Rencana Kencan
Aku masih bertanya soal hal seperti itu, bagaimana bisa aku berpikir soal keakuratan yang terjadi. Aku terlihat terpikirkan terus dengan tadi dan sekarang aku duduk di bangku samping supir.
Ayah tampak mengemudi dengan wajah serius. Lalu aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Ayah," panggil ku dengan nada pelan lalu Ayah menoleh dengan satu alis terangkat lalu menjawab singkat. "Hm?"
"Um.... Apa aku boleh tahu apa yang terjadi?" Aku ingin tahu segalanya, aku mohon katakan padaku semuanya, Ayah.
Lalu dia terdiam sebentar dan menghela napas panjang. "Dia hanya salah satu orang yang tak bisa di percaya, sebaiknya jangan mendekatinya lagi, ini salah Ayah karena telah membawamu ke sana."
"Apa maksud Ayah membawaku ke sana adalah, Ayah ingin aku tahu bahwa orang seperti nya sangat lah buruk? Tidak bisa menjaga seseorang?" Tatapku dengan wajah ragu untuk mengatakan.
Lalu aku merasakan tangan Ayah memegang kepala ku dan membelaiku. "Itu mungkin benar, tetaplah di sisi Ayah ya." Dia menatap lembut membuat ku ikut tersenyum dan mengangguk.
--
Hingga akhirnya aku akan melupakan kejadian itu dan saat ini, aku sedang menjalani kehidupan sehari hari bersama Ayah.
"Ayah, Ayah.... Bangun Ayah," panggil ku yang ada di atas Ayah yang bangun terlentang di kasur.
Ia lalu perlahan membuka mata dan menatapku, sama seperti biasanya, senyumnya kembali terukir dan mendorong punggungku untuk mendekat padanya.
"Ah... Ayah, apa yang kau lakukan?" Aku menatap bingung.
"Tidurlah sebentar lagi."
"Tidak bisa, Ayah harus bekerja, nanti Ayah terlambat." Aku bangun kembali dan memegang kedua pipi Ayah, Ayah juga masih menutup mata.
"Ayah!" Aku berteriak dan menekan pipinya.
"Ya, baiklah sayang, Ayah bangun." Akhirnya Ayah bangun duduk. Tapi bukan nya berdiri ia malah menyerang ku dan memelukku.
"Ah!!" Aku terkejut dan menjadi terbaring di ranjang dengan tangan Ayah yang menahan ku dan dia kembali menutup mata.
"(Haiz... Tak biasanya Ayah malas begini.) Ayah~ jika Ayah tak bangun, aku tidak akan mencium Ayah loh~" Aku mulai mengancam dengan nada merayuku, karena aku berpikir itu pasti akan berhasil.
Dan yang benar saja, Ayah langsung bangun, ia menatapku dengan ada di atas ku karena aku masih terbaring. Kami saling menatap. "Baiklah, lihat, Ayah bangun," kata Ayah, dia mengecup keningku lalu berdiri dari ranjang.
"Apa kau sudah mandi Sayang?" tanya Ayah yang berhenti berjalan dan menoleh padaku.
"Apa Ayah tak lihat aku pakai baju apa?" balas ku, lalu Ayah melihat baju yang kupakai. Aku sudah memakai baju sekolah, bersiap sekolah karena aku sudah mandi duluan.
"Oh baiklah," balas Ayah, lalu dia berjalan ke kamar mandi.
Setelah itu aku merapikan tempat tidur, di tengah hal itu ponsel ku berbunyi dari meja dekat ranjang. Aku mengambilnya dan rupanya pesan dari Noe.
Dia mengirimi aku pesan yang bertulis. "Hai Raina, apa kau akan berangkat hari ini?"
"Ya, aku akan berangkat," aku membalas pesan nya.
Tapi di saat itu, Ayah selesai mandi dan sepertinya ia masuk ke kamar dan melihat ku berdiri membelakangi nya sambil bermain ponsel. Wajahnya pasti sedang mengangkat satu alisnya dengan bingung.
Aku menoleh dan melihat Ayah hanya memakai celana nya dengan handuk yang ada di rambutnya. Kau harus percaya, Ayah memiliki tubuh yang bagus, besar dan kekar tapi aku melihat tatapannya benar benar seperti orang polos, entah dia sedang sengaja melakukan nya atau apapun itu, tapi aku benar benar menyukainya. "Ayah, apa Ayah akan menjemput ku nanti?" Tanyaku dengan Ayah yang berjalan ke lemari baju.
"Tentu, siapa lagi yang akan menjemputmu selain Ayah?"
"Tapi, apa Ayah tidak akan kembali ke negara lain?"
"Kenapa harus ke negara lain?"
"Yah, karena saat Ayah pergi sibuk, Ayah hanya berpindah pindah tempat kerja."
"Haha...." Tiba tiba Ayah tertawa membuatku terdiam. Ia tertawa kecil melihatku dan mendekat membelai kepalaku. "Sayang, Ayah pergi ke negara lain itu karena suatu pertemuan bersama orang yang sudah menandatangani kontrak, jangan berpikir bahwa kantor Ayah berpindah pindah."
Oh jadi itu alasan Ayah selalu pergi ke kota satu ke kota lain, bukan hanya kota, itu juga negara. "Aku mengerti Ayah," aku mengangguk.
"Bagus, oh kau ingin sarapan apa, Sayang?" Tanya Ayah dengan sangat lembut dan memegang pipiku dengan tangan besar nya.
"Aku ingin simple saja karena waktu sudah mepet, seperti roti tawar dan selai," kataku sambil menyindir Ayah.
". . . Soal itu Ayah minta maaf," Ayah menatap menyesal. Lalu aku memegang tangan nya yang masih di pipiku.
"Tak apa Ayah, aku suka saat Ayah malas untuk pertama kalinya," balas ku, hal itu untungnya membuatnya tersenyum.
"Baiklah, baiklah, mari buat sarapan," Ayah berjalan duluan.
Aku tampak bersenang senang di pagi hari itu, tapi ada sesuatu yang membuat ku harus berpikir dua kali soal kejadian apa yang terjadi.
"Entah kenapa.... Aku masih terpikirkan Tuan Park," gumam ku sambil menatap sarapan di meja dan aku duduk di kursi.
Ayah yang ada di hadapan ku mendengar itu tadi, lalu dia berhenti mengunyah dan berbicara. "Jangan terlalu menganggap itu serius, masih ada lebih banyak lagi orang selain dia, Ayah akan mencarikan nya."
"Eh apa? Jadi selama ini, Ayah membawaku ke tempat Tuan Park hanya karena mengujiku apakah aku tertarik padanya atau tidak?"
"Lalu, apa kau tertarik padanya, Sayang?" Ayah menatap ku membuat ku terdiam.
Pertanyaan yang aneh. "Sebenarnya, ketika pertama kali bertemu, aku memang menyukai nya tapi... Mungkin, aku tak mau padanya karena dia pasti sangat payah dalam menjagaku, aku juga sudah mengetahui nya." Memang sih, aku juga berpikir begitu lalu Ayah mengatakan sesuatu.
"Dia tidak baik untuk di pikirkan," sambil membelai kepalaku membuat ku nyaman dengan belaian itu dan tersenyum senang. "(Yeah, mungkin benar...)"
--
Akhirnya sudah sampai di sekolah, sebelum turun dari mobil, aku akan melakukan kebiasaan ku, menoleh pada Ayah dan mendekat. "Terima kasih Ayah, aku sayang Ayah," juga mencium pipinya dan keluar.
Tapi kali ini Ayah membuka kaca secara otomatis membuat ku terdiam menatapnya. "Jika kau bosan, kabari Ayah yang akan menjemput mu."
"Apa haha.... Jokes apa itu, aku tidak pernah bosan sekolah... Kecuali Ayah meminta ku tidak masuk," aku tertawa dengan hal itu.
"Kalau begitu tak apa bukan jika menilai pelajaran membosankan, kau sudah cukup pintar sayang, yang harus kau lakukan hanyalah bersantai," sepertinya Ayah tak mau aku bersekolah.
Lalu Aku tersenyum kecil dan menyangga di kaca. "Ayah, aku butuh sosialiasi... Tapi jangan khawatir, tak akan lebih, tinggal beberapa bulan lagi, aku juga akan lulus.... Jadi sampai jumpa," aku melambai.
"Baiklah, ingatlah untuk menjaga sikap mu," kata Ayah lalu menjalankan mobilnya untuk pergi dengan aku yang masih melambai.
Setelah itu ketika aku akan berbalik, aku terkejut. "Ahhh!!"
Karena ada Noe yang sangat dekat dengan ku. "Hei tukang bolos.... Kemana saja kamu, mentang mentang nilai mu tinggi, kamu bisa seenak nya bolos," tatapnya.
"Hehe, maafkan aku, ada beberapa kesibukan bersama Ayah ku hehe..."
"Oh iya.... Anak Papa... Ngomong-ngomong Valentine besok apakah kamu akan bersama Ayah mu, lagi?" tatap Noe seketika aku terkejut.
"Oh iya benar.... Aku selalu baca berita itu di media sosial... Aku bahkan lupa mengingat tanggal nya...." Aku segera mengecek ponsel ku dan rupanya Valentine memang besok.
"Astaga kenapa cepat sekali ya," tatap ku. Tapi wajah Noe hanya membosankan. "Haiz... Lalu, bagaimana kau menikmati Valentine nya?" tatapnya membuat ku benar benar terdiam.
Hari ini berjalan seperti biasanya hingga Ayah datang menjemput ku di bagian gerbang yang lain, begitu aku melihat mobil Ayah datang, aku langsung masuk agar tak ada yang melihat.
"Fyuh..."
"Apa ini? Tak ada kecupan?" Ayah menatap.
"Hehe..." Aku tersadar dan mendekat mencium pipi Ayah.
"Bagaimana sekolah hari ini?"
"Haiz.... Sepertinya Ayah ada benarnya sedikit, sekolah menjadi semakin membosankan, aku ingin ada sesuatu yang menarik," aku mulai mengeluh. Dan sepertinya Ayah merasa dirinya paling benar.
"Oh iya.... Apa Ayah tahu besok hari apa?" tatap ku dengan semangat.
"Besok, sabtu..."
"Bukan, maksud ku, hari memperingati hari apa?"
". . . Besok tanggal 14, hari sabtu.... Ada apa dengan besok?" Ayah mulai menatap bingung.
"Haizz... Besok adalah Hari Kasih Sayang."
"Hari Kasih Sayang?"
"Ya, di hari kasih sayang, semua pasangan baik tua maupun muda pasti merayakan nya dengan kencan di luar... Mereka yang merayakan nya bersama orang terdekat akan sangat beruntung karena bisa bersama membagi cinta mereka."
"Lalu, apa hubungan nya dengan kita Sayang?"
"Astaga, Ayah.... Tentu saja ini ada hubungan nya.... Mari kita kencan," kata ku tapi itu membuat Ayah terdiam.
". . .Ayah... Tidak menyukainya?" aku menatap kecewa.
"Sayang, tahun lalu... Kau pasti tidak merayakan hal ini... Karena Ayah sibuk." Ayah tiba tiba mengatakan itu membuat ku kembali teringat masa masa tahun lalu.
"(Tahun tahun lalu.... Aku selalu sendirian... Aku selalu kehabisan waktu dengan Ayah tapi aku terus menunggu di rumah dan banyak menghabiskan waktu untuk bersekolah.... Tapi dari tahun ke tahun, Ayah tampak nya tak sibuk dan mungkin... Besok Valentin pertama kami jika kami benar benar melakukan nya...) Lalu... Apa Ayah besok juga akan sibuk?" aku menatap kecewa. Aku mungkin sudah tahu jawaban Ayah, dia akan sibuk sehingga Valentine tahun ini akan sama seperti sebelumnya.
Lalu Ayah tampak tersenyum kecil dan membalas nya. "Tentu saja, tidak sibuk."
Seketika aku langsung senang mendengar itu dan semangat. "Yei!! Besok akan jadi Valentine pertama kita!" Aku benar benar bersemangat membuat Ayah juga tertawa.
"Jadi untuk sekarang, apa kau ingin memakan sesuatu?" tatap Ayah.
"Hm... Aku ingin makanan steak buatan Ayah saja," kata ku yang menyarankan.
"Tentu, kita bisa makan seperti biasanya," balas Ayah membuat ku tambah senang.
Setelah sampai di rumah, kami berdua mulai makan bersama dengan televisi yang menyala, tentu, kami makan di depan televisi dan steak enak yang di buat oleh Ayah, duduk di bawah sofa dengan sangat nyaman.
Kemudian ada sebuah adegan film dimana ada pasangan yang saling menyuapi makanan mereka membuat ku terdiam melihat itu. Karena sebentar lagi Valentine, jadi film terbaru yang tersedia hanya membahas soal percintaan sehingga kami terpaksa melihat genre itu.
Aku mulai berpikir. "(Mereka membagi makanan mereka, saling suap suapan... Aku ingin tahu bagaimana dengan rasanya yah.... Apakah itu manis?)" pikirku yang mulai keluar dari kefokusan. Dan tak sadar Ayah mengamati ku, ia kemudian menoleh pada apa yang aku lihat.
Tiba tiba Ayah mengulurkan potongan daging di garpu pada ku membuat ku menoleh bingung. Sepertinya Ayah akan menyuapi ku.
"Apa Ayah melihat apa yang aku lihat?" tatap ku dengan kosong.
"Tidak semua orang bisa melakukan itu nantinya, tapi jika kau mau. Kau bisa minta pada ku," kata Ayah dengan senyuman nya membuat ku ikut tersenyum sambil mengunyah, kami jelas bahagia, bukti kebahagiaan bisa didapatkan hanya makan di bawah sofa dan menonton televisi.