Baixar aplicativo
0.68% Dalam Jeratan Dendam SANG MAFIA / Chapter 2: Melihat Yang Tak Seharusnya

Capítulo 2: Melihat Yang Tak Seharusnya

Kimberly berdiri mematung. Matanya tak bisa berkedip. Ia melihat seorang pria yang memakai pakaian yang tak bisa dibilang sopan.

Pria itu bersama seorang wanita. Mereka tampak asyik saling menindih secara bergantian. Terdengar erangan nikmat dari keduanya.

Pemuda itu sungguh tampan. Walaupun pakaiannya seperti seorang berandalan. Mereka masih memakai pakaian. Hanya di bagian atas saja. Bagian bawah tidak.

Silahkan berpikir yang tidak-tidak. Karena mereka memang tengah asyik bercinta. Di tengah kebun apel. Mereka gila! Ini kebun, bukan hotel!

Kimberly tak ingin menyaksikan adegan tak senonoh itu. Meskipun Kimberly tinggal di kota. Ia sama sekali tak pernah melakukan hubungan intim dengan pria. Semasa hidup, ayahnya sangat konservatif. Kimberly bisa dibilang anak rumahan.

Kimberly segera berbalik. Celaka, ia menginjak ranting kering. Suaranya terdengar begitu nyaring hingga pasangan itu mendengarnya.

"Hei!" teriak wanita yang saat ini posisinya ada di atas si pria. Wanita itu mengumpat saat melihat Kimberly. Berbeda dengan si pria yang acuh meskipun perbuatan mereka dilihat oleh Kimberly.

Kimberly segera berlari. Ia tak ingin mendapatkan masalah karena memergoki mereka berhubungan di tengah kebun.

"Kim!" panggil Viona dari pintu belakang rumah barunya.

Kimberly langsung berlari ke arah ibunya. Ia mendorong sang ibu dan mengajaknya masuk.

"Ada apa? Kenapa kau berlari? Apa kau menemukan sesuatu? Kau menemukan mayat? Atau kau melihat seseorang membunuh?" ucap Viona panik.

Kimberly menatap tajam ke arah sang ibu. "Apa kau sedang melakukan lelucon, Ibu? Itu sama sekali tak lucu!" ucap Kimberly kesal.

Viona tersenyum. Meski anaknya sekarang tidak seceria dulu. Paling tidak pikirannya masih waras.

"Lalu kenapa kau lari?" tanya Viona.

Kimberly teringat adegan tadi. Sungguh, itu sangat aneh di mata Kimberly. Usianya sudah kepala dua. Tapi dia tak mengerti sama sekali tentang seksualitas.

"Tidak apa-apa," jawab Kimberly. Ia tak ingin membicarakan hal ini dengan ibunya. Rasanya akan aneh jika ia cerita.

Kimberly pun berlalu meninggalkan ibunya. Ia mengambil tasnya dan naik ke lantai dua.

"Kim ... tolonglah!" pinta sang ibu. Ibunya sudah tak tahu lagi agar Kimberly bisa terbuka padanya.

Tanpa banyak kata, Kimberly menaiki satu per satu anak tangga. Ia ke lantai dua karena ia memang suka memiliki kamar di lantai dua.

Sayangnya ekspetasinya terlalu berlebihan. Kimberly harus menggigit jari, saat melihat kondisi lantai dua yang kotor dan berantakan bukan main.

"Haah? Apa-apaan ini?" Keluh Kimberly.

****

"Oh, baby, oh, come on, honey." Suara racau masih terdengar jelas di tengah kebun apel di belakang rumah Kimberly.

Setelah ketahuan oleh Kimberly. Pasangan ini ternyata melanjutkan kembali aktifitas mereka.

"Oh, Oh, Nathan, aku tak sanggup lagi. Aku sudah ingin memuncak! Nathan ... oooh!"

Si wanita yang ada di atas tubuh pria yang dipanggil Nathan itu mengejang dengan begitu aktif. Sepertinya ia sudah mendapatkan apa yang ia mau dari aktivitas ini.

Mereka saling berpelukan satu sama lain. Dan si wanita mengecup bibir Nathan berkali-kali.

Usai melakukan hal itu mereka tiduran di atas rerumputan sambil menatap langit.

"Siapa wanita tadi, Shopia?" tanya Nathan sambil memandangi langit.

"Aku juga tak tahu," jawab wanita yang dipanggil Shopia oleh Nathan.

Nathan menghela napas. Ia tak ingin terlalu pusing dengan hal itu.

"Besok kau akan ke kampus?" tanya Shopia.

"Tentu saja. Besok hari pertama setelah libur semester. Biasanya di hari pertama banyak hal-hal seru," jawab Nathan.

Shopia memiringkan tubuhnya. Ia menatap Nathan dengan tatapan tak suka. "Kau akan tidur dengan siapa lagi?" hardik Shopia.

"Bukan urusanmu. Kau tidak bisa mengaturku. Gairahku adalah urusanku," ucap Nathan.

Nathan segera bangkit dari posisinya. Ia menatap Shopia sambil tersenyum. Lalu mengusap lembut pipi Shopia.

"Kau tetap punya kesempatan yang sama," ucap Nathan.

Pemuda itu lantas berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Shopia seorang diri.

****

Kimberly kelelahan usai membersihkan lantai dua rumah ini. Untuk melepas lelah, ia memilih duduk di balkon sambil melihat pemandangan desa ini.

Senja begitu indah di desa ini. Meskipun jarang terdengar hingar bingar suara musik disko seperti di kota.

Tiba-tiba, Kimberly teringat kejadian di kebun apel tadi. Kenapa harus hal seperti itu yang dilihatnya untuk pertama kali di desa ini?

"Apa orang-orang di desa begitu primitif? Kenapa melakukan hal seperti itu di alam bebas. Menjijikkan," gumam Kimberly.

****

Pagi hari tiba ....

Kimberly baru selesai merapikan pakaiannya. Ia harus berangkat kuliah untuk pertama kali di desa ini.

Sejak sebelum pindah ke kota X, Kimberly dan ibunya sudah mencari universitas untuk Kimberly mengenyam pendidikan.

"Kimberly! Sarapan!" panggil Viona dari lantai bawah.

"Ya, Bu!"

Kimberly mengambil tasnya dan segera keluar dari kamarnya. Ia menuju ke meja makan.

"Kenapa kau tak dandan, Sayang?" tanya Viona sambil meletakkan selai ke sebuah roti.

"Aku ingin bersekolah, Ibu. Aku bukan ingin mencari pria," sahut Kimberly datar.

"Memangnya kau pikir dandan hanya untuk mencari pria? Kau tak lihat ibumu ini? Selalu cantik dalam keadaan apa pun," jawab Viona.

Kimberly menatap sang ibu yang begitu konyol di matanya. "Mom, I don't care," ucap Kimberly. Ia memutar bola matanya seolah tak tertarik dengan ucapan sang ibu.

Kimberly tahu betul ibunya berpura-pura ceria di depan Kimberly. Dan ia sangat muak akan hal itu.

Viona menyodorkan roti yang baru ia olesi selai kepada Kimberly. Gadis itu segera memakannya. Mulut kecilnya melahap satu lapis roti dengan gigitan besar.

"Kim! Kunyah dengan benar. Kau seorang wanita. Jangan sembarangan begini. Tak ada pria yang akan naksir padamu, kalau kau begini!" pekik Viona.

Viona sungguh geram dengan sikap putrinya. Kenapa Kim sama sekali tak bisa anggun seperti anak gadis lainnya? Padahal anaknya sangat cantik.

Kesal dengan ocehan ibunya. Kimberly segera meminum susu hangat di atas meja. Ia kemudian berdiri meninggalkan meja makan.

"Kim! Kimberly! Tunggu!" teriak Viona.

Kimberly tak mau menggubris ibunya. Ia tak mau mendengarkan omong kosong apa pun pagi ini.

Gadis itu segera keluar dari rumah. Langsung masuk ke mobil. Menunggu ibunya di dalam mobil.

Tentu saja sang ibu segera menyusul anaknya ke mobil dengan tergesa-gesa. Ia harus mengantar Kimberly ke kampus karena tak mungkin anaknya berangkat jalan kaki. Jaraknya memang tak terlalu jauh. Tapi Kimberly tak tahu tentang kota ini. Apalagi harus melewati jalanan hutan pinus.

"Aku tak mengerti kenapa kau selalu menolak apa pun perkataan ibu," gerutu Viona sambil menyalakan mesin mobil.

Mereka segera berangkat menuju kampus yang ada di pusat kota X. Tidak ramai memang. Namun, sangat menenangkan.

Lima belas menit setelah melewati jalanan hutan dan juga jembatan di atas sungai. Mereka sampai di pusat kota X. Hampir tak ada bedanya dengan kota-kota lain. Hanya saja kegiatan di pusat kota tak terlalu padat seperti di ibukota. Jalan rayanya saja cukup lengang.

Lima menit berlalu, mereka sudah sampai di kampus Kimberly. Gadis itu bersiap untuk turun dari mobil setelah ibunya memarkirkan mobilnya.

"Kim," panggil Viona dengan lembut.

"Ya," sahut Kimberly.

"Bergaullah. Ibu ingin melihatmu tersenyum," ucap Viona memohon.

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C2
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login