Black mengantarkan Kimberly ke sebuah ruangan di mana ibunya berada. Salah satu ruangan besar yang ada rumah milik Moreno Drigory.
"Kim!" Melihat putrinya diantar oleh Black. Viona yang sedang duduk dengan cemas di salah satu sofa yang ada di ruangan itu pun segera bangkit dan memeluk Kimberly.
"Ibu .... " Kimberly merasa begitu bingung saat masuk ke dalam rumah mewah namun, menyeramkan ini.
"Kau tak apa-apa, kan? Apa kau terluka? Ada yang sakit, Kim?" tanya Viona begitu cemas.
"Aku baik-baik saja, Bu. Tak usah khawatir. Kita harus segera pulang," ucap Kimberly.
"Kau benar, Kim. Kita harus segera pulang."
"Kalian tidak bisa pergi sampai beberapa jam ke depan," ucap Black memberi mereka peringatan.
Viona yang sedang memeluk putrinya pun segera mendekati Black. "Kenapa? Kenapa kami tidak boleh pergi? Kami tak ingin mati di sini!"
"Kau tak akan mati. Semua sudah selesai. Tapi kalau kau langsung pulang seperti ini. Aku tak bisa menjamin kau akan pulang dengan selamat," ucap Black.
"Sebenarnya ada apa ini?" ucap Viona kesal.
"Ada sedikit masalah. Itu biasa terjadi dalam dunia bisnis," jawab Black berbohong.
"Bisnis?" ledek Kimberly. Kimberly sudah tahu siapa keluarga Drigory, meskipun ia tak tahu apa yang dilakukan oleh mereka.
"Kenapa kau tersenyum, gadis kecil?" tanya Black dengan tatapan wajahnya yang serius. Ia pun mulai berjalan mendekati Kimberly.
Tapi Viona segera menghadang Black. Ia menyembunyikan Kimberly d belakangnya.
"Maafkan dia! Dia masih anak-anak. Dia tak tahu bagaimana caranya menghormati orang dewasa!" ucap Viona.
"Ibu!" pekik Kimberly.
Kimberly merasa ibunya tak perlu untuk melindunginya. Ia tahu, Black tak akan melakukan sesuatu kepada mereka.
Dari luar ruangan, Nathan tiba-tiba masuk. Dan tanpa basa-basi, ia mengajak Kimberly dan ibunya pergi dari rumahnya.
"Kalian harus segera meninggalkan rumah ini. Tempat ini tidak baik untuk kalian," ucap Nathan.
"Nathan, biar kuurus masalah ini. Kau tenang saja," ucap Black.
Namun, sepertinya Nathan tak mau mendengarkan ucapan orang kepercayaan ayahnya itu. "Aku akan mengantar kalian," ucap Nathan.
"Nathan dengarkan aku! Situasi saat ini benar-benar penting! Kenapa kau hanya bermain-main?" pekik Black.
Viona dan Kimberly tak mengerti mengapa Black dan Nathan berdebat. Mereka juga tak paham akan situasi yang sedang terjadi. Baru kali ini mereka mendengar suara tembakan secara langsung. Rasanya seperti mimpi saja.
"Kau pikir aku main-main? Aku hanya ingin membiarkan mereka pulang! Mereka tak ada hubungannya dengan ini semua!" hardik Nathan begitu serius.
Black menghela napas sejenak. Anak muda ini sungguh tak bisa dihalangi. Keinginannya sungguh kuat.
"Kau tak boleh bernasib sama seperti Jimmy, Nathan," ucap Black. "Hanya tinggal kau yang tersisa dari kelurga Drigory."
"Aku tahu, tapi aku tak ingin seperti ayahku," jawab Nathan.
Viona yang tak tahan meliha Nathan dan Black terus saja beradu mulut pun segera memotong pembicaraan mereka.
"Maaf, apa aku boleh pergi sekarang? Aku benar-benar ingin pulang," ucap Kimberly. Suaranya terdengar ragu. Tapi, Kimberly harus menghentikan mereka berdua.
Black dan Nathan menatap ke arah Kimberly yang menyela pembicaraan mereka.
"Aku akan mengantar kalian," ucap Nathan.
****
Tuan Peterson terlihat duduk dengan santai di kursinya. Sesekali ia menghisap cerutu. Seorang pria tampan dengan wajahnya yang terkesan dingin datang menghadap kepadanya.
"Tuan, tak ada reaksi dari Moreno Drigory. Kami sudah menunggu beberapa jam di sekitar kediamannya. Dia sama sekali tak keluar dari rumah," ucap pria itu.
"Kai, kau tak lihat aku sedang bersantai?" ucap Tuan Peterson. Ia tersenyum, tapi senyuman itu terlihat mengerikan. Ditambah guratan di sekitar matanya.
"Maaf, Tuan," ucap pria yang dipanggil Kai itu.
"Aku ingin bertemu putriku. Siapkan mobil untukku," ucap Tuan Peterson.
"Baik Tuan," jawab Kai.
****
Hujan lebat turun di kota X. Tuan Peterson datang ke sebuah bukit di mana dia memiliki sebuah vila miliknya sendiri. Kai turun dari mobil dan menyediakan payung untuk Tuan Peterson.
"Mari, Tuan," ucap Kai.
Tuan Peterson pun berjalan masuk menuju ke dalam Vila. Sebelumnya, Kai mengeluarkan sebuah kunci, lalu membukanya.
Mereka berdua pun masuk ke dalam Vila. Dan kali ini menguncinya dari dalam.
"Nara!" ucap Tuan Peterson memanggil seseorang.
Dari sebuah kamar, keluar seorang gadis cantik yang wajahnya mirip sekali dengan Tuan Peterson. Dia adalah Nara Peterson, anak perempuan Tuan Peterson.
"Ayah!" Nara segera berlari dan memeluk sang ayah.
"Kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Tuan Peterson.
"Iya, Ayah. Aku baik-baik saja," jawab Nara. "Bagaimana dengan Jimmy? Kau sudah menghubunginya?" tanya Nara.
Gadis itu menunjukkan ekspresi wajah yang cemas dan khawatir.
Sementara Tuan Drigory memperlihatkan mimik wajah yang sendu ke hadapan sang putri.
"Ayah ada apa?" tanya Nara.
"Maafkan, Ayah, Sayang," ucap Tuan Peterson.
"Maaf? Maaf kenapa, Ayah? Aku bertanya tentang Jimmy, kenapa kau malah minta maaf?" sahut Nara.
Tuan Peterson meneteskan air mata dan memeluk putrinya dengan sangat erat. "Jimmy sudah tiada, Nara," ucap Tuan Peterson.
"Apa?" Gadis cantik itu begitu terkejut mendengar ucapan sang ayah. "Apa maksudmu, Ayah? Kenapa Jimmy tidak ada? Dia kenapa?"
Tuan Peterson memperlihatkan ekspresi wajahnya yang sedih. Ia bahkan menangis tersedu-sedu. "Dia sudah mati, Nara."
"Tidak mungkin, Ayah! Jimmy tidak mati! Dia berjanji akan menikahiku!" pekik Nara.
"Sabar, Sayang. Sabar. Kau pasti bisa melewati semua ini," ucap Tuan Peterson.
"Ayah! Kenapa ini seperti ini? Kenapa Jimmy mati? Kenapa?" Teriakan Nara begitu pilu terdengar.
Meskipun di depannya terlihat adegan tangis menangis. Kai sama sekali tak bergeming. Wajah dinginnya tak berubah sedikit pun.
"Apa yang terjadi padanya, Ayah? Bukankah Ayah berjanji untuk membawanya kemari? Ayah sudah berjanji padaku!" teriak Nara.
"Moreno Drigory mengetahui kalau Jimmy akan menemuimu malam itu. Dan dia .... " Tuan Peterson tak melanjutkan ucapannya.
Nara menatap tajam ke arah ayahnya. Sorot matanya tampak kaku. Ia hampir tak percaya dengan apa yang ia pikirkan saat ini. "Ayah, Jimmy tak dibunuh oleh .... "
"Moreno Drigory, ayahnya sendiri," ucap Tuan Peterson melanjutkan ucapan putrinya.
Seketika itu, Nara tersungkur di atas lantai. Bagaimana bisa seperti ini? Kenapa Tuan Drigory begitu kejam kepada anaknya sendiri.
"Ayah, kenapa seorang ayah bisa membunuh anaknya sendiri, Ayah? Bagaimana bisa begitu?" ucap Nara dengan tatapan matanya yang kosong lagi pilu.
"Dia adalah monster, Nara. Dai bukan seorang ayah" ucap Tuan Peterson.
Kai menghela napas sejenak. Ia menoleh ke arah jam tangannya. Ia lantas melirik Tuan Peterson. Lirikan itu seketika dimengerti oleh bosnya, kalau ia harus segera pergi karena ada jadwal yang harus dia lakukan.
"Ayah akan mengurus semuanya. Kau tetap di sini. Ayah akan memastikan Moreno Drigory tak bisa menemukanmu," ucap Tuan Peterson.
Bersambung ....