Baixar aplicativo
5.07% Anna and The Beast / Chapter 17: Tukang Ngadu!

Capítulo 17: Tukang Ngadu!

Anna berusaha melepaskan diri dari tangan kokoh Malik yang menekan kepalanya. Ciuman karena hasrat sesaatnya, kini mengunci Anna dalam permainan yang muncul tiba-tiba.

"Hmmmph!"

Anna kehilangan napas, menarik diri menjauh, tetapi tangan Malik bergerak cepat. Meraup tubuhnya dengan sigap.

"Malik!" Anna berhasil membuka mulutnya, "lepaskan—"

Suaranya menghilang, Malik seperti orang kelaparan yang tidak akan membiarkan makanannya pergi.

Cukup lama Anna bergulat dengan tubuh kekar suaminya, sampai lengan gaunnya melorot. Dan akhirnya gadis itu berhasil membebaskan diri.

Anna berdiri terengah-engah, "Fuck!"

Sementara suaminya melanjutkan tidur, seperti tidak ada yang terjadi. Anna melompat ke ranjang, memerhatikan Malik dari jarak dekat. Sangat dekat, hingga napas hangat suaminya menyentuh kulit pipinya.

"Bangun, Malik!" ucap Anna dengan suara yang pelan. Ada keraguan dalam nada suaranya, tetapi juga ada kekesalan yang besar.

"Aku tahu kau hanya pura-pura tidur, Malik. Jadi bangunlah!" Intonasi suara Anna sedikit tinggi.

Namun, sosok yang berusaha dia bangunkan, tetap terlelap. Dengan mata terpejam, dan napas yang naik turun.

Anna melihat segelas air di meja, lalu tersenyum tipis. Jika Malik terus berpura-pura seperti itu, dia masih memiliki 1000 cara untuk membangunkannya. Yap, 1000 cara.

Anna pun meraih gelas itu, menatap perut suaminya lalu jatuh pada bagian tengah. Bagian pusat sang suami.

"Kalau kau tetap tidak mau bangun, jangan salahkan aku atas apa yang terjadi, Malik!" Anna memberi somasi terlebih dulu.

"Malik!" panggil Anna seraya menyentuh pundak suaminya.

Menit berlalu, dan tidak ada perubahan apa pun. Suaminya tetap memejamkan mata dengan tenang.

Anna menatap kesal, tanpa pikir panjang.

Byur!

*

Malik terbangun di ruang yang tidak asing, tetapi ruang itu jelas bukan kamarnya. Pening seketika menyerang. Pria itu menepuk kepalanya dengan pelan, seraya mengambil posisi duduk di tepian ranjang.

Malik mengumpulkan kesadarannya, sampai dia menyadari satu hal, dia tidak mengenakan celana, pun tidak juga dengan celana dalam. Dia pun buru-buru mengambil selimut.

"Ahhh!" Anna terbangun, mengeluh karena tubuhnya yang tertarik sedikit.

"Ada apa Malik? Kenapa kau merebut selimutku?" ucapnya dengan suara yang berat.

Malik mengalungkan selimut itu pada pinggangnya, kemudian berdiri dengan mimik wajah bingung.

Apa yang terjadi semalam? Kenapa dia ada di kamar Anna dengan celana yang sudah tidak ada?

"Semalam, apa aku melakukan sesuatu?" tanya Malik.

Dia dalam keadaan mabuk, mungkin saja dia sudah melakukan hal yang tidak pantas pada istrinya.

Anna menguap pelan, Malik membangunkannya hanya karena masalah ini?

"Tidak ada, kau tidak perlu setegang itu. Dan kembalilah tidur," Anna menoleh jam kecil di atas nakas. "Ini masih jam 3 pagi, Malik."

Anna menepuk ranjang, meminta Malik tidur di sebelahnya. Kemudian, gadis itu merebahkan tubuh, memunggungi Malik.

"Maaf, aku harus kembali ke kamar." Malik memutar tubuhnya.

"Kau ingin kembali dengan selimut di pinggang?" lontar Anna.

Malik menghentikan langkah. Memutar kepalanya menatap Anna.

"Sudah kubilang, kau tidur di sini saja, Malik. Besok, aku yang akan mengambilkan pakaianmu," kata Anna, matanya sangat lengket, tetapi dia tidak bisa diam. Melihat suaminya yang nekat keluar dengan kondisi yang memalukan.

Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang rumah jika mengetahuinya?

Malik berpikir sejenak, yang diucap Anna tidak salah. Tetapi, sejujurnya Malik masih risih berada di samping istrinya.

Seakan tidak ada pilihan lagi, akhirnya Malik kembali ke ranjang.

"Aku akan mengambil selimut lagi," Anna turun dari ranjang dengan mata yang memejam.

"Apa yang terjadi?" Malik tiba-tiba melontarkan tanya.

Glek!

Anna menelan ludahnya. Tidak mungkin, dia bilang kalau ini adalah salahnya. Dia yang menyiram air pada celana Malik, dan setelahnya dia juga yang membereskan masalah yang sudah dia buat itu.

"Kau muntah," bohong Anna. "Tapi tenang, aku sudah membereskannya. Dan sungguh, aku tidak melihat apa pun."

Sedikit, batin Anna.

Malik mengernyit, "Kau melakukannya sendiri? Kenapa tidak memanggil pelayan?"

"Ck!" Anna hanya ingin tidur, tetapi suaminya malah menginterogasi memberi banyak pertanyaan.

"Ini sudah malam, aku tidak mau membangunkan orang tidur hanya karena masalah kecil ini," tandas Anna.

Malik tak puas dengan jawaban itu. Kenapa Anna melakukannya sendiri? Kenapa tidak meminta bantuan orang?

"Harusnya kau meminta pelayan yang melakukannya, kau juga bisa meminta pengawal yang berjaga. Bukankah—"

"Sstttt!" Anna berdesis keras, membalikkan tubuhnya. "Tersisa dua atau tiga jam lagi sebelum matahari terbit, Malik. Dan, jangan mengajakku bicara, oke!"

Belahan yang menonjol membuat Malik memundurkan tubuhnya. Tak hanya dress kurang bahan, kini istrinya mengenakan pakaian tipis yang bahkan memperlihatkan brenda berwarna keunguan.

"Kau memakai ini saat pengawal membawaku tadi?" tanya Malik. Masih teringat jelas sebelum dia kehilangan kesadarannya, dia bersama seorang pengawal.

"Hu.uh," jawab Anna singkat.

"Kau ...!" Malik mengusap wajahnya dengan kasar. "Apa kau tidak punya pakaian yang jelas?" celotehnya.

Kata itu berhasil membuat Anna membuka mata, Malik berhasil mengusiknya.

"Dengar, aku sudah terbiasa dengan pakaian seperti ini. Dan ini sangat nyaman," kata Anna.

Malik menarik napas dalam-dalam, "Aku tidak suka melihatnya!"

Anna merapatkan kedua tangannya di dada. "Dan aku suka memakai ini. Jadi yang perlu kau lakukan, ya jangan melihatnya. Oke?"

Malik mengusap wajahnya lagi. Tidak hanya itu, dia juga tidak suka kalau orang lain melihat istrinya dengan pakaian terbuka seperti itu.

"Terserah!" Malik merebahkan tubuhnya, memunggungi Anna.

"Hmmhh!" Anna mendengkus, kembali tidur. Dia juga memunggungi Malik.

'Dasar nggak jelas!' rutuk Anna dalam hati.

Keesokan paginya, saat Anna terbangun, dia sudah tidak melihat Malik di sebelahnya. Pria itu menghilang, dan masih meninggalkan rasa kesal dalam hati Anna. Namun, tak hanya itu, rasa panas masih memenuhi rongga dada Anna. Sisa ciuman arogan semalam masih ada, bibirnya masih terasa berat.

Anna menyentuh bibirnya dengan ujung jarinya. Masih terekam dengan jelas bagaimana pria itu melakukannya, dan sampai detik ini, Anna tidak tahu apa saat itu Malik sadar atau tidak.

Klek.

Lily dengan dua pelayan yang masuk membuat Anna terkejut.

"Selamat pagi, Nona," sapa Lily ramah.

"Ah, iya. Selamat pagi juga, Lily," sahut Anna gugup.

Dua puluh menit kemudian, Anna yang sudah rapi dengan dress juga dandanan ringannya segera turun.

"Selamat pagi, Bu," sapanya pada Geeta yang berada di ruang tengah.

"Anna," Intonasi suara Geeta berubah. "Ibu perlu bicara sama kamu."

*

"Malik bilang dia sudah membicarakan perihal bagaimana kamu berpakaian dan kamu menolak pendapat suamimu itu!" Geeta bersedekap dada. Kadang-kadang, dia perlu tegas pada putrinya itu.

"Tidak seperti itu, Bu. Aku—"

"Diam!" Geeta membentak. "Ibu sudah tahu pakaian yang kamu pakai kemarin itu," tandasnya.

Geeta pikir Anna memakai itu karena Malik yang menginginkannya, tetapi setelah tahu kebenarannya, Geeta tidak bisa diam saja.

"Kumpulkan pakaianmu yang seksi-seksi itu! Sekarang!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C17
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login