Baixar aplicativo
6.68% Another World Chronicles Universe / Chapter 42: Chapter 40. Serpihan Ingatan

Capítulo 42: Chapter 40. Serpihan Ingatan

Suryadi mengecek jam tangannya. Dia ingin sekali masuk ke dalam aula tersebut. Namun pemandangan berupa kobaran api, hembusan angin hingga semburan air yang membesar. Itu sihir milik Aisyah Marwadhani. Seorang gadis berhijab yang menguasai sihir di dunia.

Kedua matanya tidak pernah lepas dari pertarungan ini. Menganalisa setiap pergerakan keenam orang yang terpilih. Di belakangnya, seorang perempuan dengan mengenakan jilbab warna hitam. Mengenakan kacamata lensa, melotot ke dalam aula. Perempuan itu menyergahnya, hingga Suryadi terloncat.

"Apa yang mereka lakukan?"

"Risma kah? Bikin kaget saja!"

"Habisnya, anda terlalu sibuk mengamati sih."

Risma membetulkan kacamatanya. Terlihat keenam orang sedang mengayunkan pedang. Tetapi dia tidak mengerti mereka mengacungkan ke arah mana. Kemudian, keenam orang tersebut membentuk sebuha lingkaran. Memegang senjata masing-masing. Risma kaget, salah satu dari mereka membawa senjata api.

"Apa yang kalian—"

Suryadi buru-buru membungkam mulutnya. Mulutnya mendesis supaya Risma diam. Anggukan kepala Suryadi berkali-kali putus asa pada Risma. Dia mengetuk pergelangannya untuk melepaskan dirinya. Suryadi pun menurut. Dia melepaskan bekapannya, menunggu Risma menarik napas.

"Kenapa saya tidak boleh masuk?"

"Itu permintaan dari Jimmy Suherman. Dia lagi mengetes kemampuan mereka," bisiknya.

"Mengetes mereka? Keenam orang ini masuk SMA. Apa beliau gila?"

"Justru itulah, aku ingin merahasiakan hal ini dari siapapun. Termasuk kau, karena organisasi Shadows mulai bergerak," bisik Suryadi.

Seketika, Risma menoleh ke wajah Suryadi. Mulutnya sedikit terbuka, kemudian menutup lagi serta tangan kanan membekap bibir wanita itu. Meski usianya masih muda, Suryadi melototi cara bersikap yang mengedepankan logis. Dia melihat suatu pemandangan agak aneh.

Dia membuka pintu pelan-pelan. Tetapi hembusan angin begitu kencang. Kepakan sayap kelelawar membentang di atas Risma. Wanita berkerudung hitam melongo. Sosok Jersey Devil muncul. Jeritan dari mulut Risma.

"Gawat!"

Dahi Jimmy mengerut. Tidak mampu mencegahnya. Namun Aisyah menggunakan elemen angin untuk mendorong Florensia dan Miranti ke arah Jersey Devil. Tubuh mereka terlontar sambil mengayunkan pedang mereka dari dua sisi. Jersey Devil terkena tebasan. Darah bercucuran di lehernya. Kedua mata Aisyah berkonsentrasi penuh.

"Florensia, Miranti, minggirlah!" perintah Aisyah.

Keduanya mengikuti instruksi Aisyah. Miranti mendorong Suryadi dan Risma ke luar aula. Florensia ke samping untuk menghindar. Aisyah melepaskan tembakan anak panah sihir. Partikel sihirnya terpecah menjadi ratusan anak panah berelemen angin. Mengenai tubuh Jersey Devil. Belum sampai disitu serangan Aisyah. Dia melepaskan tembakan lagi. Kali ini berganti dengan elemen api yang berkobar.

"Memang benar kalau kami tidak bisa membunuhmu. Tapi kami bisa menghentikan aksimu."

Ucapan Aisyah mulai diikuti Rachel, Fanesya dan Ivan. Meski ketiganya tidak mengerti hal itu. Tetapi mereka turut membantu Aisyah. Fanesya yang menggunakan skill [Eagle Vision], mencari titik kelemahan pada Jersey Devils. Kedua bola mata berkedip sekaligus bergerak secara acak. Tidak pernah lepas dari pandangan tubuh Jersey Devils. Ivan menarik pelatuknya ke langit. Berteriak dengan lantang sambil berkata, "monster jelek! Kemarilah, dasar makhluk tidak jelas!"

Namun provokasi Ivan belum mempan terhadapnya. Rachel turut membantunya, menarik napas dalam-dalam. Lalu mengeluarkan teriakan kencang. Tetapi teriakan tersebut bukanlah teriakan biasa. Pita suara melengking bercampur dengan suara misterius. Menghasilkan gelombang suara aneh. Akibatnya, Jersey Devils tidak terima. Menerjang Rachel yang ada di depan. Ivan mendorong Rachel ke samping, mengacungkan rifle ke dalam mulutnya. Lalu ditariklah pelatuknya. Hujan peluru di dalam mulut Jersey Devil. Matanya melotot tidak percaya. Dengan cekatan, dia berhasil mengeluarkan tangan dari mulutnya yang terbuka lebar.

"Sekarang!"

Florensia, Miranti dan Aisyah melakukan serangan akhir. Ketika mereka melakukannya, Jimmy menjentikkan jari. Tubuh Jersey Devil menghilang tertiup angin.

"Cukup sampai disini pertarungannya."

Namun mereka tidak bisa berhenti. Helaan napas kasar dari mulut Jimmy. Dia menggaruk-garuk kepala, mengacungkan jari ke Florensia, Aisyah dan Miranti untuk berhenti. Ketiga senjata saling bergesekan. Hingga mereka terpental ke tiga arah berbeda. Tarikan napas keluar dari mulut ketiga gadis itu.

"Sudah cukup. Aku tidak ingin bertempur lagi," kata Florensia.

"Aku juga. Lagipula, Jersey Devil sudah menghilang, bukan?" sahut Miranti.

Aisyah menghilangkan keberadaan benda busur dan anak panah sekaligus. Nampaknya, kelima orang kecuali Fanesya terkejut dengan Aisyah.

"Luar biasa kau, Aisyah! Serangan barusan luar biasa!"

"Seperti 'dasshhhhh' 'boommm' 'wiiinngg'!" ucap Rachel mendekskripsikan sebuah ledakan dan serangan anak panah.

"Maaf. Aku tidak mengerti bahasa alien," kata Aisyah mencoba berbicara sopan.

"Itu bukan bahasa alien, tahu!" sembur Rachel.

Mereka berenam tertawa terbahak-bahak melihat percakapan Aisyah dengan Rachel. Fanesya tidak terkejut karena dirinya pernah ditolong oleh dia saat diserang oleh pencuri saat masih bangku SMP kelas satu. Pada awal mulanya, pencuri dibiarkan mencuri barang. Ketika Fanesya mengejarnya, Aisyah mencegahnya. Gadis berkerudung celingak-celinguk sekitar. Dia pun melepaskan sebuah tembakan berupa anak panah. Namun bukan anak panah pada umumnya. Melainkan sebuah sihir murni. Untuk pertama kalinya, dia menggunakan sihir di depan mata kepalanya sendiri. Pelaku berhasil diringkus.

Ketika ditanya oleh polisi mengenai siapa orang yang menangkapnya, Fanesya menjawab Aisyah dengan menggunakan tali karet gelang. Mereka tidak percaya begitu saja. Tetapi mengingat posisi ada pohon di sampingnya serta paku yang tertancap di sana, mereka langsung percaya begitu saja. Mendengarnya saja membuat Fanesya tidak bisa berhenti tertawa selama seminggu penuh.

Mereka pun berkumpul untuk berbincang. Tidak terlihat ada ketakutan sama sekali. Walau demikian, ada ketidaknyamanan pada sikap Ivan. Terlebih dia hanya satu-satunya laki-laki di sini.

Aisyah merasakan sebuah ingatan kilas balik. Dia merasakan hal yang tidak biasa. Kepalanya terasa begitu sakit. Mencoba sebisanya untuk melupakannya. Rachel, Ivan, Aisyah dan Florensia merasakan tekanan luar biasa.

Tidak hanya mereka, Jimmy dan Suryadi merasakan nyeri di bagian kepala. Risma mencoba menolong keduanya. Tetapi dia tidak mampu berbuat apa-apa. Termasuk Miranti. Di pintu belakang, terlihat Sakurachi dan Goro menarik napas panjang.

"Sudah dimulai."

"Efek samping perbuatan kita," gumam Goro.

Mata Florensia mendelik. Tubuhnya mengalami transparan. Dia melirik SMA Kartika Jaya yang begitu kokoh. Melihat sebuah adegan yang tidak biasa. Terlihat Aisyah mendengar sebuah teriakan, ketika selesai bicara sama Ivan. Florensia bersembunyi di balik dinding. Sampingnya, ada sebuah pintu ruang guru. Beruntung, pintunya terkunci dari dalam. Ditambah tidak ada satu orang yang melihat dirinya. Ini masa lalu Aisyah? gumam Florensia dalam hati.

"Tolong!"

Aisyah bergegas ke asal suara tersebut. Dia melihat dompet seseorang telah dijambret oleh perampok. Aisyah tidak tahan melihatnya, bergegas untuk menolongnya. Satpam berusaha berlari. Tetapi dihalangi oleh perampok hingga sebuah pukulan mendarat ke bagian perutnya. Satpam itu mengerang kesakitan, tidak bisa melakukan apapun. Dia melihat Aisyah sedang membuka pintu sekolah.

"Hei, kau mau ngapain?"

"Tentu saja menyelamatkan korban pak! Saya tidak bisa diam saja!"

Aisyah berhasil membuka pintunya. Langsung menendang perampok tersebut dengan menendang dari arah belakang samping kiri. Kedua perampok tersentak akan tendangan Aisyah. Kaki mereka terseret, nyaris berada di tengah jalan yang dipenuhi lalu lalang kendaraan.

"Huh! Rupanya kau mau jadi pahlawan ya?" teriak salah satu perampok.

"Pahlawan? Kurasa kau salah. Aku berniat mengambil dompet yang kau bawa itu," ucapnya bernada datar, mengacungkan jari telunjuk.

Para perampok berlari kencang, mengarahkan pukulan padanya. Salah satu dari mereka menerjangnya dengan sebilah pisau. Aisyah menghindarinya, sekaligus melancarkan pukulan bertubi-tubi ke perampok. Namun mereka menangkis serangan Aisyah. Dia berdecih kesal. Aisyah memilih menendang kepala mereka. Dan tepat sasaran, mengenai pelipis mereka hingga terkena pohon besar. Namun Aisyah menyadari akan berhadapan perampok yang piawai bela diri. Florensia berlari sambil melihat pertarungan antara Aisyah melawan para perampok. Mulutnya terngaga saat gadis berkerudung lihai dalam bela diri. Gerakan yang lincah dan tepat sasaran, membuat Florensia terkesan terhadapnya.

"Kemampuan yang luar biasa," puji Florensia pada Aisyah.

Di sisi lain, para perampok membuang air ludahnya. Mereka membuka pisau lipat, menggenggam ujungnya dengan erat. Aisyah meninju mereka berdua. Tetapi perampok membalasnya dengan menusuknya. Aisyah menangkis pergelangan tangan hingga pisau lipatnya terjatuh. Lalu membantingnya dengan sekuat tenaga. Salah satu perampok tersungkur ke tanah. Aisyah mengambil pisau lipatnya di tangan mereka, mengacungkan ke bagian leher perampok. Tetesan darah merembes ke tulang selangka kanan.

"Menyerahlah," ucap Aisyah bernada mengancam.

"Huh! Siapa bilang mau menyerah kepada gadis bodoh sepertimu?"

"Apa katamu?" Aisyah merasakan langkah derapan dari arah belakang.

Ternyata perampok mendapatkan bantuan sejumlah tiga orang. Ketiganya membawa senjata tajam. Aisyah meninju perampok yang tidak berdaya hingga tidak sadarkan diri. Satpam yang tidak mampu berbuat apapun, berlari untuk memanggil para guru bersangkutan. Sedangkan Ivan terhenyak melihat Aisyah begitu berubah saat menghadapi para perampok. Malahan, kedua matanya semakin berkilau. Gadis berkerudung mulai semangat untuk mengalahkan mereka.

Sementara itu, para perampok terus melakukan serangan balik. Aisyah dapat menghindarinya dengan mudah. Malahan, pergerakan para perampok semakin lambat. Mulut Florensia ternganga dengan kemampuan olehnya. Tangan kanan berusaha menggapainya. Aisyah mengambil kesempatan tersebut, memutarbalikkan badan salah satu perampok, mencengkram lengan kirinya dan memlintir salah satu perampok. Akibatnya, dia mengalami nyeri pada lengan kirinya.

"Sakit!"

Namun suara jeritan perampok tidak diindahkan oleh rekannya. Aisyah tahu akan hal itu. Dia menyikutnya ke bagian lehernya hingga tersedak. Kemudian menendang sekuat tenaga. Salah satu perampok menyerang dari arah belakang. Langkah derapan Aisyah terdengar tajam. Dia menyikut ke wajahnya hingga darah keluar. Setelah mereka tidak berdaya, dia mengambil barang curian dari korban, lalu memberikannya secara cuma-cuma.

"Terima kasih nak. Saya berhutang budi kepada anda," ucapnya berterima kasih.

"Aduh tidak perlu berterima kasih segala. Saya hanya membantu orang sedang kesulitan," katanya memasang ekspresi senyum.

Di satu sisi, Aisyah baru menyadari bahwa melawan para perampok agak keteteran tanpa ada busur dan anak panah. Baru berjalan beberapa langkah, ada sesuatu yang aneh dalam diri mereka. Para perampok yang barusan dikalahkan, tiba-tiba bangkit kembali dengan ekspresi wajah yang aneh. Semakin lama semakin mengerikan. Malahan, para perampok bergumam seolah-olah menyalahkan Aisyah atas kejadian yang menimpanya. Aisyah berdecih kesal. Ada sesuatu yang aneh dalam diri mereka. Aku harus berhati-hati, katanya dalam hati.

Florensia mendongak pada seseorang yang sedang berdiri di atas pohon. Laki-laki mengenakan seragam putih. Lirikan tajam padanya. Di lain pihak, laki-laki mengenakan seragam putih merasakan aura tekanan luar biasa. Dia melirik sekitarnya. Nyatanya, tidak ada siapa-apa di sana. Laki-laki berseragam putih hanya mengangkat kedua bahunya, melanjutkan aksi selanjutnya. Kedua jemarinya saling bersentuhan. Menjentikkan jari selama beberapa detik. Sihir elemen petir mengenai salah satu perampok.

"Bersiaplah, wahai zombie-zombieku."

Salah satu perampok langsung mengayunkan sebilah pisau mengenainya. Tetapi Aisyah dapat menghindarinya. Lalu perampok lainnya menyerang. Kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Aisyah terus menghindarinya. Tapi semakin dia menghindar, semakin susah untuk melakukan serangan balik.

Mata merah menyala-nyala, membuat bulu kuduk Aisyah bergidik. Dia kini tidak bisa meremehkan para perampok. Sekaligus ingin mengetahui situasi perubahan drastis mereka.

Ivan berencana melaporkan kepada para guru untuk membantu Aisyah. Dengan begitu, dia terhindar dalam bahaya besar. Akan tetapi, kemampuan para perampok berbeda dibandingkan sebelumnya. Seperti ada sesuatu yang memacu adrenalin mereka.

"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"

"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"

Hanya kalimat itulah yang keluar dari mulut masing-masing perampok. Ivan merasakan hawa dingin menusuk dalam kulitnya. Namun dia memutarbalikkan badan, membantu Aisyah.

"Aisyah! Aku datang membantumu!" teriak Ivan.

"Bodoh! Hentikan!"

Ivan mengabaikan peringatan Aisyah. Dia mengambil kunci inggris yang tergeletak di jalan. Lalu mengayunkan ke bagian kepala salah satu perampok. Namun, salah satu dari mereka mencengkram lengan Ivan. Semakin lama, semakin kuat cengkramannya hingga dia kesulitan untuk menggerakkan lengannya. Ivan mengerang kesakitan. Dia terus menendang ke bagian pinggang perampoknya. Sayangnya, tendangannya melemah. Sebaliknya, perampok yang mengenakan masker memukul ke bagian perut Ivan hingga muntah darah. Dia terpental ke pagar sekolah hingga tidak sadarkan diri.

"Ivan! Sialan kau!" teriak Aisyah mengekspresikan kekesalannya.

Aisyah melancarkan pukulan dan melakukan tendangan memutar. Sayang, salah satu perampok berhasil lompat. Dan melakukan serangan balik. Aisyah mencoba fokus serangan balik dari para perampok.

Sebuah sinar terpantul mengenai Aisyah. Jika dilihat dari sekilas, ada clurit yang ditaruh di bagian punggungnya. Belum lagi pisau lading atau golok. Perampok bermakser mengayunkan pisau lading ke Aisyah. Tapi dia berhasil menahannya. Di belakangnya, terdapat perampok membawa clurit. Gadis hijab itu melakukan tendangan dari arah depan. Tidak lupa juga menjegal kaki hingga perampok tersebut terjatuh. Aisyah langsung menghantam wajahnya sekeras mungkin hingga pingsan. Perampok membawa clurit mengayunkan berkali-kali, mencoba mengenai Aisyah. Tapi dia terus menghindarinya tanpa henti. Clurit yang dipegang bersimbah darah. Diduga ketiganya dapat menggunakan clurit dengan baik. Akan tetapi, tanpa senjata seperti busur dan anak panah, Aisyah tidak mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Keringat dan napasnya tidak beraturan. Mata Aisyah mulai tidak fokus akibat keletihan. Dia tidak punya waktu untuk menghirup napas dengan cepat. Perampok membawa clurit terus mengayunkan tanpa henti. Aisyah memilih bertahan dan menghindar sekaligus. Gadis berkerudung dipenuhi banjir keringat, Dengan terpaksa, Aisyah tidak memiliki pilihan lain kecuali menyimpan tenaga sembari mencari celah untuk menyerang balik.

Namun sebenarnya, Aisyah dilanda dilemma. Dia ingin menggunakan sihir untuk menyerang balik. Namun disisi lain, dirinya tidak mau menjadi pusat perhatian banyak orang.

Lirikan mata di sekitarnya. Tangan dicoba dirapalkan. Mengecilkan suaranya.

"Haruskah aku menggunakan sihir?" gumam Aisyah.

Aisyah terus menghindarinya tanpa henti. Kaki kirinya mengalami tekanan luar biasa, sehingga tersungkur ke tanah. Mata kirinya mengatup rapat. Sedangkan mata kanan melototinya. Aisyah terpaksa memukul kaki kirinya untuk berdiri tegak.

"Tidak ada pilihan lain!"

Dia pun merapalkan mantra. Dua Rune sihir melayang di udara. Tulisan dengan bahasa kuno digambar tanpa ada yang menyentuhnya. Petir menyambar dari langit. Mengenai rune sihir milik Aisyah. Aliran listirk mengelilinginya. Jari telunjuk Aisyah mengacungkan ke para perampok yang kesurupan.

"[Lightning]!"

Petir langsung menyambar ke para perampok hingga tubuhnya tersetrum. Semua orang terkena kilauan cahaya dan petir sekaligus. Mereka menutup mata. Ada beberapa orang merekam kejadian tersebut. Aisyah menyambarkan petir ke smartphone atau alat komunikasi yang dapat merekam suatu peristiwa. Sampai-sampai, smartphone bau gosong dan kondisi layarnya hitam atau mengalami retak.

Aisyah sudah selesai menghancurkan smartphone yang berpotensi menjadikan dirinya viral. Begitu juga dengan kamera dan alat-alat lainnya. Dia juga melihat para perampok mulai tidak sadarkan diri. Berkat [Lightning] miliknya, mereka tidak akan bisa berdiri lagi. Jadi, dia menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

Florensia yang mengintipnya, mengernyitkan dahinya.

"Aisyah, kenapa kau menghancurkan smartphone? Apa segitunya kau tidak ingin terkenal," gumamnya.

Namun, ekspresi Aisyah terlihat diliputi rasa bersalah mendalam. Apalagi dia dikelilingi banyak orang. Perkataannya sudah pasti dibantahkan oleh mereka.

Florensia merasakan gejolak dalam diri Aisyah. Gadis bandana merah polkadot mengepalkan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa kemampuannya bisa membuat orang ketakutan. Bahkan sampai dijauhi oleh orang-orang. Florensia paham akan situasinya.

"Florensia, kau bisa mendengarku?" ucap laki-laki menggema.

"Y-ya! Aku mendengarmu."

"Dengarkan aku baik-baik! Kau berada The Block Universe Theory. Sebaiknya kau harus mencari teman-temanmu. Kemungkinan besar, mereka tersesat ke ingatan memori lama."

"Memori … lama?"

"Tidak ada waktu untuk jelaskan. Pokoknya, kau harus menyusup ke serpihan waktu. Bisa dibilang, peristiwa yang kumaksud berwujud serpihan waktu akibat ledakan yang ditimbulkan Gufron."

Jantung Florensia berhenti berdetak. Dia menutup mulutnya. Hanya mengangguk pelan menyeka keringat di seluruh wajahnya. Florensia berjalan melintasi waktu. Mencari tahu keberadaan mereka berada.


PENSAMENTOS DOS CRIADORES
Dimas_Pratama Dimas_Pratama

Akan ada kesamaan dari chapter sebelumnya. Perbedaannya, nanti akan ada penjelasan dari sini.

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Creation is hard, cheer me up!

next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C42
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login