Alicia bangun lebih dulu, ia kemudian melihat Riel sedang tidur sangat pulas dengan keadaan terduduk. Gadis ia mendengus, "Kenapa dia tidur sambil duduk begitu sih?" ujarnya. Lalu ia berdiri, sangat penasaran dengan luka di sayap Malaikat maut itu.
Alicia berjongkok, ia tatap lekat-lekat sayap Riel yang sedang menguncup itu. Sayap yang putih dan tanpa noda, rasa penasaran Alicia membuat tangannya pelan-pelan menyentuh sayap itu, begitu lembut bahkan lebih lembut dari kain sutera. "Sayapnya benar-benar lembut dan wangi," gumamnya di hati.
Lalu, tanpa sengaja matanya menjadi terfokus pada wajah Riel yang begitu tampan, putih dan mulus tanpa noda bekas jerawat. Alicia di buat terkesima dan terpesona dengan Malaikat maut yang terkenal dingin dan menakutkan.
"Aku heran, kenapa kulit Malaikat begitu bagus, putih dan mulus? Sedangkan aku, sebagai seorang gadis terlalu banyak bekas jerawat di wajah," katanya sambil mengelus wajahnya sendiri. Tanpa sengaja, tangannya kemudian sudah mengelus pipi Riel, membanding-bandingkan antara kulit wajahnya dengan kulit wajah milik Riel. "Gila, ini sih, terlalu mulus untuk kulit seorang laki-laki. Bahkan kulitnya sangat lembut! Ini benar-benar gak adil," gumam Alicia.
Ia semakin keasikan mengelus kulit Riel hingga tanpa sadar. "Sudah kamu mengelus-elusnya?"
Alicia bergegas menarik tangannya kembali, ia sangat kaget dan malu pada Riel. "Eh ... maaf, aku hanya ingin memastikan luka-luka kamu sudah baikan!"
"Sudah, jangan terlalu banyak alasan," Riel berdiri sambil membersihkan celana bagian bokongnya yang kotor. "Lebih baik kita pergi dari sini sekarang sebelum Iblis itu benar-benar menemukan kita." Riel sudah berdiri di samping Alicia. Kemudian ia membebaskan mantra sihirnya agar pelindung di sekitar goa menghilang.
Alicia terlihat takjub kala Riel mengeluarkan kekuatan sihirnya itu. "K-kau punya kekuatan?"
Riel mengangguk. Lalu melangkah keluar. Diluar, hutan masih terlihat gelap tetapi di langit terlihat sedikit cahaya matahari dari balik awan yang masih terlihat kehitaman. Udaranya pun masih terasa dingin.
Sedangkan gadis itu tampak bingung, melihat ke sekitar mulut goa. Semalam, ia melintasi mulut goa untuk mencari air di sungai. Tetapi, Alicia tidak merasakan apapun saat ia berlari melewati mulut goa yang sudah di beri mantra kekuatan pelindung dari Riel itu. "Aneh sekali, semalem aku benar-benar tidak merasakan apapun. Dan jadi semua itu karena Riel memasang pelindung agar semua mahluk-mahluk astral itu tidak bisa menemukanku?" pikirnya lagi.
"Hei ... mau sampai kapan kamu melamun di situ, huh?" Suara Riel membuyarkan lamunan Alicia yang masih takjub pada kekuatan sihir Riel yang melindungi goa tempat ia dan Malaikat maut itu bermalam.
"Iya ... iya ... bawel banget sih, jadi Malaikat!" gerutu Alicia kesal, ia cukup kaget dengan teriak Riel itu. "Apa semua Malaikat bawel sepertimu? Atau jangan-jangan cuma kamu aja yang kayak begini?"
"Berisik! Kau mau para mahluk halus mengetahui keberadaanmu saat ini?" sergah Riel, tetapi tidak cukup menghentikan ocehan Alicia. Sifatnya benar-benar berubah, sifat introventnya seolah diselimuti oleh sifat bawelnya saat ini.
"Iikh, kamu pikir aku akan takut dengan mahluk halus di siang-siang seperti ini. Aku tidak akan tertipu dengan tipu muslihatmu itu, Tuan Malaikat yang agung!"
Riel menghela napas. "Apa semua manusia bawel sepertimu ini? Ocehannya membuat telingaku sangat sakit!" balas Riel dengan nada suara sangat kesal.
"Iiikh, nyebelin banget sih!" gerutunya kesal. Alicia kalah berbicara kemudian terdiam.
Kaki terus menapaki jejak di tanah basah yang habis diguyur hujan seharian. Mengikuti terus langkah Malaikat. Embun menyamarkan pandangan Alicia di depan sana. Kabut terlalu tebal, sehingga pemandangan di depannya terlihat samar, kecuali jalanan yang di tumbuhi tanaman liar seperti ilalang dan rumput yang terlihat jelas. Alicia mengelus tekuk leher, kadang mengusap lengannya agar terasa hangat. Sebisa mungkin agar dirinya tidak pingsan kedinginan oleh udara yang kini bertambah dingin ia rasakan.
"Ternyata benar dugaanku, kalian berada di goa itu!" Alicia dan Riel menoleh ke belakang. Asmodeus sedang duduk di salah satu dahan di pohon, kemudian ia melompat dan mendarat di tanah dengan sempurna.
"Kau lagi?" ujar Alicia.
"Asmodeus?" ucap Riel langsung mengerutkan dahinya, tatapan matanya sangat tajam. Ia bergegas menarik tangan Alicia dan menyuruh gadis itu tetap di belakangnya.
"Wow ... ternyata elu perhatian juga sama gadis itu? Atau elu benar-benar suka dia, Lucifer?"
"Jangan pernah elu memanggil gue dengan nama Lucifer!" sergah Riel merasa enek dan sakit telingannya mendengar nama lamanya itu. Alicia terkejut mendengar satu nama yang disebutkan Iblis yang baru ia ketahui namanya.
"L-Lucifer?" ucap Alicia pelan. Menatap Malaikat maut itu dari belakang. "Bukankah Lucifer termasuk Iblis yang sangat kejam? T-tapi, ia begitu baik walau kadang suka nyebelin!" pungkas Alicia tidak menduga, Malaikat yang suka mencabut nyawa manusia itu mantan Iblis yang terkenal sangat jahat.
Lalu,
"Grrrr"
Suara geraman Orthos membuat mata Riel terjaga. Ia sedikit mundur beberapa langkah. Alicia begitu terkejut, matanya terbelalak sangat lebar. Baru kali ini ia melihat anjing dengan ukuran yang sangat besar. Riel buru-buru membentangkan tangannya, menjaga Alicia dari kedua mahluk neraka yang terkenal kejam itu.
"A-pa itu?" tanya Alicia terbata dari balik tubuh Malaikat maut. Riel tidak menjawab. Baru kali ini Alicia melihat anjing berkepala tiga. Malaikat maut itu menatap tajam pada Orthos yang mula menunjukan gigi-gigi runcingnya.
"Hei, Orthus ... kau kangen dengan kakakku?" tanya Iblis itu yang ternyata bernama Asmodeus. Namun, ekspresi wajah anjing itu sangat tak bersahabat. Orthus menggonggong sambil menggeram sangat kencang pada Riel, ia sangat tidak suka pada Malaikat maut itu. "Hei, Orthus. Kubilang jangan mengonggong seperti itu pada kakakku, Orthus!"
Orthus tak mendengarkan perkataan Asmodeus, ia terus menggongong pada Malaikat maut. Kemudian ia berlari, mulai menyerang Riel. "CEPAT LARI, TERLALU BERBAHAYA DI SINI!!" Teriak Riel, Alicia pun berlari sangat kencang. Menjauhi Malaikat maut yang sedang menghalangi Iblis itu dan Orthus.
Orthus lalu melompat sangat tinggi, dan kemudian menerkam Riel. Sayangnya, Riel terlalu lama mengeluarkan kekuatan sihirnya. Hingga ia terlambat menghindari serangan Orthus itu. Riel jatuh telentang, dan Orthus berdiri di hadapannya. Anjing dengan tinggi tubuh dua meter dan mempunyai bobot sekitar 150 kg membuat Riel tak bisa menahan Orthus.
"Sial!" gumamnya pelan.
"Maaf, Kak! Gue tidak menyuruh dia untuk menyakiti elu. Tapi kayaknya, dia terlalu benci karena elu meninggalkan dia. Dan semakin membenci setelah elu menjadi Malaikat!" ujar Asmodeus sangat menyebalkan.
"Riel?" Sebutnya saat ia menoleh, tubuh Riel sudah di tindih anjing besar itu. Langkah kakinya terhenti. "Sial, andai saja aku punya kekuatan kayak Riel aku pasti sudah menolongnya!" pikir Alicia, hanya bisa melihat dari kejauhan.
Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Riel bisa membebaskan dari Orthus dan Asmodeus?
****
Bersambung.