Hari mulai menunjukan senjanya. Semua murid di SMA Bakti sangat bersemangat menuju tempat istirahat mereka begitu pun dengan Rania.
Saat ini, ia sedang duduk di sebuah kursi yang menghadap parkiran menunggu seseorang. Sudah hampir lima belas menit Rania duduk di sana, namun orang yang ia tunggu masih belum menunjukan batang hidungnya.
Rania melihat jam di tangannya beberapa kali. Karena bosan menunggu, kini kakinya pun sibuk melangkah kesana kemari tanpa tujuan.
Lima belas menit setelahnya, seseorang berjaket hitam yang diikuti oleh seseorang yang bergaya sama datang dengan wajah lelahnya. Rania dapat mengira kalau, kekasihnya itu telah bermain sepak bola bersama teman-teman gengnya.
Rania melambaikan tangan dengan senyuman bahagianya kala Ali datang, namun bukannya membalas, Ali malah memalingkan wajahnya dan malah tersenyum kepada Aryo yang berjalan berlawanan arah dengannya.
Rania pun merasa bingung dan merasa ada yang aneh dengan kekasihnya itu. Dia bisa mengira bahwa Ali sedang marah. Tapi apa yang Rania lakukan sampai membuat Ali marah. Pikirannya bertanya-tanya.
Ali menaiki motor hitamnya kemudian melajukannya tepat di hadapan Rania. Dan tanpa kata ajakan seperti biasanya, ia malah diam di atas motornya itu.
"Al, lo kenapa sih? " tanya Rania heran
"gue ada salah yah?" tanyanya lagi
Ali masih terdiam dan mematung walaupun Rania butuh jawaban atas sikapnya yang tak biasa.
Rania pun kembali kesal. Tadinya ia berharap kedatangan Ali dapat mengubah rasa kesalnya. Namun ternyata ia salah, Ali malah membuat perasaannya semakin kesal.
"ya udah. Lo pulang duluan aja. Gue bisa kok naik angkot" ucap Rania berusaha tak terbawa emosi kemudian berjalan melewati Ali.
Saat beberapa langkah berjalan, Ali dengan motor hitamnya menghalangi langkah Rania sehingga membuatnya terhenti.
"udah ayo naik" ajak Ali
"gak usah" jawab Rania malas kemudian kembali menyeretkan kakinya agar melangkah
Dan lagi, Ali membuat Rania menghentikan langkahnya dengan memegang tangan Rania.
"ayo" ajak Ali
"gak usah"
"lo kenapa sih?" tanya Ali dengan nada bicara yang sedikit tinggi
"harusnya gue yang nanya. Elo kenapa? " tak kalah, Rania juga meninggikan nada bicaranya
"lo gak nyadar?" tanya Ali
"gak nyadar apa? " tanya Rania bingung
"pura pura gak ngerti lagi"
"apa sih? Lo tuh kalau ada apa-apa ngomong. Bicarain baik-baik. Jangan tiba-tiba diem, nyuekin gue, jutek, marah-marah gak jelas. Kebiasaan deh" ucap Rania kesal dengan nada suaranya yang sedikit tinggi sehingga membuat perhatian setiap orang yang lewat.
"lo sendiri kan yang nyuruh gue buat peka sama kesalahan gue. Tapi nyatanya elo enggak"
"tapi sekarang gue gak tahu apa salah gue. Makanya ngomong dong"
"itu sama aja lo gak peka"
"apa sih" Rania tak mau emosinya semakin naik. Ia pun memutuskan untuk pergi.
Dan lagi-lagi, Ali menghentikan langkahnya. Kali ini ia turun dari motornya dan membiarkan motor kesayangannya itu terparkir di tengah jalan.
"gak usah ngehindar dari masalah deh" ucap Ali
"karena gue cape, Al. Gue pusing. dan sekarang lo marah-marah gak jelas dan nyuekin gue tanpa ngasih tahu alasannya. " jawab Rania yang berusaha menetralkan emosinya.
Ali terdiam. Ia menghembuskan nafas kasar. Tak lama kemudian, Ali langsung menarik tangan Rania dan mengajaknya duduk di kursi yang tadi Rania tempati.
Ali masih menggenggam tangan Rania. Ia masih menatap Rania yang sedang mengerucutkan bibirnya karena kesal.
"sorry" ucap Ali kemudian
Rania mulai menatap Ali yang menatapnya.
"sebenarnya lo kenapa? " tanya Rania
"lo kan tahu. Gue gak suka lihat pacar gue sama cowok lain" jawab Ali
Rania mengerucutkan keningnya bingung.
"siapa? " tanya Rania
"siapa lagi kalau bukan ketos itu" jawab Ali malas
"maksud lo Rafly?"
"ya iyalah siapa lagi. Emang ketos disini ada berapa"
"tapi gue gak ngapa-ngapain sama dia" jawab Rania polos
"lo tuh pura-pura gak ngerti atau emang gak ngerti sih"
"maksud lo apa sih? orang gue gak ngelakuin apa-apa sama dia" ucap Rania benar-benar tidak mengerti
"terus tadi yang di kantin apa? "
"di kantin? Perasaan gue gak makan deh hari ini" Rania mencoba mengingat-ingat
Ali menghembuskan napas kasar karena kesal.
"tadi, lo sama si ketos itu jadi perhatian satu sekolah. Mau pura-pura apa lagi?"
"ohh yah? Masa sih? " tanya Rania heran
"lo kenapa sih? Kok jadi rada pikun gitu? " kini giliran Ali yang heran dengan Rania
Rania pun langsung memukul Ali karena perkataan nya itu.
"ehh tapi serius deh, emang tadi di kantin gue ngapain sama Rafly? " tanya Rania penasaran
"lo beneran gak nyadar? "
"ya iyalah, makanya gue nanya"
Ali menghembuskan napas kasar.
"tadi lo di kasih minum kan sama dia? " tanya Ali
"iya"
"itu lo inget"
"ya cuman di kasih minum apa salah nya sih? "
"salah nya, abis lo nerima minuman dari dia, semua orang merhatiin kalian dan elo gak ngehindar sama sekali" jawab Ali tegas
"masa sih? Kok gue gak inget yah? " tanya Rania pada dirinya sendiri
Sementara Ali menggelengkan kepala melihat kelakuan Rania yang agak aneh hari ini.
"gue tadi lagi badmood, Al. Jadi gue gak inget apa-apa kayaknya" ucap Rania kemudian
"badmood kenapa? "
"ya adalah pokoknya yang ngebuat gue kesel seharian tadi"
Ali mengelus rambut Rania kemudian tersenyum kala Rania menatapnya.
"ya udah yuk pulang" ajak Ali yang sedari tadi belum melepaskan genggaman tangannya.
Saat akan naik, tiba-tiba dering handphone di dalam tasnya terdengar nyaring. Rania pun mengangkat terlebih dahulu telepon itu. Sementara Ali telah menaiki motor hitamnya dan menunggu Rania.
"hallo" sapa seorang cowok bersuara berat di kejauhan sana yang merupakan teman smp nya dulu. Siapa lagi kalau bukan Alex.
"iya. Kenapa? " tanya Rania
"hari ini ada acara gak? " tanyanya
"kenapa emang? " tanya balik Rania
"gue mau ngajakin lo nonton. Akhir-akhir ini film di bioskop pada rame-rame loh. Gimana kalau kita nonton Pengabdi Setan? Lo masih suka nonton film horor kan? " tanya Alex tiada henti
"kayaknya sekarang gue gak bisa deh"
"terus bisanya kapan? "
"gak tahu"
"gimana kalau jalan aja deh. Abis pulang sekolah gue jemput. Oke"
" e jangan-jangan"
"kenapa? "
"abis pulang sekolah gue ada bimbel. Nanti gue kabarin lagi aja ya kalau ada waktu. Oke. Gue lagi ada urusan nih. Bye"
Rania langsung menutup teleponnya tanpa mendengar persetujuan dari Alex. Saat ia membalikan badan, Ali sudah ada di belakangnya. Jika saja ia mempunyai penyakit jantung, mungkin ia sudah jantungan saat itu juga.
Ali menatap Rania tajam. Terlihat raut wajah kekesalan dan penuh curiga.
"siapa? " tanya Ali
"temen"
"temen cowok?" tanya Ali to the point.
Rania tahu jika telah seperti ini, pasti Ali sedang cemburu. Ia pun menghembuskan napasnya sejenak sebelum menjelaskan.
"dia temen SMP gue. Dia tadi ngajak nonton tapi gue bilang sekarang gak bisa" Rania mencoba menjelaskan
"terus nanti mau gitu? "
"ya enggaklah. Lagian gue juga ngerasa agak aneh sama dia"
"kenapa? "
"kayaknya dia ikutan geng motor deh. Emang sih dia emang bandel, tapi penampilannya gak kayak dulu"
"jadi lo tertarik? "
"apaan sih lo. Jangan kebanyakan nethink. Dan jangan kebanyakan cemburu"
"ya bagus dong kalau gue cemburu karena itu tandanya--"
"tandanya apa? " Rania memotong ucapan Ali dan berniat menggodanya
"tandanya---gue normal"
"emang lo gak normal? "
"kalau gue gak normal, kenapa lo mau sama gue? "
"karena gue pengen manfaatin lo aja"
"manfaatin? "
Rania mengangguk jahil.
"manfaatin apa? " tanya Ali lagi
"tebengan"
"waduhhh,, matre juga ya lo"
"bukan matre tapi realistis"
"terserah lo aja deh. Udah cepet naik. Ikut gak nih"
"iya sabar. Gak sabaran banget sih jadi orang"
Tak berapa lama kemudian, motor hitam pemilik sang ketua geng Aliens pun melaju dengan cepat. Menembus kencangnya angin dan cahaya melewati sebuah jarak dan meninggalkan jejak.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.