"Assalamualaikum!!" Seru suara dari luar, Sepertinya ramai. Pintu terbuka lalu disusul kehadiran Ridwan beserta istri dan anak-anaknya masuk tapi berhenti di tengah jalan saat merasakan hawa yang sangat menegangkan di ruangan ini.
Apalagi semua orang disana menatapnya juga istri dan 2 anaknya. Dia menggaruk kepalanya sebentar, "Dek, Sana bawa anak-anak masuk, Jangan keluar kamar kecuali kalo penting oke?" Ranti mengulas senyum, mengangguk lalu menuntun kedua anaknya beranjak ke kamar mereka.
Berkacak pinggang, Ridwan geleng-geleng kepala sebelum melangkah mendekat, Di detik selanjutnya dia kaget mendapati Paman yang sudah bertahun-tahun tidak dijumpainya, "Loh paman!" Serunya tak percaya.
Habsah tertawa kecil, "Makin besar kamu" Ledeknya sebelum menerima pelukan dari keponakannya. Dulu anak ini hanya bisa merengek meminta jajan padanya, Sekarang Ridwan bahkan lebih tinggi darinya juga sudah beristri dan secara tidak langsung telah memberikannya cucu.
Jasmine meremas-remas tangannya, "Iih kalian kok malah cipika-cipiki! Ini masalah penting sekarang!" Pekiknya greget pada dua orang tersebut.
Dahi Ridwan berkerut, Lantas dilepasnya pelukan dari pamannya lalu menatap penasaran Mamanya, "Memangnya ada apa?" Tanyanya polos.
Yudi, "Arwin benar-benar hamilin anak orang, Tuh!" Ridwan berkedip-kedip melihat sang ayah menunjuk seorang pemuda seusia dengan adiknya.
Ridwan menunjuk Rino ragu-ragu, "Dia yang Arwin hamilin, Pa?" Tidak hanya Ayahnya mengiyakan, Tetapi seluruh orang disana mengangguk padanya.
Sontak di usap-usap rambutnya kasar dan menatap Rino serta Arwin bergantian. Adiknya tampan, Remaja berkulit porselen yang duduk dengan mata bengkak di sofa pun tak kalah tampannya. Lantas darimananya sang adik bisa suka dengan lelaki jantan tampan dan tinggi seperti remaja itu?
Menghela nafas, Ridwan lanjut bertanya, "Oke, oke, Ridwan mengerti. Tapi apa masalahnya? Kita tinggal nikahkan saja mereka saja kan gampang"
Lintang menyahut, "Dia gak boleh nikah sama Arwin! Cuma gue yang cocok jadi suaminya!" Selanya.
Ridwan, "Kamu kan bukan bapak anak yang dikandung remaja itu"
Lintang, "Itu emang bener, Tapi gue gak setuju kalo Rino sampai nikah sama Arwin! Gue bersedia kok jadi bapak calon ponakan gue sendiri!"
Yudi membantah, "Mana ada seperti itu! Kalau Kakakmu meninggal itu lain lagi ceritanya, Nah ini kakakmu masih hidup! Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri!"
Lintang menyangkal lagi, "Pokoknya gak boleh, Rino ayo nikah sama gue!" Ajaknya. Kelakuannya membuat Sang kepala keluarga uring-uringan sendiri di tempat duduknya.
Tanpa basa-basi Arwin segera menghampiri Rino dan menariknya ke sisinya, Melupakan rasa sakit di wajahnya dia berkata tegas, "Enak aja Lo! Gue yang hamilin anaknya!" Lalu menunjuk perut Rino yang terlapis pakaian, "Ini isinya benih gue! Jadi gue yang berhak jadi Bapaknya!"
Entah berapa kali sudah orang-orang disana menoleh kiri atau kanan hingga tak terasa leher mereka ikut sakit, juga kepala mereka.
Jasmine kini bertanya pada Arwin, "Lah kenapa tadi kamu nolak?"
Arwin, "Aku nolak karena Papa mutusinnya sepihak! Tapi gue pengen nanya beneran sama Lo, Itu anak hasil kerja keras gue kan? Lo jangan coba-coba buat nipu keluarga gue ya, Mana ada cowok hamil!" Ancam Arwin.
Rino mendorongnya agar menjauh, "Lalu dengan siapa lagi aku berhubungan badan kalau bukan dengan kakak!" Bentak Rino tidak kalah geram, Dia sudah tidak ingat lagi dengan rasa malu serta takutnya saat melihat Arwin.
Randa mencibir, "Coba aja bang kalo Lo gak malu, Sekalian buka aja celana di sini terus kasih liat sama cowok brengsek Lo itu biar percaya!" Ujarnya sinis.
Akibatnya suasana canggung seketika karena ucapannya, Randa tidak peduli soal itu.
Lintang bersuara, "Gue cinta sama dia! Lo gak berhak buat jadi Bapaknya, Yang ada Lo malah nyakitin Rino!"
Arwin, "Gue bapak anaknya, Ya harus gue dong jadi suaminya bukan Lo!" Bantahnya.
Sang ibu dengan cepat melerai keduanya, "Astaga kalian ini bikin malu! Duduk! Mama bilang duduk!" Perintahnya mutlak. Menurut, Keduanya segera duduk tersisa Rino sendiri yang berdiri jadi bahan perhatian semua orang.
Yudi berkata lembut pada calon menantunya, "Nak Rino, Duduklah. Baik, Keputusan papa sudah bulat, Kalian tetap menikah 2 Minggu lagi, Tidak ada yang boleh membantah! Arwin bagus kalau kamu bertanggung jawab!" Pujinya pada Arwin.
Arwin berdecak, Siapa yang akan berpikir bahwa dia akan menikah secepat ini? Entahlah perasaannya cuma tidak rela bila Lintang yang menggantikannya sebagai suami Rino, Dia tidak rela. Bukan hanya itu, Dia juga ingin mencari tahu apakah remaja itu berbohong atau tidak karena bagaimanapun dia masih belum sepenuhnya percaya dengan kata-kata Rino.
Jasmine, "Kami pegang kata-katamu Win, Sekarang nak ganteng tidak usah cemas lagi, Bapaknya udah mau tanggung jawab kok" Celetuknya pada Rino bertujuan menghibur, Akan tetapi bukannya demikian malah harga dirinya jatuh, Rino merasa dia mirip perempuan sekarang.
Dengan senyum dipaksakan dia menjawab, "I-iya Tante"
Berdengus kasar, Lintang bergegas pergi dari sana. Secara tak langsung Rino telah menolak cinta dan ajakan nikahnya. Bila sudah begini, Untuk apa lagi dia bertahan di ruangan ini? Lebih baik masuk ke kamarnya dan tidur.
Jasmine menggelengkan kepalanya melihat tingkah si bungsu, Kemudian memandang kagum Rino, "Ck ck, Kamu benar-benar hebat nak ganteng, Bisa ambil hati kedua anak Tante!" Pujinya. Rino meringis kikuk mendengar sanjungan Tante Jasmine untuknya.
Rasanya dia ingin cepat-cepat pulang dari sini, Kodratnya sebagai pria seakan diinjak-injak, Tapi dia tetap menyalahkan dirinya yang penyuka sesama jenis, Ralat maksudnya hanya dengan Arwin sebab selama ini ia belum pernah menunjukkan tanda-tanda ketertarikannya terhadap lelaki selain calon bapak dari jabang bayi di perutnya.
Dia berbisik pada Bundanya yang setia duduk di sebelah, "Bun, Kita pulang saja ya... Rino malu lama-lama disini" Ungkapnya melirik sana-sini.
Rani, "Bunda juga sebenarnya mau cepat-cepat pulang, Bunda serasa mirip pembantu di sini Rin, Beda jauh sama mereka" Balasnya berbisik di telinga Rino.
Rino, "Yasudah cepat bilang sama mereka Bun, Kita mau pamit"
Tersenyum sebentar, Rani pun mengutarakan maksudnya, "Eeem... Nyonya, Tuan sama yang ada di sini saya sama anak-anak pamit dulu ya... Soalnya udah sore, terus besok anak-anak mau sekolah" Jelasnya tidak enak hati.
Jasmine, "Oh iya maaf Bu kami lupa, Saya sangat senang karena bisa memiliki menantu lagi, Apalagi cowok!" Pekiknya gemas, Tanganya menjulur melewati Rani lalu mengusap kepala Rino sayang.
Disamping Rino, Dani benar-benar bocah yang tidak akan terganggu. Malah dia begitu rusuh dengan makanan. Bisa dikatakan di meja itu selalu tersedia kue setahu Rino sebab sering berkunjung menjadi perawat dadakan Lintang, Tidak mengherankan bila si bungsu Dani begitu antusias dan tidak terganggu sekalipun tadi ada adegan dimana Om Yudi menampar pipi Arwin.
Namun Habsah tiba-tiba menyela, "Maaf sebelumnya Bu, Tapi bolehkah saya menjadi dokter kandungan pribadinya Rino?" Pintanya ragu. Selain itu tujuan utamanya adalah ingin mempelajari kehamilan langka pada Rino, Namun bukan demi publik, untuk pengetahuan sendiri saja.
Rani, "Saya kurang tahu Dokter, Tanya saja sama Rino-nya, Mau atau tidak anaknya" Karena bukan dia yang hamil jadi Rani merasa tidak memiliki hak untuk menentukan.
Sesuai perkataannya, Habsah berbalik menatap Rino, "Ibumu terserah dari kamu, Saya hanya penasaran saja bagaimana mengurus pria hamil, Tapi tenang saja saya hanya belajar untuk pribadi bukan publik, Mau ya?" Mohonnya dengan tatapan mata penuh harap.
Yudi menimpali, "Benar kata Habsah, Apalagi sebentar dia akan menjadi pamanmu juga, Jadi anggap keluarga sendiri saja. Semisal dia berani mempublikasikan rahasia kita, Nanti biar Om yang urus" Ujarnya meyakinkan.
Rino, "Rino terserah kalian saja" Jawabnya langsung tanpa pikir. Dan lagi dia akan merasa agak takut bila diperiksa oleh dokter lain.