Siang itu semuanya duduk di dapur, Lebih tepatnya di meja makan. Riko mungkin sudah biasa makan di Rumah Rino namun tidak demikian dengan Lintang yang sejak 5 menit yang lalu hany bisa memandang kosong ke meja berisi makanan itu.
Nasi putih, telur goreng dengan campuran bawang putih dan irisan bawang merah, sambal colek, dan sayur santan buah nangka muda adalah hidangan di meja kali ini. Lintang menelan ludah kasarnya.
"Makanan apa ini?" Tanya Lintang dalam hati. Selama ini ia tidak pernah sekalipun melihat makanan seperti itu kecuali nasi putih yang ada di meja makan sekarang atau telur.
Lalu Lintang melirik lagi ke sepupunya. Riko tampak sumringah melihat hidangan aneh menurut Lintang itu bahkan memakannya dengan khidmat. Sekalipun ia ke rumah Riko tidak pernah sekalipun mendapati makanan seperti di hadapannya ini. Apakah Riko sering makan disini? Mungkin jawabannya adalah iya melihat dari cara pandangnya yang biasa saja bahkan terkesan senang.
Rani "Dimakan nak Lintang" Ucapnya mempersilahkan Lintang. Membuat lamunan remaja itu buyar entah kemana. Riko yang asik makan melirik Lintang lalu menyadari sesuatu.
Riko "Eeum... Tante" Panggilnya dengan gugup. Takut-takut kalau ucapannya akan menyinggung keluarga kecil itu.
Rani "Iya Rik?" Jawabnya menolehkan kepalanya ke Riko.
Riko "Itu... Anu..." Ucapnya terbata-bata.
Randa "Ngomong apaan sih!? Jangan ngomong yang aneh-aneh, Orang lagi makan!" Tegurnya tidak sabaran.
Riko "Itu... Li-Lintang gak pernah makan yang kayak ini Tante" Finalnya diikuti nafas kasar yang keluar dari Indra pembaunya.
Keluarga Arana itu terdiam mendengar penjelasan Riko dan Rasa tidak enak hati Lintang bertambah. Saat ini ia merasa sangat bersalah kepada bunda Rino. Meski ia nakal dan suka membully tapi Lintang masih tau sopan santun di rumah orang kecuali rumah keluarganya.
Rino "Ya sudah, Bun buatkan Bakso saja untuk Lintang, itu kan bikin kenyang juga" Usul singkatnya lalu beranjak membereskan piring kotor bekas makanya dan membawanya ke tempat cuci piring yang berada di pojok dapurnya. Tidak ada wastafel di rumah bertembok papan ini yang ada hanya sebuah loyang besar berisi air dan satu loyang sedang sebagai tempat menyimpan piring kotor serta tidak lupa pula kran air yang berada di atas dua benda itu.
Lintang "Eee... Tante gak apa-apa biar Lintang makan aja yang di meja" Ucapnya menggaruk pipinya. Mendengar itu Riko dengan heran menatap sepupunya.
Riko "Yakin Lo?" Membuat Lintang terdiam.
Rani "Iya nak Lintang, nanti suruh Rino buatkan baksonya, kamu tidak usah makan ini kalau tidak terbiasa nanti takutnya sakit perut" Ujarnya khawatir menasehati remaja itu.
Randa "Tapi habis itu jangan lupa bayar, Capek Abang gue buatin" Celetuknya dengan mulut penuh makanan. Rina dengan kesal menyenggol lengan putranya. Randa mendengus karenanya, Mulut anaknya ini benar-benar pedas.
Rani "Kamu kan sudah selesai makan Rin, sana buatkan temanmu bakso, Baksonya yang sudah jadi ada di kulkas, kalau kuahnya ada di panci di atas kompor" Kata Rani menjelaskan.
Rino "Ok Bun, Bentar ya Lin" ucapnya. Akhirnya Lintang mengangguk pasrah saja, Toh dia juga bawa uang nanti setelah makan Lintang akan tetap membayarnya.
Rino pergi membuatkan bakso untuk Lintang. Mengambil beberapa buah bakso lalu memanaskannya di kompor bersamaan dengan Kuahnya. Tidak butuh waktu lama Rino kembali dengan sebuah nampan berisi bakso dan bumbu-bumbunya kemudian meletakkannya di atas meja, di depan Lintang.
Rino "Bumbu sendiri, aku tidak tahu bagaimana seleramu, tapi kusarankan jangan pedas nanti kamu sakit perut" Nasehatnya tanpa sadar bahwa ia tengah perhatian kepada Lintang. Sudut kiri bibir Lintang sedikit terangkat mendengarnya.
Lintang "Iya-iya bawel Lo!" Ucapnya pura-pura cuek, Lalu mulai membumbu baksonya kemudian memakannya.
Rani "Oh iya Rik, ini kasih sama mamamu, Tadi Rino bilang kalau mamamu pesan cabai" Jelasnya seraya menyerahkan plastik hitam berisi cabai yang mereka petik tadi.
Riko "Harganya berapa Tante?" Tanya Riko menerima plastik hitam itu dari tangan Rani. Namun janda tiga anak itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya membuat Riko bingung.
Rino "Tidak usah bayar Rik, ambillah anggap saja rezeki kamu karena sudah membantu kami memetik cabai tadi" Jelasnya mewakili Bundanya.
Riko "Eh, Gak usah tante Riko bayar aja ya, lagian Riko sama Lintang ikhlas bantuin Rino sama Randa tadi, kan Lin?" Ucapnya disusul anggukan kepala dari Lintang kepada Rani. Namun lagi-lagi wanita itu hanya tersenyum menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Randa "Ambil aja Rik, Segitu doang gak bakal bikin keluarga gue jadi gelandangan di jalan" Ucapnya menyudahi acara makannya kecuali Dani yang duduk disampingnya, bocah itu nampak sangat menghayati makanan di mulutnya tanpa menghiraukan percakapan orang dewasa di meja makan itu.
Rino "Randa!" Tegurnya bersedekap dada, Randa hanya bisa diam diam dengan wajah cemberutnya bila abangnya sudah turun tangan memarahinya. Sesekali ia akan melirik Lintang yang tersenyum mengejek kepadanya, Randa memalingkan wajahnya ke samping diikuti hembusan nafas.
Rani "Di termia saja Rik, Tante kan ada pohonnya jadi tidak perlu khawatir" Candanya dengan kekehan kecil. Mau tidak mau Riko menerima bungkusan berisi buah merah pedas di tangannya itu.
Riko "Kalau begitu terima kasih Tante" Ucapnya tulus. Rani hanya membalasnya dengan anggukan.
***
Setelah di bukakan pintu oleh satpam rumahnya, Lintang melajukan motornya ke halaman lalu membelokkannya ke dalam garasi kemudian berjalan keluar hingga langkah kakinya berhenti di depan pintu rumahnya yang senantiasa tertutup.
Lintang "Buka pintunya!" Teriaknya sembari memencet bel rumahnya berulang kali. Ngomong-ngomong soal bel rumah membuat Lintang teringat saat Rino ke Rumahnya. Remaja itu sepertinya tidak melihat bel di samping pintu rumah Lintang malah memilih mengetuk-ngetuk pintu rumahnya berulang kali.
Mengingatnya membuat Lintang tanpa sadar tersenyum sendiri sampai-sampai tukang bersih-bersih di halamannya heran melihat tingkah aneh tuan muda mereka. Bahkan saat pintu di buka oleh mamanya pun Lintang belum berhenti tersenyum. Jasmine memasang wajah anehnya melihat anak bungsunya yang sepertinya sudah gila setelah pulang dari Rumah adik iparnya.
Jasmine "Halo... Lin, Kamu kesambet apa dari rumah Riko" Panggilnya dengan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Lintang. Jasmine menghela nafasnya lega saat putranya akhirnya tersadar, Bisa-bisa setelah ini ia akan heboh sendiri bila putranya terus seperti itu.
Lintang "Eh? Apa ma?" Herannya melihat mamanya memasang ekspresi aneh melihat dirinya.
Jasmine "Tidak, bukan apa-apa sana masuk terus mandi, tumben bau badanmu mirip ikan di laut, Amis!" Ujarnya sambil mengendus-endus tubuh Lintang. Sedangkan Lintang hanya menatap mamanya dengan ekspresi datar. Tidak tau saja mamanya bahwa ia habis bekerja memetik cabai, Pekerjaan yang belum pernah dilakukannya selama 17 tahun hidupnya!
Lintang "Iya-iya mama bawel" Selesai mengatakan itu Lintang segera ngacir masuk sebelum mamanya berubah jadi nenek lampir.
Jasmine "KAMU BARUSAN NGATAIN MAMAMU BAWEL?!!!" Pekiknya dengan nafas memburu. Tukang bersih-bersih bahkan satpam harus sedikit meringis karena teriakan Majikan mereka. Beginilah hari-hari yang mereka harus lewati.