"Akh... Aduh ini pinggang kenapa jadi tambah parah sih?" Aku mengelus dan memijat pinggang disisi kananku, tapi yang ada aku malah semakin meringis kesakitan.
Tak tahan dengan rasa sakitnya, kuputuskan untuk merebus air hangat dan menunggunya beberapa saat hingga air itu cukup hangat. Aku segera mengambil kain kering yang kemudian aku basahi dengan menggunakan air hangat itu.
Segera ku letakkan pada pinggang, ku lilit dan ku tali. Bajunya sengaja aku angkat sedikit agar tidak membasahi bajuku, aku tidak ingin membuang-buang pakaian.
"Aduh sekarang mau ngapain yah? Hmm... Masak aja deh."
Segera kubuka lemari pendingin, mengambil beberapa bahan makanan lalu kupotong sayur yang ada disana, segera memasukkannya kedalam panci dan mengaduknya.
Aku segera membuat sup ayam. Jarang sekali aku memasak ayam, aku membelinya pun karena uang upah dari Bu Fatmah tadi.
"Okay... Sekarang tinggal jemput Arkan." Ucapku dalam hati, segera melepaskan kompresan dan segera pergi berjalan ke arah luar rumahku.
Aku segera menjalankan sepeda motorku, dan pergi ke sekolahan Arkan, semoga Arkan tidak marah padaku. Motor vespaku ku parkir didepan gerbang sekolahnya, dan aku menunggu disana. Tapi disaat aku menunggu, tiba-tiba saja seorang pria keluar dari mobil sport mewahnya.
Yah.. pria itu adalah ayahnya Cinta.
"Eh Pak... Selamat siang..." Ucap ku sembari membungkuk 90 derajat.
"Jangan panggil saya bapak. Saya terlihat begitu tua yah?" Tanyanya dengan menyengir.
"Hm?" Aku sedikit terkejut. Bukankah dia sudah beristri dan memiliki satu anak?
"Saya ini nikah muda, usia saya baru saja 27 tahun. Jangan memanggil saya bapak." Jawabnya.
Aku mengangguk lalu mengalihkan pandangan, karena tidak kuat melihat aura ketampanan nya itu.
"Gwen kan yah? Ibunya Arkan?"
Aku mengangguk patah-patah. Duh... Aku kan bukan ibunya Arkan, nanti kalau ditanya mana suaminya, aku jawab apa dong?
"Mamanya Arkan kelihatan masih muda, apa aku tidak salah?"
"Eh... Iya." Jawabku dengan tersenyum tipis. Sebenarnya aku ingin segera pergi karena malu.
Puk!
Handphone ku terjatuh, membuatku harus membungkuk lebih dalam dan mengambil benda pilih panjang itu, yang sebenarnya aku hampir menangis karena menjatuhkan benda berharga itu.
"Akhh!" Pekikku saat berusaha untuk memungutnya, namun yang ada pinggang ini kembali terasa nyeri.
Rasa ngilu dan nyeri yang menjadi satu, membuat dirinya mengeluarkan butir air mata.
"Aduh... Sakit banget... Hiks. Hiks." Aku menangis karena benar-benar sakit sekali rasanya.
Sepertinya benar deh, pinggang ku terkilir. Tapi masa iya pinggang terkilir? Udah kaya orang tua aja aku.
Tapi mengangkat 30 galon sendirian... Bukankah itu wajar?
"Eh? Gwen, kenapa?" Tanya papanya Cinta.
"Hmm.... Tidak apa-apa. Hanya saja tiba-tiba saja pinggang saya sakit." Jawabku dengan menyembunyikan rasa malu.
"Oh mari saya bantu, sekarang kamu saya anterin--"
"Papa!!" Teriak Cinta.
Dia berlari dan memeluk Papanya itu, sedangkan Arkan segera berjalan berlalu melewati Gwen.
"Arkan, kamu udah pulang? Mau kemana?" Tanya Gwen yang langsung mengambil ponsel dari tangan papanya Cinta.
"Aku mau pulang sendiri!" Celetuknya.
Papanya Cinta dan cinta mengamati kedua orang yang sedang berselisih.
"Tapi kan Arkan masih kecil, nanti kalau ada yang nyulik Arkan gimana?" Tanya Gwen sembari berjongkok dengan penuh hati-hati.
"Ga peduli!"
"Ih udah ngambeknya... Iya maafin mama deh, janji ga bakalan ngelarang Arkan ketemu papa lagi, okay? Sekarang peluk dulu... Jangan marah lagi." Aku telah merentangkan kedua lenganku pada dirinya.
Tapi yang ada anak kecil itu malah memeluk papanya Cinta.
"Aku tidak suka sama mama!" Bentaknya.
"Arkan!" Teriakku dengan nada meninggi, membuat anak itu langsung tersentak.
"Eh? Ga apa-apa Gwen. Nanti Arkannya aku anterin kerumah kamu aja."
Aku menggeleng, Arkan adalah anak yang menyebalkan, jika dia bersikap seperti ini, yang ada Gwen jadi malu.
"Ya udah... Tapi aku maunya naik sepeda motor sama om Mahen!" Ujarnya sembari mempoutkan bibirnya, itu menggemaskan sekaligus mengesalkan.
"Aduh... Kamu jangan merepotkan orang dong Arkan. Papanya Cinta itu sedang sibuk, jangan--"
"Tidak apa-apa kok Gwen. Aku bolehkan pakai motor kamu?"
Aku mengangguk kaku, kemudian kami berempat duduk berboncengan dimotor Vespa ku.
"Cinta ga mau naik! Cinta takut... Cinta pulang pakai mobil papa aja..." Ujar Cinta ketakutan.
"Ngga apa-apa Cinta, sini Tante pangku." Jawabku.
****
Sekarang posisinya adalah Gwen dan Cinta berada di jok belakang, Cinta berada dipangkuannya, lalu Arkan ada di depan dengan posisi berdiri dan Papanya Cinta---yang tidak salah namanya adalah Mahen ini sedang mengendarai motor milik Gwen.
"Terima kasih Pak--"
"Kan sudah saya bilang jangan panggil saya bapak, memangnya aku bapakmu?" Ketusnya dengan sedikit tersinggung.
"Terus saya harus panggil siapa?" Tanya Gwen menaikkan alis sisi kanannya.
"Panggil nama saya saja. Oh saya lupa belum mengenalkan diri yah? Kenalkan, nama saya Mahen Putra Rajendra." Ungkapnya dengan tersenyum lebar.
"Hmm... Iya, nama saya Gwen Adella Maharto."
Dia langsung menjabatkan tangannya. Lalu dengan cepat Cinta dan Arkan mengejek mereka berdua.
"Cie... Cie.... Cie...." Seru Arkan yang membuat Gwen memerah.
"Eh! Arkan! Cinta udah punya mama, jangan gitu, nanti Cintanya marah. Maaf yah Cinta... Memang Arkan ini suka semba--"
"Tidak apa-apa Tante. Cinta tidak punya mama kok." Ucapnya dengan tersenyum lebar.
"Eh?"
Cinta hanya tersenyum lebar lalu menggandeng Arkan untuk masuk ke dalam rumahnya Arkan yang ingin dia tunjukkan tadi.
"Maaf... Saya tidak bermaksud tadi." Ucapnya.
"Tidak apa-apa. Saya juga tidak tersinggung kok. Maklumlah anak kecil..."
Gwen mengangguk sembari menggaruk tengkuknya, lalu mempersilakan Pak Mahen untuk masuk ke dalam rumahnya.
Dia membuka tudung saji di meja makan, lalu menuangkan nasi ke 4 piring untung saja dia masak lebih hari ini, dan untungnya juga dia masak enak. Memang semuanya beruntung hari ini.
"Lho mama masak ayam? Tumben..."
"Iya tadi Bu Fatmah ngasih uang upah mama karena mengangkat gal--" ucapannya menggantung sebentar, lalu buru-buru menyambungkannya.
"Uang arisan." Sahutnya.
"Emangnya mama ikut arisan yah?" Selidik Arkan.
"Iya Arkan, udah jangan banyak tanya, buruan dimakan atuh..."
Dia melirik ke arah Pak Mahen yang menatap pinggang dan tanganya yang sepertinya terluka. Tapi dengan cepat dia menutupi tubuhnya, tidak ingin diperhatikan lebih detail.
"Kalian tinggal bertiga?"
"Berdua om." Jawab Arkan.
'duh Arkan...' batin Gwen.
"Loh?" Cinta ikut bingung.
"Udah masih kecil ga boleh tau urusan orang dewasa." Kata Pak Mahen yang untungnya langsung mengerti arti tatapannya Gwen.
Syukurlah....
Nanti kalau misalnya dia ditanya siapa suaminya? Dia harus jawab apa?
'jawab udah cerai apa mati yah....' batin Gwen dengan menimbang jawaban yang telah ia persiapkan untuk kedepannya.
'kalau cerai, gue masih muda banget, nanti dikira gue cewek ga bener. Kalo mati... Sedih amat hidup gue...' batinnya lagi.