Ruangan besar berbentuk lingkaran dengan 7 pintu yang mengelilinginya terlihat agak ramai. Sebuah sofa panjang melingkar yang empuk, ditempati oleh beberapa pemuda dan gadis. Lantai dingin dilapisi oleh karpet, membuat kaki tanpa alasan para Penyihir dan Guardian, tetap akan terasa hangat dan nyaman. Sebuah meja berkaki panjang menjadi pusat ruangan, menampung beberapa makanan ringan dan minuman di atasnya.
Ruang Tamu yang menjadi penghubung antara ke 6 kamar para Penyihir dan Ruang Kendali, menjadi tempat yang paling santai untuk berkumpul dan mengobrol. Bagaimanapun, akan memakan waktu 5 hari perjalanan dan tidak mungkin untuk mengurung diri di dalam kamar terlalu lama. Terlebih, sekolah tidak pernah mengajarkan untuk mengabaikan sekitar. Itu sebabnya, ketika Leo keluar dan menjadi sosok termuda dan terpendek …
Semua orang memperlakukannya dengan baik.
Menjadi yang ke-18, Leo benar-benar dianggap sebagai anak bungsu.
Mengenakan piama kostum rubah putih, ekor berbulu yang tebal dan lembut berada di dalam pelukan remaja mungil. Kedua kaki menekuk menyentuh dada, sementara kedua tangan memegang segelas susu hangat yang baru saja dipanaskan dan disajikan untuknya.
Sepasang mata emas yang tersembunyi dibalik topi berkuping rubah memperhatikan sekitarnya dengan seksama.
6 Penyihir dan 6 Guardian berkumpul di Ruang Tamu. Hampir semuanya mengenakan piama. Mau bagaimanapun, ini sudah masuk jam tidur, tetapi mereka masih cukup energik untuk berbicara. Mau bagaimana lagi? Berita bahwa mereka akan segera sampai di Planet Ibu Kota Negara Ion membuat semua orang tidak mengantuk. Jadi, semua orang berkumpul. Mendiskusikan beberapa hal.
Ini adalah kali pertama enam orang mengunjungi Planet Ibu Kota Ion. Entah sial atau beruntung, bukan sebuah rahasia bahwa semua orang sangat tidak mau untuk melakukan pertukaran pelajar. Bukannya apa, tetapi gosip bahwa pelajaran di luar Academy Ruby cenderung terbelakang dengan orang-orang yang agak menyebalkan, membuat para murid mundur teratur menghindari terkena nasib sial untuk dikirim ke luar sekolah.
3 perempuan dan 3 pemuda berkumpul bersama. Leo dan Bastian adalah ras campuran, Leta Jovanka adalah ras Vampire. Sementara ketiga perempuan lainnya, Anna, Lita dan Zarai adalah ras Yuyu. Selain dari sepasang antena di balik rambut mereka dan telinga yang runcing, ras Yuyu benar-benar terlihat seperti ras manusia.
"Kita akan memasuki kelas yang berbeda, jadwal sudah dibagikan ke Asisten masing-masing," Lita menghela napas, membuka Asistennya dan mendapati jadwal bahwa ia hanya akan mengikuti satu kelas dalam satu hari. Terlebih hanya kelas dari Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu adalah hari bebas. "Yah … kelasku semuanya kelas siang, bagaimana dengan kalian?"
"Aku juga kelas siang."
"Um, aku juga," Anna dan Zarai menjawab.
"Berarti anak perempuan masuk kelas siang dan kami, para pria, masuk kelas siang juga?" Jovanka mengangkat alisnya. Agak tidak menyangka bahwa mereka hanya memiliki satu kelas dalam sehari dan memiliki jam masuk yang konstan.
"Kita benar-benar diberi waktu untuk berjalan-jalan!" Bastian berseru senang. "Oh, ada yang ingin ikut denganku? Aku membawa banyak titipan pil untuk dijual di sini. Tentu saja, untuk kalian, aku hanya akan mengambil 5% dari hasil penjualan."
"Benar juga, kudengar pil di sini jauh lebih mahal," Anna bersemangat. Sepasang iris hijaunya berkilau. "Aku ikut denganmu! Oh, untung saja sebelumnya aku membuat beberapa pil!"
"Pil apa saja yang kau bawa?" Lita tertarik. Godaan menjual dengan harga tinggi membuat mereka tanpa sadar membentuk kelompok diskusi perihal harga. Oh, salahkan kenapa setiap kelas di Academy Ruby berharga sangat mahal. Jadi, memanfaatkan penjualan di sini, mereka bisa mendaftar 3 kelas sekaligus tanpa menabung sama sekali!
Melihat semua orang mulai tertarik untuk berjualan, Leo hanya diam dan memperhatikan seraya menyesap susu hangatnya. Ia tidak malu sama sekali keluar mengenakan piama aneh. Orang-orang di sekitarnya juga sudah terbiasa. Meski pada awalnya mereka terkejut, tetapi kejutan itu menjadi sesuatu yang … lumrah.
Yah … memiliki anak semanis ini, orang tua mana yang tidak ingin mendandani anaknya? Leo juga terlihat cukup nyaman mengenakan dan memamerkan, jadi semua orang benar-benar menganggapnya sebagai si bungsu yang paling polos dan harus dirawat oleh semua orang.
Terutama untuk Bastian. Entah bagaimana, sosok Raven seolah kerasukan. Benar-benar berubah menjadi seorang babu yang sangat berdedikasi. Penyihir raven itu akan memasak tiga kali sehari, memenuhi keinginan lidah pemilih Leo dengan tulus. Meski masakannya tidak seenak Naga Perak, Leo dengan murah hati tetap menerima pelayanan ras campuran yang aneh itu.
"Tetapi, penjualan Pil dan semua hal yang dihasilkan Penyihir harus melalui Academy sebelum didistribusikan untuk dijual," Jovanka menghela napas. "Berhati-hatilah, kita pasti akan diawasi secara ketat karena takut menjual Pil secara ilegal."
"Maksudnya?" Bastian bingung.
"Yah ... kita tidak bisa menjual begitu saja, ada tempat khusus untuk menjualnya."
"Tempat khusus bagaimana?" Lita cemberut. "Jadi, kita tidak bisa menjual ke sesama Siswa di sana? Atau bahkan bertukar pil di sana?"
Ras Vampire itu meringis. "Benar sekali, kita tidak bisa melakukannya."
Zarai kaget mendengarnya. "Sangat ketat? Kenapa?"
Helaan napas terlontar, Jovanka tanpa ragu mulai menjelaskan. "Yah … penjualan dilakukan menurut Kasta. Pertama akan ditawarkan kepada pihak Kerajaan, lalu Militer, Bangsawan, keluarga Penyihir dan terakhir warga biasa. Itu juga berlaku untuk Kristal Penenang. Pokoknya, semua produk yang dihasilkan oleh Penyihir, akan diawasi dengan ketat termasuk penjualan dan distribusinya."
Lita menghela napas mendengarnya. "Sangat berbeda dengan kita … wajar saja banyak Negara lain lebih memilih membeli di tempat kita."
Daerah kelabu tidak memiliki kasta. Tidak ada bangsawan di sana. Siapa pun yang memiliki uang, merekalah yang berkuasa. Tentu saja, semua orang tetap akan terikat dengan undang-undang yang ditetapkan Penguasa Planet.
"Ngomong-ngomong, apakah di Negara Yuron dan Negara Mole juga seperti itu?"
Tidak ada yang menjawab, tetapi yang lain menjadi tertarik dan mulai mencari tahu. Beberapa teman Penyihir mulai dihubungi, mencoba menggali informasi perihal berbagai macam hal.
Para Guardian hanya diam dan mendengarkan. Bagaimanapun, sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa mereka tidak boleh ikut campur ketika Penyihir berdiskusi tentang Sihir dan sejenisnya. Ini merupakan batas Privasi. Memastikan bahwa Guardian tidak akan mempengaruhi Penyihir mereka dan juga sebaliknya. Bagaimanapun, Guardian yang memiliki Penyihir yang sama secara konstan dan dalam jangka waktu yang lama, cenderung memiliki keterikatan emosional.
Hal ini tidak dilarang, tetapi tetap harus dihindari. Mengingat Penyihir berjumlah sangat sedikit, para Guardian harus mengingat posisi mereka dengan baik. Itu sebabnya, kebanyakan Guardian adalah kerabat atau keluarga dekat dari Penyihir itu sendiri.
Leo masih duduk manis, menghabiskan segelas susu hangat seraya memperhatikan diskusi penuh semangat para Penyihir di sekitarnya. Merci tidak terlalu tertarik. Sosok Naga muda itu duduk di samping Leo, mengambil gelas yang sudah kosong dari tangan Penyihirnya.
"Sudah larut," Merci mengingatkan.
Si perak menguap begitu mendengarnya. Rasa malas untuk bergerak membuatnya enggan untuk berdiri dan berjalan ke kamar. Susu yang manis dan hangat masuk ke dalam tubuh, membuat sosok perak menjadi mudah mengantuk.
Ragu, sepasang iris emas itu menatap ke arah Penyihirnya yang jelas-jelas tidak mau berpindah posisi. "Mau kugendong?"
Mendengar pertanyaan itu, membuat Leo teringat bahwa Papa Naganya tidak ada. Hal ini membuat si Penyihir agak kecewa. Ia menghela napas, menatap sosok Naga Muda yang duduk di samping dan menunggu jawaban.
Remaja berhelai biru itu sangat cantik. Dengan tulang hidung yang tinggi dan sepasang iris emas yang dalam, Leo bisa membayangkan sosok ini akan menjadi seorang pria tampan yang memesona bila bisa tumbuh tanpa terlalu cepat untuk mencapai level 5 seperti Papa Naganya.
"Oke," Leo tanpa ragu setuju. Toh, Guardiannya terlihat sangat frustasi karena tidak melakukan apa pun. Namun ketika sosok putih mengangkat kedua tangan dan bermaksud untuk minta digendong, Merci justru bangkit berdiri. Memunggungi dan berjongkok di hadapan si perak.
Leo membeku. Tangan yang sudah terangkat, mandek di udara.
"Ayo," Naga Biru tanpa ragu menyodorkan punggungnya. "Aku tidak akan menjatuhkanmu."
Leo kehilangan kata-kata. Tangan yang terangkat di udara, ia turunkan. Entah bagaimana, ada perasaan malu dan tidak nyaman yang mendadak mencakar hatinya.
Oh, sungguh, ia terbiasa digendong di depan. Papanya tidak akan pernah mendukungnya karena berarti, sosok perak tidak akan bisa melihat wajah kecil Babynya.
Namun Leo benar-benar lupa ... ukuran tubuhnya tidak cocok untuk terus dipeluk. Satu-satunya orang yang memandang dirinya sebagai bayi kecil yang perlu digendong dan dibedong setiap hari hanya Papanya.
Wajah Leo memanas. Dengan canggung ia mengulurkan tangan dan memegang kedua bahu sang Naga. Setelah merasa mantap, sosok biru tanpa ragu berdiri. Melangkah masuk ke dalam kamar setelah beberapa sapaan kepada para Penyihir yang masih berdiskusi dengan hangat.
Si perak menunduk. Tanpa ragu menyembunyikan wajah di punggung Guardiannya.
Oh, sungguh ... sepertinya, tanpa sadar ia selalu menganggap dirinya adalah bayi kecil? Wajah putih dengan mudah memerah. Malu luar biasa membuatnya merasa tidak nyaman. Terlebih, Naga Muda inilah yang mendadak membuatnya sadar bawah ... minta digendong secara tidak langsung, Leo merasa bahwa ia memang bertingkah seperti bayi yang manja.