Baixar aplicativo
31.81% RAHASIA KELAM SANG BINTANG / Chapter 7: DUA GADIS YANG BERBEDA

Capítulo 7: DUA GADIS YANG BERBEDA

"You talk to me?" tanya Jovanka dengan ekspresi datarnya ke arah Adam.

"Ya," jawab Adam dengan tenang.

"Kamu sedang sibuk apa?" tanya Adam lagi kepada gadis cantik yang masih saja tak menghiraukan kehadirannya itu.

"Mempelajari kontrak," jawab Jovanka tanpa memalingkan wajahnya ke arah Adam.

"Kontrak?" tanya Adam lagi. Rasa penasaran pun menggelitik dadanya. Dia melihat sekilas kertas lain yang ada di sebelah Jovanka. Pelan-pelan dia membacanya.

"Kamu dapat kontrak iklan?" tanya Adam lagi. Tak disangkanya, Jovanka seketika itu langsung menghentikan aktivitasnya dan merapikan semua kertas-kertas di depannya. Dengan cepat dia memasukkan semuanya ke dalam map dan mengakhiri dengan meraih gelas jus alpukat yang baru disentuhnya sekali itu.

Sebuah hal yang mengherankan bagi Jovanka karena alpukat adalah buah yang paling tidak disukai Jovita. Tetapi dia justru memesan jus alpukat dan terlihat sangat menikmatinya. Adam tersenyum melihatnya.

"Kenapa kamu tersenyum?" tanya Jovanka singkat dengan pandangan tak senang.

"Kalian sangat berbeda," jawab Adam. Jovanka menatapnya heran.

"Kamu bicara tentang siapa?" tanya Jovanka lagi.

"Kalian," jawab Adam singkat. Jovanka hanya diam sambil menghela nafas kasar. Netranya menatap sekeliling, mencari keberadaan Lavender.

"Toiletnya di sebelah sana," kata Adam sambil menunjuk ke sebuah arah. Tentu saja Jovita tahu itu, bahkan sudah hapal. Tapi mana Adam tahu hal itu karena di depannya adalah Jovanka, bukan Jovita. Jovanka kembali mengarahkan pandangannya ke Adam yang terlihat masih saja menatapnya tanya kedip itu.

"Aku tidak suka kamu pandang seperti itu," kata Jovanka ketus. Adam terkesiap.

"Gadis ini benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Jovita," batin Adam sambil tersenyum.

"Maaf. Kamu mengingatkanku pada Jovita," katanya terus terang. Jovanka tak bereaksi apapun. Adam merasa mendapat angin. Dia pun kembali melanjutkan perbincangannya yang terputus.

"Aku tidak pernah mendengar dari Jovita kalau dia punya saudara kembar," kata Adam menyelidik.

"Kamu tidak pernah bertanya," sahut Jovanka.

"Bagaimana mungkin aku bertanya jika itu sesuatu yang diluar sangkaan sama sekali?" batin Adam bertanya dengan heran.

"Yah, mungkin Jovita tak ingin berbagi cerita tentang kamu," gumam Adam akhirnya. Jovita hanya menatapnya sesaat dan meraih ponsel yang tergeletak di meja. Dia segera menghubungi Lavender. Tersambung.

"Om, where are you?" tanya Jovanka dengan suara menahan amarah.

["Nikmati saja dulu percakapan kamu dengan Adam, Sayang. Om lagi ngerokok bentar di luar,"] jawab Lavender sambil tersenyum melihat Jovanka yang mulai kesal dari luar.

"You should come back here or I will go right now," ancam Jovanka kesal. Adam hanya mendengarkan saja sambil terus membandingkan Jovanka dengan Jovita.

"Bahasa Inggrisnya bagus sedangkan Jovita tak pernah sekalipun aku mendengarnya berbicara selain bahasa Indonesia," batin Adam sambil menatap Jovanka yang terlihat emosi itu.

"Om Lav memang suka merokok bareng anak-anak di teras belakang sana. Kamu mau aku antar ke sana?" tawar Adam. Jovanka menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Tidak bisa bau rokok?" tanya Adam penuh perhatian karena Jovita memang paling anti dengan rokok. Mungkin saja ada satu kesamaan diantara mereka. Tetapi tawa Jovanka membuyarkan pemikirannya itu. Jovanka terlihat menggelengkan kepalanya. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik menggoda saat tertawa tadi.

"Kenapa kamu malah tertawa?" tanya Adam heran.

"Aku tolak karena Om Lav pasti kesal harus berbagi rokok denganku," jawab Jovanka yang membuat kedua bola mata lelaki di depannya itu semakin membulat. Tetapi Jovanka terlihat tak peduli dengan hal itu.

"Kenapa kamu berbeda sekali dengan Jovita?" tanya Adam lirih sambil menatap lekat ke manik mata gadis dengan bulu mata lentik di depannya itu.

"Don't you ever dare to compare me with her," desis Jovanka tajam sambil menatap Adam dengan pandangan tidak suka.

"Oh, maaf," sahut Adam yang mulai menyadari kesalahannya.

"Maaf, tak seharusnya aku membandingkan kalian," sesal Adam.

"Kalian sungguh dua sosok gadis yang berbeda," kata Adam sesaat setelah tak ada sahutan apapun dari gadis jelita yang duduk di dekatnya itu.

"Sejauh mana kamu kenal Jovi?" tanya Jovanka kemudian. Adam tersenyum mendengarnya.

"Cukup dekat," jawab Adam membuat gejolak rasa tersendiri di hati Jovanka.

"Sedekat apa?" tanya Jovanka lagi setelah dia berhasil meredam rasa suka yang tiba-tiba menjalar di dalam dadanya itu.

"Dibilang sekedar teman, dia lebih dari seorang teman untukku. Dibilang karyawan, aku tak pernah menganggapnya sebagai karyawan," jawab Adam jujur.

"Kamu suka dia?" tanya Jovanka tanpa banyak basa basi.

"Uhuk!" Adam sekonyong-konyong terbatuk saat mendengar pertanyaan Jovanka. Gadis itu tersenyum samar mendengarnya. Netranya yang dingin menatap Adam dengan tajam.

"Benar, kamu suka dia," kata Jovanka kemudian. Seulas senyum terukir indah di dadanya kini, tetapi Jovanka tak bisa mengungkapkannya.

"Ini perasaan milik Jovita. Aku harus bisa menahannya," batin Jovanka sambil membuang wajahnya ke arah luar.

"Bagaimana kamu bisa dengan mudah mengatakan hal itu, Jova?" tanya Adam heran.

"Bahkan aku sendiri belum berani mengungkapkan apapun kepadanya," katanya dengan lirih.

"That's your probem," sahut Jovanka dengan datar. Diraihnya gelas berisi jus alpukat yang masih tersisa sepertiga gelas. Dengan segera Jovanka meneguknya hingga tak bersisa lagi.

"Jus yang enak," puji Jovanka sambil mengangkat gelas jusnya yang telah kosong itu di hadapan Adam. Lelaki itu hanya tersenyum sambil mengucapkan terima kasihnya. Lavender terlihat memasuki lobi kafe sambil menebar senyumnya.

"Sorry, Sayang. Bibir Om kecut dari pagi belum dipoles dengan asap kenikmatan," kata Lavender sambil terkekeh memandang Jovanka yang menatapnya kesal.

"Thank you ya, Dam," kata Lavender sambil menepuk bahu kekar lelaki muda itu.

"Ya, Om. Sama-sama," jawab Adam sambil tersenyum.

"Udah selesai baca kontraknya, Sayang?" tanya Lavender dengan lembut, sama dengan kelembutan yang selalu dia berikan kepada Jovita. Jovanka hanya mengangguk kecil sambil menatapnya penuh arti.

"Ada yang mau ditanyakan?" tanya Lavender sambil menggeser duduknya ke sebelah Jovanka yang mengangguk mengiyakan.

"Ini tidak bisa direvisi lagi?" tanya Jovanka sambil menunjuk pasal yang membuat dirinya terjerat pelayanan khusus untuk Galang itu.

"Entahlah. Tapi coba besok aku bicarakan dengan pimpinan, ya," jawab Lavender sambil tersenyum menenangkan.

"Kalau boleh tahu, kontrak apa sih, Om?" tanya Adam penasaran. Lavender menatap lelaki muda itu tak percaya.

"Dari tadi kalian ngobrol itu belum ada bicara tentang kontrak ini, Cin?" tanya Lavender dengan heran. Adam menggelengkan kepalanya sementara Jovanka hanya mendecih lirih.

"Nggak penting bicara hal yang bukan urusannya," gumam Jovanka pelan. Adam hanya memandangnya dalam diam.

"Dia memang menjengkelkan, tetapi aku justru penasaran dengannya," batin Adam sambil tersenyum sendiri.

"Jovanka ini calon seorang bintang, Dam. Nah, mumpung belum meroket kamu bisa sana minta foto bersama atau minta tanda tangannya dulu sekarang. Next bisa dijual mahal lho kalau dia udah jadi bintang terkenal," jelas Lavender yang diakhiri tawa saat melihat Adam yang tiba-tiba berinisiatif merapikan rambutnya itu.

"Jangan kekanakan, Om. Ayo kita pulang," ajak Jovanka sambil berdiri dan mulai berjalan meninggalkan Lavender yang tergopoh-gopoh menyusulnya.

Mereka pun segera masuk ke dalam mobil dan perlahan meninggalkan halaman kafe dengan diiringi pandangan penuh tanya seorang lelaki tampan yang mulai terusik hatinya.

Sementara Jovanka tampak asyik berdiam diri sejak secara tak sengaja melirik Adam yang masih saja menatapnya lekat saat mereka meninggalkan lobi kafe. Bibir lelaki itu terus saja tersenyum sambil memandang Jovanka yang sepertinya tak menggubris keberadaan lelaki itu.

"Kenapa diam saja sih, Cin?" tanya Lavender yang melihat Jovanka hanya diam menatap lurus ke depan atau sesekali memalingkan wajahnya untuk melihat-lihat sekitar tempat yang dilewatinya.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan," jawab Jovanka santai.

"Kapan mulai syutingnya?" tanya Jovanka.

"Besok," jawab Lavender sambil menunjuk berkas yang ada di tangan Jovanka itu.

"Coba kamu cek di sana. Di mana tempatnya syuting. Aku harus pastikan agar ada yang menemanimu di sana nanti," kata Lavender kemudian.

"Apa maksudnya, Om?" tanya Jovanka tidak paham.

"Jova, aku tidak bisa mendampingi kamu setiap saat, Sayang," jawab Lavender sambil tetap menatap lurus ke arah depan. Jovanka menatap lelaki itu dengan bingung.

"So I asked Kana to be my assistant for you," lanjutnya sambil tersenyum menyeringai.

"Harus dia?" tanya Jovanka heran. Lavender menganggukkan kepalanya.

"Dia bukannya punya kerjaan di club itu?" tanya Jovanka lagi.

"Hm, ya. Tapi freelance dia. Cuma kalau ada yang memerlukan dia saja maka dia akan datang ke club itu," jawab Lavender yang diakhiri dengan sebuah senyuman misterius. Jovanka bukannya tidak tahu, tapi dia diam saja. Setiap orang berhak mempunyai rahasia. Jovanka menghormati hal itu.

"Langsung pulang, Jov?" tanya Lavender

"Ya," jawab Jovanka sambil melepas higheelsnya serta memasukkannya ke dalam tas jinjing yang tadi pagi di bawanya. Lavender melajukan dengan pelan mobilnya saat mendekati rumah Jovita dan berhenti persis di depannya. Jovita segera turun dan bergegas masuk ke dalam rumahnya. Untung saja suasana sore ini cukup sepi, Jovita bisa masuk ke dalam rumahnya dengan tenang. Biasanya sore-sore begini banyak ibu-ibu yang ngobrol di depan rumah salah satu tetangga Jovita.

"Aku harus melepas semua yang kukenakan sebelum aku pulang. Itu sepertinya lebih aman bagiku," batin Jovita sambil membersihkan riasannya. Jovita berjalan ringan ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.

"Jadi Mas Adam ada rasa denganku?" tanya Jovita dalam hati. Bibirnya tersungging sebuah senyuman malu-malu. Wajah yang dinilainya pas-pasan itu tentu saja tak langsung mempercayai ucapan Adam kepada Jovanka tadi.

"Paling-paling Mas Adam hanya kasihan padaku selama ini," gumamnya menenangkan diri sambil rebahan di tempat tidur.

Sebuah dering nyaring tiba-tiba terdengar di ponselnya. Jovita melirik malas ke arah meja riasnya. Terlihat ponselnya yang bergetar itu bergerak-gerak meminta diraih. Tangannya terjulur meraih ponsel itu. Netranya membundar melihat nama yang tertera di layar.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C7
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login