"Apa Oma dan semua belum pulang?"
"Oma sudah tidur, Fanan belum pulang. Rafka tadi mijat Oma. Arga entah kemana dia. Oh ya besok kita bertemu klien."
Pagi yang cerah Kanaya sudah mempersiapkan diri. Mereka bertemu klien untuk membahas poperti, Mahis menutupi rasa muaknya, dia pun memperkenalkan istrinya.
"Iya benar Pak ini istri saya," ujar Mahis.
"O ... anda sangat beruntung bisa memiliki istri yang handal dalam masalah dapur," ujar klien. "Oke sudah cukup pertemuan hari ini, mari kita lanjutkan besok lagi, aku akan menunggu menu lain dari Mbak Kanaya," imbuh klien berdiri lalu menjabat tangan mereka semua dan bergegas pergi dari tempat itu.
Kanaya dan semua berdiri, Mahis kembali duduk terlihat wajah malasnya. "Rafka, antar dia pulang. Aku masih ada urusan," ujar Mahis menarik kursi lalu pergi dengan cepat.
Entah Mahis dengan wajah marahnya akan pergi kemana. Kanaya pun hanya bisa pasrah.
"Oke Mbak, Ka, aku pamit antara Aidil ke Mall dulu ya," jelas Fanan setelah mengemas barang-barangnya.
Sementara dengan Mahis dia melaju dengan kecepatan tinggi. Mobilnya melaju ke arah salah satu properti yang belum jadi. Bangunan yang masih berantakan dan terbengkalai belum selesai dalam membangunnya.
Pria itu hanya terdiam sambil memandang bangunan itu. "Ini adalah mimpiku dan orang tuaku, aku ingin membangun Rumah Sakit untuk orang-orang yang tidak mampu. Tapi malah sekarang aku dalam situasi yang begitu rumit. Kini aku malah berhutang sama si roti. Ha ...." Mahis berteriak sekencang-kencangnya meluap rasa penat dari dalam hatinya.
"Heh ...."
Pria ini menikmati kesendirian nya.
***
Sedang Fanan dan Aidil masih mencari mainan disalah satu pusat perbelanjaan ternama.
"Aidil inginnya makanan dan mainan apa sayang?" tanya Fanan menggendong putra kecilnya. Aidil kecil menunjuk ke salah satu permainan mobil-mobilan. Ayah dan Anak ini menikmati waktu luang. Setelah itu ke game dance.
"Ayah ... Ayah, aku sangat capek," kata Aidil meringik sudah lelah. Fanan mengajaknya turun lalu mereka berada di cafe. Alisya duduk dan menikmati kesendirian nya.
"Mama Alisya," panggil Aidil, kedua orang dewasa itu saling menatap. Alisya lebih terkejut, anak itu menarik kursi di sampingnya, Alisya segera membatunya untuk dudukan.
Fanan memperhatikan dari jauh, Fanan memesan makanan, kemudian menghampiri Alisya dan Aidil.
Terlihat jelas jika Alisya sangat canggung dan tidak berani menatap Aidil. Fanan menarik kursi lalu duduk di samping Aidil.
"Mama, mama, tolong kupas kan ini," minta Aidil memberikan es krim yang masih terbungkus. Kedua mata orang dewasa itu saling menatap, Fanan memberikan kode Alisya mengupas kan bungkus es krim.
"Terimakasih Mama," ucap riang dari Aidil.
"E ... maaf ya sayang ... ini Tante bukan Mama," jelas Alisya dengan suara yang sangat lembut agar Aidil tidak marah.
"Lo ... semua teman-temanku kalau memanggil Mama, bukan Tante," bantah bocah itu.
"Sudah tidak apa-apa Mbak Sya," Fanan bersikap biasa saja, dia kembali fokus dengan ponselnya. Fanan mengangkat telepon dari seseorang, dia menjauh dari Aidil dan Alisya.
Entah bercanda yang bagaimana Alisya dan Aidil sangat asik. Fanan melihat anaknya tertawa lepas dan sangat bahagia.
'Sayang andai kamu masih ada, pasti kamu akan melihat kelucuan putra kita. Dia tumbuh cerdas dan sangat lincah seperti kamu. Dia juga sudah menghafal doa keseharian diam sangat cerdas sayang. Sayang, aku merindukanmu semoga Allah, menyampaikan perasaanku kepadamu,' batin Fanan.
Fanan melihat ke arah meja tempatnya, namun tidak ada seorangpun yang berada di situ dia bergegas menelpon nomor Alisya.
"Halo kalian di mana?" tanya Fanan, dia mencemaskan Aidil.
"Aku sedang di toilet Mas, Aidil ikut aku tapi tadi dia di luar, dan aku sekarang sudah selesai ini aku akan keluar," jelas Alisya, suara panggilan belum terputus terlihat Alisa sangat cemas dan memanggil nama Aidil berkali-kali, setelah mendengar Alisa kebingungan Fanan segera ke toilet.
"Maksud kamu apa? Di mana Aidil?" suara Fanan sangat tinggi, dia terlihat sangat cemas dan berlari ke sana kemari mencari putra kecilnya.
"Maaf ... maaf, maaf," suara Alisa terpecah, terdengar dia menangis pilu dan tetap mencari Aidil. Keduanya bertemu terlihat Fanan sangat marah, tapi Fanan hanya diam kemudian mereka bergegas mencari Aidil kemanapun.
Mata keduanya mencari di setiap sudut ruangan namun tidak terlihat anak itu. Kecemasan semakin menjadi keduanya berpencar untuk segera bisa menemukan Aidil. Perasaan seorang ayah sangat resah air mata itu menetes karena takut kehilangan.
"Aidil ... kamu di mana sayang," Fanan memperlihatkan foto anaknya ke beberapa orang. Begitu juga Alisa, namun karena keduanya tidak mendapat informasi. Fanan berlari cepat ke semua arah, dia bertanya ke satu-persatu orang. Namun sirna, karena orang yang ditanyai hanya menggelengkan kepala, tetapi dia tidak menyerah dia terus memanggil putranya dengan deraian air mata.
Di tempat yang luas di tempat yang besar sangat sulit menemukan sosok anak yang berumur hampir empat tahun.
"Ya Allah ... di mana Anakku ya Allah ... Aidil, Ayah mencarimu Nak ... Aidil ... Aidil ...." pria tampan ini tertegun dan bersimpuh tidak berdaya. "Aidil ...." suara tangisannya membuat semua orang menatapnya dan saling bertanya kenapa, kenapa?
Dia kembali berdiri lalu menelpon Alisa. "Est ... Bagaimana apa kamu sudah melihat Aidil atau menemukan Aidil?" tanya cepat sambil menggigit kuku ibu jari.
"Maaf Mas ... est hek hekh hiks, aku masih mencari maafkan aku ... maafkan aku ...." suara Alisa tersedu-sedu dan menyesal.
"Bagaimana kamu bisa ceroboh itu sih! Kenapa tidak kamu berikan ke aku saja tadi!" teriak Fanan sangat marah.
"Hiks, tapi tadi aku sudah bilang sama Aidil, tapi dia maksa untuk ikut aku," belum selesai menjelaskan.
"Kalau sampai terjadi apa-apa sama Aidil. Aku tidak akan pernah memaafkanmu, dan kamu akan aku pecat," suara Fanan sangat tegas dia segera berlari mencari putranya, Alisa menangis tersedu-sedu dan tetap mencari Aidil.
Perasaan kacau di rasa Fanan, Fanan berlari ke salah satu penjaga swalayan. Fanan menyuruh pegawai syawalan yang untuk menemukan Aidil. Semuanya bergerak Fanan segera mencari ruang CCTV agar bisa melihat putra kecilnya.
Dia mengawasi setiap reka ulang dari layar CCTV.
"Ya Allah ... semoga Aidil tidak diculik Ya Allah ... semoga Aidil bersama orang baik. Ya Allah pertemuan aku dengan putraku Ya Allah ...." raut wajah seorang Ayah sangat cemas dan gelisah, tidak bisa digambarkan lagi betapa kacaunya hati Fanan.
"Mas coba ulangi itu," pinta Fanan untuk mengulangi video yang berada di CCTV sebelah kanan petugas. Dia melihat sosok kecil seperti Aidil, namun sirna itu bukan Aidil. Hanya bajunya yang mirip. Hati Fanan sangat hancur dia duduk lemah sambil memijat kepalanya.
"Sayang jangan takut ... Ayah akan segera menemukanmu. Sayang ... Sayang ... Sayang maafkan aku. Ya Allah ... maafkan aku. Ya Allah ... heh ... aku harus mencari jangan lemah Fanan. Dengan menangis kamu tidak bisa menemukan Aidil.