di kasur, biar gue yang tidur di sofa aja, ucapnya kala melihat perempuan bertubuh kurus itu meletakkan bed cover di atas sofa.
"Sofanya kecil. Kamu yang tingginya kek Monas mana bisa tidur di sofa, yang ada kamu malah besok sibuk ngomel karena badanya pegal semua."
"Bagus kalau lo sadar diri!" Galaksi berjalan menuju kasurnya dengan santai.
"Ya iyalah. Emangnya kamu, nggak tahu diri!" balas May pelan.
Tak berselang lama May langsung tertidur dengan memeluk Kimnar. Perempuan yang cukup kelelahan dengan kegiatan hari ini langsung berpetualang di alam mimpi tanpa memperdulikan ia kini di rumah siapa.
Galaksi yang sedari tadi hanya memejamkan matanya tanpa ada keinginan untuk tidur akhirnya memilih bangun. Ia mengintip May yang tengah tidur dengan posisi meringkuk ke arah kucingnya.
Sejujurnya ia tak tega juga membiarkan May tidur seperti itu, tapi ia juga tak mungkin tidur sekasur dengan May dan kucingnya. Lagipula ia juga kesal dengan ucapan May yang kelewat asal ceplos dan lebih terkesan menyebalkan.
Tiba-tiba saja lampu mendadak mati. Hal yang membuat Galaksi bertambah takut karena ia sangat membenci kegelapan. Lebih tepatnya gelap yang tanpa cahaya sama sekali seperti sekarang. Ditambah ada makhluk berbulu yang ada di kamarnya.
Saat kecil galaksi pernah mengalami trauma dengan kegelapan. Ia lari-larian saat gelap dan tanpa sengaja menginjak sesuatu yang berbulu. Akhirnya terjatuh dan diserang oleh makhluk berbulu itu hingga wajahnya babak belur. Ditambah ia juga pernah dijahili sang kakak yang menyamar menjadi pocong untuk mengganggu Galaksi sampai lelaki berlesung pipi itu pingsan ketakutan. Meski sudah diberi tahu, Galaksi tetap saja takut saat mati lampu.
"May!" panggil Galaksi.
Hening.
"May, Maydarika!" panggilnya lagi.
"Hm," jawab May yang masih terpejam.
"May, bisa tidur disamping gue. Gue takut gelap."
"Apa?" Spontan mata May terbuka lebar. Ia langsung bangkit dari posisi tidurnya. Ia tak salah mendengar, kan?
"Bisa tidur disamping gue," ulang Galaksi.
"Heh! Lelaki mesum!" maki May. "Jangan minta yang aneh-aneh. Tidur sendiri! Kalau sampai kamu ke sini, aku suruh Kimnar yang ngejar kamu!" ancamnya.
"Seriusan, gue takut May. Gue nggak bisa tidur di tempat gelap kaya gini. "
"Kan bisa hidupin senter hp," ucap May lalu merebahkan tubuhnya kembali.
"Hp gue di meja. Gue nggak berani bergerak. Please, May! Temenin gue," rengek Galaksi dengan nada memelas.
Setengah jengkel, May kembali bangkit. Ia tak mengerti kenapa lelaki dengan perangai galak bisa menjadi lelaki yang manja bin akut hanya karena takut gelap. Padahal jika dipikir-pikir kamar Galaksi yang bertema galaksi memiliki nuansa gelap. Dasar lelaki aneh!
Ia meraba hp yang tak jauh di sekitarnya. Setelah dapat, segera ia menyalakan senter dan mengarahkan ke arah langit-langit kamar. Otomatis cahaya senter akan memantul dari plafon dari menerangi sekitrnya.
"Gimana? Masih takut?" tanya May dengan malas.
"Udah nggak. Makasih."
"Hm."
Dengan desahan halus, May kembali untuk menjemput mimpinya yang sempat diusik oleh lelaki yang kini menjadi suaminya itu.
Sementara tanpa diketahui penghuni kamar, di luar kamar ada seseorang yang tengah kecewa karena rencananya gagal.