Baixar aplicativo
8.23% Cinta Yang Dirindukan / Chapter 22: Dokter Menyebalkan

Capítulo 22: Dokter Menyebalkan

"Dia sudah minum obat, saya akan kembali lagi nanti!" Ucap Dokter Arya menyela pembicaraan Tiara dengan Zaskia.

"Iya Dokter, terima kasih!" Sahut Zaskia dengan sopan.

Dokter Arya hanya nengangguk tanpa ekspresi setelah itu keluar dari kamar begitu saja. Sikap Dokter Arya yang seperti itu membuat Tiara berpikir kalau Dokter Arya adalah orang yang sombong dan tidak ramah.

"Setauku Dokter itu ramah. Tapi, kenapa yang ini berbeda? dia cuek dan sombong." Ucap Tiara sambil menyeringai ke arah Zaskia.

"Jangan mudah menilai seseorang dari tampang dan sikap luarnya saja! Karena biasanya yang terlihat kadang tidak nyata begitu pun sebaliknya. Dan setauku, Dokter Arya orang yang sangat ramah dan perhatian meskipun dia orang yang tidak banyak bicara." Jelas Zaskia sambil tersenyum.

Tiara hanya tersenyum pahit mendengar penjelasan Zaskia. Setelah itu ia kembali ke tujuan awalnya untuk memastikan kondisi Doni.

"Aku pulang dulu ya! Sudah hampir sore, takut Ayah dan Ibu khawatir." Ucap Tiara sembari tersenyum ke arah Zaskia. Lalu menoleh ke arah Doni seraya berkata, "Doni, cepat sembuh ya sayang biar bisa main ke rumah lagi!"

"Iya Tante." Jawab Doni sambil meraih tangan Tiara untuk bersalaman.

"Kamu hati-hati di jalan ya! Ingat, jangan ngebut!" Kata Zaskia melepas kepergian Tiara.

"Oke. He ..."

Setelah menyahut, Tiara keluar dari ruangan Doni lalu berjalan menelusuri lorong rumah sakit dengan ekspresi lega karena hari ini semua aktivitasnya berjalan lancar.

"Astagfirullohallazim ... "

Tepat saat ia akan belok menuju ke arah pintu keluar rumah sakit, Tiara berhenti karena kaget melihat seorang Suster terpeleset sehingga membuat kertas yang dia bawa bejatuhan. Namun, ia merasa lega ketika melihat Dokter Arya menghampiri suster itu.

Syukur deh ada Dokter yang tidak ramah itu, setidaknya ada yang akan membantunya di lorong yang sepi ini. Batin Tiara sambil menghela napas lega.

Namun, Tiara kembali berhenti ketika ia merasa ada yang aneh. Ia pun menoleh kembali ke arah suster itu. Ia terkejut tidak menyangka melihat Dokter Arya melewati suster itu begitu saja tanpa membantunya.

Jiwa sosialnya pun langsung memberontak, dengan cepat ia menghampiri Dokter Arya yang juga akan keluar dari rumah sakit itu karena jam tugasnya sudah selesai.

"Pak Dokter! Apa kita bisa bicara sebentar?" Tanya Tiara ketika ia sudah berdiri di depan Arya.

"Ada yang bisa dibantu?"

Tiara menelan ludah dalam-dalam ketika melihat tatapan dingin dari Dokter Arya yang terpaksa berhenti karena dia berhasil menghalangi langkahnya.

"Kenapa Anda tidak membantu Suster itu? Apa Anda seorang Dokter? Seharusnya Dokter memiliki jiwa sosial yang tinggi. Tetapi, kenapa tidak dengan Anda?"

Mendengar perkataan Tiara, Arya langsung melirik Suster yang sudah selesai merapikan kertasnya dengan ekspresi malu karena sudah diabaikan oleh Dokter Arya.

"Jika dia biasa membuat dirinya jatuh, maka dia juga pasti bisa membuat dirinya bangun dan berdiri lagi. Lalu, aku harus bantu apa?"

"Membantu memungut kertas yang berserakan." Jawab Tiara dengan tegang sebab ekspresi Arya sangat menakutkan baginya.

Arya terlihat menarik napas dalam, setelah itu ia memalingkan wajahnya dari Tiara, lalu memberikan analisanya sambil melirik tempat Suster itu terjatuh.

"Suster itu melewati jalan yang cukup bagus sehingga ia tidak mungkin jatuh atau terpeleset, secara lantainya juga tidak licin. Aku melihat, sebelum jatuh ia melirik ke belakang dulu dan tersenyum melihatku yang berjalan melawan arah dengannya. Lalu, dia tiba-tiba ada di lantai dengan kertas yang sudah berserakan. Ia tidak langsung memungut kertas itu karena menungguku. Layaknya adegan di dalam flim, ia berharap aku membantunya dan jatuh cinta padanya."

Tiara menganga mendengar penjelasan Arya yang begitu jelas, rapi dan langsung dimengerti. Suster itu bergegas pergi karena malu akalnya bisa diketahui.

Melihat Suster itu pergi, Tiara merasa semua yang dikatakan Arya benar. Seketika itu Tiara menunduk malu dan menyesal karena telah menghadang Arya. Namun, Tiara lagi-lagi dibuat kesal, karena belum saja ia minta maaf, Arya malah pergi duluan dari hadapannya begitu saja

'Ya Allah malu banget! Tapi, kenapa dia begitu cerdas dalam melakukan prediksi? Tidak hanya itu, dia juga sangat menyebalkan. Sebaiknya, aku segera pulang! Batin Tiara. Setelah itu ia bergegas keluar rumah sakit, lalu menyalakan motornya dan meninggalkan rumah sakit dengan perasaan malu yang sangat. Dia berharap agar tidak bertemu dengan Dokter itu lagi.'

Rumah Tiara.

"Ra, habis dari mana?" Tanya Ayah.

Tiara berhenti lalu menoleh ke arah Ayah yang duduk di sofa, ia pun tersenyum dan ikut duduk di samping Ayah.

"Tadi, aku dari Rumah Sakit Selong untuk menjenguk Doni anaknya Zaskia. Ayah masih ingat dia kan? Itu loh, teman SMA ku."

"Zaskia yang dulu suka main ke rumah bukan? Kalau iya, tentu saja Ayah ingat. Jadi, dia sudah menikah dan punya anak?"

"Betul. Dia sudah menikah"

"Temanmu saja sudah menikah, kamu kapan sayang?"

"InsyaAlah selesai lebaran ya! Ayah do'akan semoga lancar!"

Setelah mengatakan itu, Tiara berdiri lalu bergegas masuk ke kamar meninggalkan Ayah yang menatapnya dengan heran.

Malam itu, Tiara tertidur dengan nyenyak setelah ngobrol dengan Angga hingga jam 10 malam. Hatinya bahagia, ia pun tidak sabar menunggu hari yang sudah dijanjikan Angga untuk melamarnya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C22
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login