Seisi Kantin menatap Arwin dengan berbagai pandangan. Ada yang bingung, Keheranan dan lain-lainnya.
Tadi mereka tidak bisa berkata-kata melihat Lintang begitu perhatian terhadap Rino, Dan kini Arwin pun sama anehnya.
Arwin berdecak malas, "Ck! Ngapain Lo pada liatin gue kek gitu, Berasa macam diinterogasi gue" Ia mengomentari ketiga pria yang duduk semeja dengannya.
Ketiga sahabatnya menggelengkan kepala mereka dan secara bergilir menengok ke arah lain. Arwin mendecih, Maniknya berpindah sana-sini sambil melirik tajam murid-murid yang tengah menatapnya.
Mereka ketakutan dan segera mengalihkan perhatian dari Arwin. Mencibir lewat bibirnya terus remaja itu kembali mencomot dan memasukkan buah kering dari tangan ke mulutnya.
Janu, "Gue boleh minta gak?" Menatap penuh harap Arwin.
Arwin, "Gak! Beli sono sendiri!" Ketusnya.
Wardi, "Lo ngidam ya?" Pertanyaan itu keluar dari mulutnya, Wardi merutuki kebodohannya.
Arwin menatap nyalang si penanya, "Ngomong sekali lagi kek gitu, Gue hajar Lo!" Ancamnya. Mulutnya tidak henti-hentinya mengunyah makanan yang aslinya sangat tidak disukai olehnya.
Kenyataan tersebutlah yang membuat mereka menatapnya aneh. Sejak kecil selalu bersama sehingga mereka sangat hapal dengan apa yang disukai ataupun tidak disukai Arwin.
Bukannya apa, Merasa aneh saja dengan makanannya akhir-akhir ini. Arwin memang selalu ikut mereka ke kantin, Namun bukan untuk makan makanan di sana melainkan makan sebungkus buah kering.
Fanda, "Terus akhir-akhir ini kenapa Lo sering makan buah kering?" Janu dan Wardi mengangguk setuju.
Arwin memutar bola matanya malas, "Gak tau! Tiba-tiba pengen!" Jawabnya acuh.
Seorang siswi bername tag 'Reta' tiba-tiba mendekati tempat duduk mereka lantas segera mendudukkan dirinya pas disamping Arwin.
Tanpa malu Reta menggandeng mesra lengan kekar Arwin, "Sayang, Pulang sekolah nanti jalan-jalan yuk?" Ucap manja gadis tersebut sembari menunjuk-nunjuk seragam bagian depan Arwin.
BRUK
"Aaakh!" Jerit Reta. Gadis cantik tersebut terjatuh ke tanah karena Arwin yang secara mendadak mendorongnya.
Berkedip-kedip, Ketiga pria yang sebangku dengannya diam bagai patung menyaksikan kejadian didepan mata mereka.
Diambilnya beberapa lembar tisu di meja lantas membersihkan bekas dimana tangan Reta menyentuhnya tadi, Arwin menoleh pada Reta dengan tatapan jijik, "Lo pake parfum apaan kok bau kek gitu?" Kesalnya menutup hidung dengan suara yang tidak pelan sehingga seluruh penghuni kantin dapat mendengar jelas.
Reta malu dan berdiri, Lalu tanpa berucap apapun menampar pipi Arwin keras.
PLAK!
Bunyinya menggema di seluruh ruangan kantin, "Brengsek Lo jadi cowok!" Umpatnya sebelum berlari berlinang air mata entah kemana, Apalagi seisi Kantin yang jelas-jelas menertawakannya.
Mencibir, Dengan acuh remaja itu kembali fokus pada makanannya tanpa memperdulikan pipinya yang sakit, Toh sudah biasa pikirnya.
Bungkam, Wardi, Janu dan Fanda tidak berani bertanya. Selain kebiasaannya yang suka makan buah kering akhir-akhir ini, Ia juga tidak suka berdekatan dengan perempuan selain ibunya.
Arwin juga tidak tahu mengapa dia jadi benci ketika mencium parfum yang dipakai oleh wanita selain ibunya. Kakak iparnya pun juga sering ditegurnya karena menganggap parfum yang dikenakan Ranti sangat bau di indera penciumannya. Jelas ibu hamil tersebut kesal dan sering marah sebab merasa tersinggung dengan ucapannya.
Dan semua ini... Arwin membuang nafasnya ke udara. Berawal sesudah 4 hari dimana ia melakukan perbuatan bejat itu kepada remaja berlesung pipi yang sebisa mungkin ia hindari belakangan ini di sekolahnya.
"Huuueeek... hueek... uugh!" Penuh sabar Lintang mengusap-usap punggung Rino dari belakang sambil menutup hidungnya. Bukan, Bukan karena bau muntah melainkan bau toilet itu sendiri, Kalian pasti tau betapa wanginya toilet pria.
Rencananya ingin pergi ke kantin tapi diurungkannya kala melihat Rino berlari tergesa-gesa ke WC pria. Niat awalnya hanya kepo, Namun dirinya malah mendapati remaja itu tengah berjongkok di mulut closet sambil muntah-muntah.
Lintang, "Hey, Udah selesai muntahnya?" Tanya Lintang cemas.
Walaupun kepalanya terasa pecah Rino tetap mengangguk meski lemah. Lintang segera membantunya berdiri lalu menuntunnya ke wastafel.
Lintang, "Lo gak papa kan gue tinggal bentar? Soalnya mau nyiram bekas muntahan Lo di toilet" Ujarnya. Sekali lagi Rino mengangguk karena untuk berbicara saja rasanya ia sudah tidak mampu.
Rino berbalik dan membasuh mulutnya berkali-kali guna menghilangkan rasa muntah yang sudah pasti tidak enak, Malah terkesan lebih ke rasa pahit.
Usai menyiram muntahan Rino, Lintang kembali ke wastafel dan menemukan remaja itu tengah duduk di lantai sembari menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangannya.
Ia menarik nafas sebelum melangkah mendekat, Setibanya dia pun ikut berjongkok, "Lo gak papa? Udah tau sakit masih maksa ke sekolah!" Gerutu Lintang menatap helai per helai rambut Rino.
Rino berujar lirih, "Aku... Tidak mau ketinggalan... Pelajaran" Suaranya serak-serak basah akibat kebanyakan berkumur.
Lintang menguk ludah, Dia terangsang. Tapi segera ditepisnya pikiran buruknya mengingat Rino yang sakit, "Ayo gue bantu ke UKS, Ngerepotin aja Lo" Omelnya.
Rino mendadak memekik, "Waaah!" Dia terkejut karena Lintang tiba-tiba mengangkatnya ala bridal, Tanganya pun refleks melingkar di leher Lintang.
Lintang, "Gak usah protes, Lo itu lagi sakit, Diem" Lalu dengan santai ia pergi meninggalkan toilet dengan Rino di pelukannya.
Disebabkan pusing kepala yang semakin menjadi, Rino memilih untuk memejamkan matanya dalam diam. Melihat remaja itu menurut, Seulas senyum terukir di bibir Lintang. Dia memutuskan akan mencari tahu rasa kekurangan yang selama ini dirasakannya jika tidak bertemu dengan pemuda berlesung pipi di dekapannya ini.
KRASS...
Arwin menjatuhkan bungkus buah kering yang dipegangnya, Matanya lurus pada pemandangan di hadapannya tersebut.
Wardi langsung menunduk memunguti makanan tersebut lantas berniat ingin memberikannya kembali pada Arwin sambil mengikuti arah pandang pria itu, Tetapi...
KRASS...
Dengan kesal kini giliran Janu yang berjongkok mengambil bungkusan berisi buah-buahan kering di lantai. Tanpa meminta izin ia mencomot dan memasukkan segenggam buah kering ke mulutnya. Mengunyah dalam rasa penasaran yang tinggi, Dia juga mengalihkan perhatiannya ikut melihat apa yang membuat kedua sahabatnya menjadi batu.
Gerakan mengunyahnya berhenti, Nyaris makanan yang dipegangnya akan jatuh bila Fanda tidak cepat menangkapnya, "Woi! Sinting Lo pada!" Umpat Fanda jengah. Dia juga ikut memutar kepalanya karena penasaran, Lalu satu alisnya berkerut.
Faktanya bukan hanya mereka yang melihat adegan itu, Namun seluruh pelajar sedang istirahat di sekitar tempat itu juga melihat sendiri Lintang menggendong Rino ala bridal menuju ruang UKS. Tidak ada satupun yang berkomentar jika bersangkutan dengan Lintang, Mereka takut akan menjadi target bully selanjutnya.
Kedua tangan Arwin terkepal erat, Adiknya seperti ingin cari mati karena begitu lancang memeluk miliknya. Tatapannya menajam, Hendak menyusul Lintang dan Rino tapi dengan cepat ketiga sahabatnya menghalangi niatnya.
Arwin, "Ngapain kalian halangin gue?!" Bentaknya disertai emosi.
Fanda segera menyahut, "Jangan salah paham dulu bro, Lo gak tau apa si Rino itu lagi sakit, Gue dengernya dari anak-anak ngomong Rino udah seminggu izin dan ini hari pertama dia masuk sekolah, Si Lintang cuma bantuin dia doang gak lebih" Ujarnya memenangkan.
Mendengar penjelasan Fanda, Arwin mengendurkan otot-ototnya yang sempat tegang, Ketiga pria didepannya bernafas lega. Tidak mungkin mereka akan membiarkan kakak beradik itu berkelahi di sekolah, Bisa bahaya mereka jika ketahuan.
Arwin ganti bertanya, "Sakit? Sakit apa?"
Fanda mengendikkan bahu, "Gak tau, Gue cuma denger doang dari anak-anak di sini, Soal dia sakit apa gue gak ngerti" Ia menggaruk kepalanya.
Arwin mengangguk mengerti, Perhatiannya kembali tertuju pada pintu bangunan bertuliskan 'UKS' yang berada di seberang lapangan.