Arwin "Cium gue" Ucapnya tanpa basa-basi, Tengah menugukung seorang adik kelasnya yang terjebak diantara kedua tangan kekarnya, Rino Arana.
Rino "Apa?" Tanya Rino, Hey mungkin saja kan saking gugupnya ia sampai mempengaruhi pendengarannya.
Jam menunjukkan pukul 07.34 ketika Arwin menyeret Rino ke toilet pria, Setelah putus dengan Sinta, Arwin malas mencari mangsa selanjutnya. Dan akhirnya memilih Rino yang jelas-jelas adalah pacar resminya sebagai pemuasnya.
Arwin "Ck! Gue bilang cium gue" Arwin mengulang perkataannya. Rino akhirnya mengerti,
Tapi tunggu... Jika mengandalkan indera pendengarannya... Apa Barusan Arwin memintanya untuk menciumnya?!!
Rino "K-kenapa kak? Bukannya kakak udah punya Sinta?" Gagapnya. Sekarang Ia tengah berusaha menahan diri untuk tidak lari dari bilik toilet ini karena jujur saja ia tidak memiliki pengalaman, membuatnya menjadi takut dan gugup.
Ucapan Rino membuat ingatan Arwin tentang Ia dan Sinta membuatnya langsung berdecih, Wanita murahan itu ternyata sudah tidak perawan lagi dan terlebihnya adalah adkelnya itu membohonginya! Arwin sangat benci yang namanya dibohongi.
Arwin "Cih! Gue udah putusin dia, Lagian jalang itu udah blong!" Ucapnya memaki Sinta meskipun wanita yang dikatainya 'Jalang' itu tidak dapat mendengarnya.
Oke, Sekarang Rino sudah tahu bahwa Arwin sudah putus dari Sinta. Lantas mengapa malah meminta dirinya untuk mencium Arwin? Benar, ia akui Arwin adalah pacar dan cinta pertamanya sampai sekarang.
Tapi perlu Rino tegaskan sekali lagi bahwa sejak mereka resmi berpacaran lelaki di hadapannya ini tidak pernah perhatian ataupun peduli padanya. Bahkan dengan terang-terangan selingkuh di depan matanya seakan-akan dirinya bukanlah sesuatu yang berharga bagi pria beralis tebal di depannya ini.
Arwin bertambah kesal tak kala Rino malah bengong dan menatapnya dengan tatapan polosnya. Dengan tidak sabaran Arwin menarik tengkuk Rino dan menciumnya.
Rino menegang si tempat, Ini adalah ciumannya yang ke dua! Arwin menciumnya dengan sedikit kasar. Melumat bibir busurnya mulai dari bawah lanjut ke bibir atas Rino, Seketika rasa manis menyeruak di lidah Arwin membuat remaja berusia 18 tahun itu bertambah candu dengan bibir Rino.
Setelah kesadarannya terkumpul, Rino berusaha untuk mendorong tubuh kekar Arwin tapi Rino kalah tenaga bola dibandingkan dengan pria di hadapannya ini. Akhirnya Rino memilih untuk menutup rapat mulutnya dari lidah yang sedang berusaha masuk kedalamnya.
Arwin menyeringai di sela-sela perbuatannya. Ia sudah berpengalaman dalam hal ini tentu tidak susah baginya untuk membuka mulut Rino. Digigitnya bibir remaja
itu membuat Rino meringis kesakitan dan hal itu digunakan Arwin untuk menerobos masuk kedalam mulut Rino dengan lidahnya.
Rino membelalakkan matanya kaget, Tapi sudah terlambat kala Arwin menelusuri isi mulut Rino dengan lidahnya yang basah dan beberapa senti lebih besar dari lidah Rino. Akhirnya Rino pasrah saja dicium pacarnya, Melawan pun rasanya Rino sudah kehabisan tenaga, tubuhnya mulai lemas saat berciuman dengan Arwin.
Untung saja Arwin yang berpengalaman mengerti bahwa tubuh lawan mainnya sedang lemas akibat ciumannya yang bisa dibilang cukup agresif. Ditahannya Rino agar tidak jatuh ke lantai dengan memegang pinggangnya, Tapi sedetik kemudian Arwin menyadari sesuatu bahwa pinggang yang direngkuhnya sangat ramping untuk ukuran seorang pria. Bahkan sebelah tangannya yang kekar mampu melingkar penuh di pinggang Rino.
"Uuumm... Aah~ kak" Lirih Rino, Ia benar-benar kesulitan bernafas. Akhirnya dengan rasa menggantung Arwin melepas ciumannya, Padahal ia masih ingin mengecap rasa manis itu lebih lama.
"Haaaah... Haaah..." Rino meraup oksigen dengan tergesa-gesa.
Tiba-tiba saja kepala Rino mendongak ke atas dengan paksa lalu ia bisa merasakan lehernya dengan dihisap dan di jilat bersamaan dan pelakunya masih sama, Arwin.
"Angh~ Aah! Kak! Hah... lepas" Mohonnya sembari mendesah, Rasanya benar-benar geli dan sedikit nikmat yang Rino rasakan saat ini. Tapi ia tidak mau membuat dosanya lebih banyak, Jadi dengan sisa tenaganya didorongnya tubuh Arwin hingga menjauh.
Arwin mendengus, Lalu merapikan pakaiannya dan pergi meninggalkan Rino dengan pintu bilik WC yang terbuka, Lagi. Setelahnya tubuh Rino merosot ke lantai, Otaknya berusaha mencerna apa yang barusan tadi kemudian sebelah tangannya ia usapkan di sisi kiri lehernya, Samar-samar Rino masih merasakan sedikit saliva Arwin yang tertinggal disana.
"Ngapain Lo lesehan di lantai?" Tanya sebuah suara, Rino mendongak dan menatap wajah Lintang tanpa menjawab pertanyaan pria itu.
Lintang melirik jam tangannya, pukul 08.04, kemudian menoleh lagi ke Rino yang masih betah di lantai sampai menemukan sebuah kejanggalan. Bisa Lintang lihat dengan jelas penampilan Rino sangat kacau, kancing atasnya terbuka menampakkan bahu indahnya, rambutnya sedikit berantakan dan yang paling membuat Lintang salah fokus adalah bibir Rino yang bengkak berwarna kemerahan layaknya habis berciuman.
"Sat! Ni anak seksi juga" Batin Lintang mengumpat, Memalingkan wajahnya ke tempa lain. Saat ini penampilan Rino benar-benar sangat seksi dan itu tidak baik baginya bila berlama-lama melihat, Bisa-bisa si 'Antan' akan bangun, Nama untuk juniornya yang bersarang dibalik celana biru khas sekolah SMA.
Rino sadar saat ini Lintang tengah memandangnya namun tiba-tiba remaja itu memalingkan wajahnya, Rino melirik dan dengan segera membenahi kancing bajunya yang terbuka, Ini pasti ulahnya Arwin.
Kemudian Rino berdiri dan berdehem canggung.
Rino "A-ada apa Lin?" Ujarnya dengan gugup, Takut-takut bila Lintang akan menanyakan keadaannya saat ini.
Lintang kembali menoleh ke remaja itu, Bajunya sudah rapi walau Rino mungkin tidak sadar bila bibirnya bengkak.
Lintang "Gak, buruan beliin gue roti sobek coklatnya Bu Indah" Ujarnya. Rino diam sebentar setelah itu mengangguk dan menengadahkan tangannya ke depan Lintang, Kode untuk meminta uang tentunya.
Lintang "Apa?"
Rino menghela nafas "Hah... Uang, Memang apa lagi?" Ucapnya. Dengan mendengus Lintang merogoh saku bajunya lalu menyerahkan selembar uang merah ke tangan Rino.
Rino "Cuma satu?"
Lintang "Ck! Belanjain semuanya! Gue tunggu di kelas, gak pake lama" Tegasnya. Rino menganggukkan kepalanya kemudian pergi dari sana.
***
"Hei, tumben banget Si anak miskin itu ke sini" Ucap salah satu siswi kepada teman-temannya yang duduk di meja kantin.
"Alah palingan bawa duit cuma gocek" Ejek salah satu temannya dan diiringi tawa dari mereka.
Rino memutar bola matanya dengan malas, Tak peduli walau hampir seisi kantin menatap mengejek kepadanya. Ia tetap berjalan menuju ke salah satu penjual roti yang dimaksud Lintang. Ia sendiri jarang ke kantin, Mungkin akan pergi bila bosan makan bekalnya di kelas. Tapi meski demikian Rino juga kenal dan akrab dengan penjual di kantin Sekolahnya.
Bu Indah "Cari apa Rin?" Tanya wanita paruh baya di hadapannya itu dengan ramah.
Rino "Itu bu... Saya mau beli roti sobek coklat, masih ada kan?" Ucapnya. Bu indah tersenyum lalu mengangguk dan Rino segera memberikan uang dari Lintang untuk membayar.
Bu Indah "Beli berapa bungkus?" Tanyanya seraya menerima uang dari Rino.
Rino "Sehabisnya uang itu Bu" Ucapnya polos mengikuti perintah Lintang. Sontak Bu Indah dan beberapa Siswa yang duduk di sekitar kaget mendengar penuturan Rino.
Bu Indah "Hah? Serius kamu? Harga rotinya cuma 5 ribu tapi kamu malah mau beli 100 ribu" Ujarnya, Namun anggukan dari Rino membuatnya terdiam. Sedetik kemudian ia segera mengambil roti yang dimaksud lalu menaruhnya di plastik, memberikannya kepada Rino.
Rino "Terima kasih Bu, saya ke kelas dulu ya" Pamitnya sopan dan dibalas anggukan kepala oleh Bu Indah. Meninggalkan kantin dengan tatapan heran dari hampir penghuninya.
"Rino bibir Lo kenapa? Sariawan?" Celetuk seorang siswi, Mungkin adik kelas.
Rino menoleh ke asal suara kemudian mengerenyitkan alisnya. Dengan segera Rino berlari untuk memastikan sesuatu.
Setibanya di kelas ia langsung melemparkan kresek berisi 20 roti itu ke meja Lintang hingga remaja itu tersentak dari acara tidurnya.
Lintang "Setan! Siapa yang bikin gue kaget!?" Ucapnya marah, Dilihatnya teman-temannya. Mereka secara sadar menunjuk Rino.
Rino langsung mengambil cermin kecil di tasnya, Sebenarnya untuk jaga-jaga sewaktu-waktu mungkin saja membutuhkannya ia membawa benda yang indentik dengan wanita itu di dalam tasnya.
Ia memegang bibirnya yang bengkak saat melihatnya melalui cermin. Warna kemerahan masih memenuhi benda kenyal miliknya, Rino mendengus kesal lalu mengubur kepalanya diantara lipatan tangannya di atas meja.
Tidak menyadari bahwa Lintang juga memperhatikan gerak-geriknya yang aneh, Tadinya ingin marah kepada Rino karena telah lancang mengganggu tidurnya tapi setelah melihat tingkah anehnya Lintang mengurungkan niatnya dan memilih memperhatikan.
Lintang "Napa lagi tu anak?" Monolognya sambil menatap kresek berisi roti di mejanya.