Baixar aplicativo
8.49% Jerat Pernikahan Kontrak / Chapter 35: 35 Banyak pikiran

Capítulo 35: 35 Banyak pikiran

"Apa yang membuat kamu seperti ini, Wil?" Sindi kembali bertanya. Ia mengusap kepala anak bungsunya dengan lembut tampak khawatir.

"Aku tidak apa-apa, Mah. Jangan kahawatirkan aku ya. Aku hanya kelelahan saja. Mata berkunang-kunang dan terasa mau pingsan," jawab Wili beralasan. Ia tak bisa mengatakan kesedihannya pada Sindi. Ia tak akan menambah berat beban pikiran mamahnya yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang sewaktu-waktu bisa kambuh.

"Tapi, kamu terlihat hancur sekali. Mamah merasa kalau kamu sedang ada dalam masalah besar," elak Sindi. Sebagai orang tua tentu saja ia merasakan kesedihan yang sama. Ia yang sudah hapal betul dengan gelagat anak-anaknya, selalu mampu membedakan keadaan anaknya.

"Tidak, Mah. Urusan wisuda kampus yang tinggal menghitung hari saja membuat aku sampai lupa makan. Aku baru sadar kalau aku belum sempat mengisi perut sedari pagi tadi. Aku kelelahan tanpa tenaga, itu saja." Wili kembali menegaskan. Ia berusaha meyakinkan perasaan mamahnya dengan alasan yang ia buat.

"Ya ampun, Wil. Harusnya kamu juga perhatian isi perut kamu dong. Mana bisa ada tenaga kalau kamu melupakan asupan makanan," ucap Sindi tampak percaya dengan alasan Wili.

"Iya, Mah. Aku teledor melupakan kesehatanku sendiri," balas Wili tampak berusaha meyakinkan.

"Lalu, bagaimana pakaianmu bisa basah kuyup seperti ini? Bukankah kamu membawa mobil! Kamu sengaja hujan-hujanan?" Sindi kembali bertanya masih merasa heran.

"Aku tidak sengaja kehujanan, Mah. Masa iya sih aku hujan-hujanan." Wili kembali beralasan.

"Ya sudah Mamah akan siapkan makanan untuk kamu. Kamu harus segera makan, Wil. Besok lusa kamu wisuda kan," titah Sindi seraya beranjak dari tempat duduknya dan dia segera berjalan menuju ruang makan yang akan segera menyiapkan makanan untuk anaknya.

"Makasi, Mah," ucap Wili saat Sindi mulai melangkah meninggalkannya di ruang tengah.

Wili memang merasa lemah bagai tanpa tenaga karena dia memang tidak bohong dengan alasannya yang belum makan nasi sedari pagi. Urusan Jeni yang cukup menguras perasaannya seharian ini membuat Wili sama sekali tak memikirkan kesehatannya. Bahkan untuk sekedar makan siang pun ia sama sekali tak ingat.

Namun, saat ia telah berhasil bertemu dengan Jeni. Wanita itu malah memberinya pil pahit yang terpaksa harus Wili telan seketika.

Mengapa harus terjadi perpisahan ini, padahal Wili tengah serius dengan cintanya. Bahkan saat ini hanya nama Jeni yang terukir dalam hatinya. Mengapa Jeni tanpa hati pergi di saat begini, di saat asmara Wili yang telah melebarkan sayapnya. Wili masih bertanya-tanya.

'Begini yang kurasa, Jen. Dalam waktu yang tak perlu lama kini kau telah menghancurkan semuanya begitu saja. Aku berharap aku tak akan lagi bertemu dengan wanita seperti kamu, Jeni! Wanita yang sama sekali tak memiliki hati!' batin Wili terasa murka dengan Jeni. Wanita yang ia cintai seketika membuat ia merasa benci.

'Aku akan berusaha melupakan kamu, karena kamu benar-benar tidak pantas aku perjuangkan.' Wili masih bergumam dalam hatinya. Ia tampak mengepalkan kedua tanganya, terlihat emosi tatkala mengingat kembali ucapan Jeni yang sangat melukai perasaannya.

Sebagai seorang laki-laki, Wili merasa kalau harga dirinya diinjak-injak begitu saja. Sementara ia juga merasa kalau pengorbanannya selama ini memang sama sekali tak dianggap oleh Jeni.

***

"Tidak usah bersedih, apa yang kamu lakukan itu sudah yang terbaik," celetuk Jefri pada Jeni yang berada di sampingnya. Mereka kini dalam perjalanan pulang di dalam mobil mewah milik Jefri.

Jefri tampak risih saat melihat Jeni yang sedari tadi diam dan mematung. Raut wajah Jeni juga tampak sedu dan Jefri bisa melihat kalau istrinya tengah bersedih setelah putus dari Wili.

Jeni tampak tak sudi untuk menjawab ucapan Jefri, ia hanya memijat-mijat pelipisnya yang terasa pusing. Bukan karena putus cinta dengan Wili, Jeni memang merasa kalau kepalanya sangat pusing sementara lambungnya pun kembali terasa. Sementara sebelah tangannya lagi tampak mengusap-usap perutnya yang terasa mual.

"Kamu kenapa, Jen?" Jefri kembali bertanya karena melihat kondisi Jeni yang menurut penglihatannya sedang tak baik-baik saja.

Namun, Jeni tetap saja tidak menjawab. Ia merasa mual sehingga tak berselera untuk berbicara dengan Jefri.

"Apa sih yang kamu lihat dari, Wili? Putus cinta dengannya saja membuat kamu seperti ini," sambung Jefri masih berbicara kepada Jeni, padahal Jeni masih saja tak sudi membalas ucapannya.

Tiba-tiba saja Jeni merasa kalau pandangannya berputar-putar. Ia merasa pusing tujuh keliling. Ia tidak pernah mabuk perjalanan tapi kali ini ia merasa tengah mabuk perjalanan dan tak bisa lagi mengandalikan perasaannya. Tidak enak rasa dan tak tahu dengan kondisinya saat ini. Jeni tertidur tak sadarkan diri. Ia tampaknya pingsan di dalam mobil, itu terlihat dari tangannya yang sedari tadi tengah memijat pelipisnya tiba-tiba luruh diatas pangkuannya dan melemas begitu saja.

Saat Jefri menyentuh tangan Jeni yang melemas, sudah bisa dipastikan kalau istrinya memang pingsan.

"Ya ampun, Jen. Putus cinta membuat kamu down seperti ini," ucap Jefri sambil menggelengkan kepalanya. Namun, meski pun begitu ia tak bisa membiarkan Jeni tak sadarkan diri begitu saja di dalam mobilnya.

Jefri segera menepikan kendaraan roda empatnya dan menginjak pedal gas, mematikan terlebih dahulu mesin mobilnya. Segera ia mengambil minyak angin yang berada di dasboar mobilnya. Ia mengoleskan minyak angin yang sudah berada di dalam genggamannya itu pada pundak dan leher Jeni, tak lupa ia pun mengoleskan minyak angin itu pada bagian perut Jeni berharap istrinya itu akan kembali segar dan sadar.

"Jeni, bangun!" Jefri tampak menepuk-nepuk pipi Jeni dengan lembut, ia berusah membangunkan Jeni. Ia pun mendekatkan minyak angin yang ia pegang pada lubang hidung Jeni. Namun, istrinya tetap saja tak membuka kelopak matanya dan masih tertutup rapat.

"Jen, bangun!" Jefri masih berusaha membangunkan istrinya dengan lembut. Namun, hasilnya tetap sama dan nihil. Tak ada tanggapan dari Jeni. Seketika pikirannya berkecamuk, rasa khawatir menyeruak di dalam dada Jefri. Ia segera memutar arah menuju klinik kesehatan dan akan segera memeriksa keadaan Jeni yang melemah tak berdaya seperti itu.

Sesampainya di klinik kesehatan, para petugas yang berseragam serba putih segera membawa Jeni yang sudah dibaringkan terlebih dahulu di atas stretcher karena Jeni masih tak sadarkan diri. Para petugas medis itu segera membawa Jeni ke ruang pemeriksaan dan segera melakukan pertolongan pertama pada istri siri Jefri itu.

'Kenapa kamu seperti ini sih, Jen! Secinta itukah kamu pada, Wili!' geram Jefri dalam hatinya. Tentu saja ia merasa kesal karena Jeni pingsan usai hubungannya berakhir dengan Wili.

Setelah kurang lebih lima belas menit dalam pemeriksaan, hidung Jeni terlihat dipasangkan Nasal Oxygen Cannula untuk membantu pernafasannya yang sedikit sesak. Sebelah pergelangan tangan Jeni juga terlihat selang infus. Rupanya Jeni benar-bebar lemas, itu pun terlihat dari kelopak matanya yang pucat.

Kini Jefri sudah duduk dan berada di hadapan dokter yang akan menjelaskan kondisi istrinya saat ini.

"Apa yang membuat istri saya pingsan, Dok? Apa ada penyakit yang serius?" Jefri bertanya tampak khawatir.

"Tidak ada penyakit seirus kok. Hanya saja kehamilan trimester ke 2 memang akan sering pusing dan mual. Mohon untuk tidak membuat calon ibu menjadi stres atau banyak pikiran karena itu akan mempengaruhi perkembangan janin. Saya akan segera buatkan resep dan vitamin untuk Nona Jeni." Dokter menjelaskan sambil sibuk menulis resep pada selembar mertas kecil yang berada di atas mejanya.

"Apa! Hamil?" Jefri terkejut dengan bola mata terbelalak.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C35
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login