"Kamu kenapa senyum-senyum kaya gitu? Kamu jangan mikir yang enggak-enggak ya. Aku ga akan ngapa-ngapain kamu. Dan kamu malam ini tetap tidur di kursi," ucap Hans memperingati Aleysa.
"Iya, Mas. Mas usaha makan belum? Mau aku ambilkan makanannya?"
"Ga usah. Ga usah sok peduli sama aku. Karena sampai kapan pun aku ga akan pernah bisa cinta sama kamu. Wanita yang aku cintai hanyalah Emily. Paham kamu?"
Lagi-lagi ucapan Hans dapat menggores luka di dalam hati Aleysa. Hans langsung pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sedangkan Aleysa terduduk diam di atas kursi. Air mata Aleysa lagi-lagi jatuh karena Hans. Aleysa langsung menghapus air matanya dan berusaha untuk tetap bersikap tegar menghadapi suaminya yang belum mencintainya sampai saat ini.
Akhirnya Aleysa berpindah tempat ke meja yang berada di samping tempat tidur. Aleysa duduk di sana dan mengambil buku harian dia. Aleysa menuliskan tentang perasaan sedihnya dengan sikap suaminya sendiri kepada dirinya.
"Langit ku. Dia itu bagaikan langit ku. Tetapi sayangnya langit ku selalu mendung. Bahkan tidak jarang hingga akhirnya dia turun hujan. Jarang sekali dia cerah seperti langit yang lainnya. Walaupun demikian, tetapi aku tetaplah berada di bawah naungannya. Karena dia adalah suami ku. Dan ku yakin, walau begitu, suatu saat nanti langit ku akan berubah menjadi cerah dan menghasilkan pelangi yang indah."
Tidak lama kemudian Aksa keluar dari dalam kamarnya. Aksa sedikit melihat Aleysa yang sedang menulis di atas bukunya yang kemudian dia masukkan ke dalam laci.
"Kamu ngapain?" tanya Hans.
"Engga, Mas. Aku ga ngapa-ngapain. Yaudah kalo gitu aku tidur duluan ya Mas. Selamat malam, Mas."
Aleysa langsung pindah ke sofa yang ada di dalam kamarnya. Dia menyelimuti tubuhnya dan berusaha untuk tidur malam ini. Sedangkan Hans masih memikirkan tentang apa yang sudah dia lihat barusan.
"Aku yakin banget kalo tadi Aleysa lagi nulis sesuatu di bukunya. Tapi nulis apa ya? Ah, ga penting juga. Ngapain si aku pikirin. Aku ga peduli mau dia nulis, atau ngapain. Terserah dia," pikir Hans di dalam hatinya.
Setelah itu Hans berbaring di atas kasurnya dan tertidur juga pada malam ini. Karena besok pagi Hans harus kembali ke kantornya untuk bekerja.
*******
Seperti kemarin pagi. Pagi ini Aleysa sudah menyiapkan segala keperluan Hans untuk bekerja. Tetapi lagi-lagi Hans tidak memakainya. Aleysa juga sudah membuatkan sarapan untuk Hans dan orang rumah yang lainnya. Tetapi Hans juga tidak mau memakannya. Hans lebih memilih untuk segera pergi ke kantor tanpa harus sarapan dengan makanan yang sudah di masak oleh Aleysa terlebih dahulu.
"Hans. Kamu mau kemana? Sarapan dulu sini," tanya Neneknya.
"Hans mau langsung ke kantor aja, Nek."
"Sarapan dulu lah sini. Itu Aleysa udah masakin buat kita. Masakannya Aleysa itu enak sekali loh."
"Iya, Hans. Masakannya Aleysa juara banget. Asisten rumah tangga aja sampai kalah," sambung Mamahnya.
Hans yang mendengar ucapan Mamahnya barusan merasa emosi. Karena Mamahnya justru lebih membela Aleysa daripada anaknya sendiri.
"Mamah ini apa-apaan si. Kenapa Mamah jadi ikut-ikutan puji-puji si Aleysa si? Nyebelin banget," ucap Hans di dalam hatinya.
"Engga Nek, Mah. Aku mau ke kantor sekarang juga. Karena aku ada meeting penting pagi ini."
"Yaudah kalo gitu aku antar ke depan ya," sambung Aleysa.
"Ga usah."
"Hans. Masa istrinya mau antar suaminya ke depan, kamu ga mau. Ga baik loh," jawab Neneknya.
"Terserah."
Hans pergi duluan begitu saja meninggalkan Aleysa. Tetapi Aleysa tetap mengejarnya untuk mengantarkan Hans berangkat kerja sampai di depan rumah.
"Kalo gitu Aleysa permisi dulu ya semuanya."
Di dalam hati Catline sudah memendam rasa emosi dengan Hans. Dia juga kecewa dengan apa yang sudah Aleysa lakukan untuk Hans.
"Kenapa si kak Aleysa masih aja bersikap manis ke kak Hans. Padahal dia udah sering banget di buat nangis sama kak Hans. Kalo kaya gini terus, itu namanya kak Aleysa nyiksa dirinya sendiri," ucap Catline di dalam hatinya.
******
Di luar rumah Hans.
"Hati-hati ya Mas berangkat kerjanya," ucap Aleysa.
"Kamu ga usah sok perhatian sama aku. Karena sampai kapanpun, aku ga akan pernah bisa perhatian sama kamu. Jadi kamu jangan berharap lebih dari aku."
"Aku ga mengharapkan apapun kok dari kamu. Aku lakuin ini semua karena emang udah menjadi kewajiban aku sebagai istri untuk mengurusi dan menghormati suami aku."
"Alah, udah lah kamu ga usah bahas suami istri di depan aku."
Aleysa hanya terdiam. Kemudian Aleysa memberikan tangan kanannya ke arah Hans. Maksud Aleysa adalah Aleysa ingin memberikan salam kepada Hans sebagai rasa hormat kepada suaminya.
"Ngapain tangan kamu seperti itu?" tanya Hans.
"Aku cuma mau salaman aja, Mas."
Kali ini Hans menuruti keinginannya. Hans memberikan tangannya kepada tangan Aleysa, dan Aleysa mencium tangan Hans.
"Apa-apaan si. Udah ah aku mau berangkat ke kantor. Ga ada waktu untuk bicara sama kamu."
"Hati-hati ya Mas."
Hans hanya terdiam saja. Sekarang Hans sudah benar-benar pergi meninggalkan rumah dan pergi ke kantornya. Sedangkan Aleysa kembali masuk ke dalam rumah untuk mengurusi urusan rumah yang lainnya. Walaupun di sana sudah terdapat asisten rumah tangga sendiri.
"Gimana? Hans udah berangkat?" tanya Neneknya Hans.
"Udah, Nek."
"Yasudah kalo gitu kamu siapin makanan untuk Hans. Hans kan tadi ga sarapan karena buru-buru pergi ke kantor. Kamu bawain aja itu makanannya ke kantor untuk Hans."
"Tapi, Nek. Apa Mas Hans suka kalo aku datang ke kantornya?"
"Ya harus suka dong. Masa istrinya datang dia ga suka. Kamu juga jangan sungkan-sungkan kalo mau datang ke kantor. Sekarang ini kan kantor itu juga milik kamu. Kamu bawain makanan untuk Hans ya."
"Iya, Nek kalo gitu."
Lagi-lagi Aleysa hanya bisa menuruti perkataan Neneknya Hans. Orang yang lain saja tidak ada yang berani untuk membantah perintah Neneknya Hans. Apalagi Aleysa yang merupakan wanita baik-baik dan penurut.
Aleysa langsung menyiapkan makanan untuk Hans. Aleysa benar-benar akan membawakan makanannya ke kantor Hans siang ini. Tiba-tiba saja Catline datang menghampiri Aleysa.
"Kak Aleysa," panggil Catline.
"Iya, de. Kenapa?"
"Kakak yakin mau bawain makanan itu ke kantor untuk kak Hans?"
"Loh, kok kamu nanyanya seperti itu si de? Kenapa emangnya?"
"Apa kakak ga takut kalo nanti di sana kakak di marahin sama kak Hans, di permalukan di depan umum? Apa kak Aleysa siap mendapatkan sikap seperti itu dari kak Hans?"
Pertanyaan Catline barusan mempu membuat Aleysa terdiam dan memikirkan semua perkataannya.
-TBC-