"Apa iya kalo tadi itu aku dan Emily sudah melakukan hal sedalam itu? Iya aku emang ingat kalo kita berdua itu sedang berduaan di dalam Apartement. Tapi aku ga ingat kalo aku melakukan itu semua. Aku juga ga yakin kalo aku mrlskuksny itu semua sama Emily," pikir Hans di dalam hatinya.
Ketika Hans sedang melamun, tiba-tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk," jawab Hans sambil berteriak.
Ternyata yang datang ke kamar Hans adalah Aleysa. Istrinya sendiri. Dia masuk ke dalam kamar Hans karena ingin membawakan sepiring nasi supaya Hans bisa makan di dalam kamar.
"Hans. Aku bawain makanan buat kamu. Kamu kan belum makan. Di makan ya."
"Ngapain si kamu pakai bawain aku makanan segala. Aku lagi ga pingin makan. Kalo aku pingin makan, pasti aku juga udah keluar kamar dan pergi ke ruang makan dari tadi."
"Tapi Hans. Kamu harus tetap makan. Jangan sampai kamu sakit."
"Aku sakit atau engga juga bukan urusan kamu. Lebih baik sekarang kamu pergi sekarang juga dan bawa makanan itu. Aku ga mau makan."
"Yaudah kalo gitu Hans. Nanti kalo kamu mau makan, kamu tinggal panggil aku aja ya."
Akhirnya Aleysa pergi meninggalkan Hans sendiri di dalam kamar dan membawa makanan yang sudah dia bawa tadi. Sikap Hans lagi-lagi belum berubah. Dia masih sangat dingin kepada Aleysa. Apalagi di saat keadaan Hans yang sedang kacau seperti ini akibat ulahnya sendiri.
"Maafin aku Aleysa. Aku tau kalo kamu itu ga salah. Tapi kalo kamu terus-terusan bersikap baik seperti ini ke aku, aku justru merasa bersalah sama kamu. Karena aku sendiri justru mengkhianati kamu. Aku udah mengkhianati pernikahan kita ini," ucap Hans di dalam hatinya.
Kemudian setelah itu kemarahan Hans semakin memuncak. Hans berteriak sambil melemparkan semua barang yang ada di dalam kamarnya hingga terdengar keluar kamar. Bahkan Aleysa juga mendnegarnya. Itulah yang membuat Aleysa semakin merasa sedih. Aleysa mengira jika kemarahan Hans kali ini benar-benar hanya karena Aleysa yang sudah membuatnya marah hanya karena Aleysa sudah membawakan makanan ke dalam kamarnya.
"Hans. Dia begitu marah sama aku hanya karena aku membawakan makanan untuk dia? Sebegitu bencinya kah Hans sama aku?" pikir Aleysa di dalam hatinya sambil meneteskan air matanya. Kebetulan juga Catline lewat dan melihat Aleysa sedang menangis di depan kamar Hans.
Setelah itu Aleysa memutuskan untuk pergi ke taman yang berada di belakang rumah. Aleysa berniat untuk menenangkan dirinya di sana. Karena di sana udaranya sangat segar dan bisa membuat dirinya merasa lebih tenang dari sebelumnya.
Di sana Aleysa terus melamun memikirkan Ayahnya. Aleysa teringat dengan Ayah dan juga Ibunya. Terutama Ayahnya. Karena selama ini ketika Aleysa sedih, pasti Ayahnya yang selalu ada untuknya. Hanya bahu Ayahnya lah yang bisa membuat Aleysa merasa lebih tenang. Tetapi kini semuanya sudah berubah. Ayah Aleysa sudah meninggal dunia dan sekarang Aleysa harus menjalani hari-harinya bersama dengan sang suami yang memiliki sifat yang sangat dingin dan emosional.
"Ayah, aku kangen banget sama Ayah. Biasanya di saat aku sedih kaya gini ada Ayah yang selalu buat aku tenang. Tapi sekarang Ayah udah ga ada. Aku rindu banget sama Ayah," ucap Aleysa di dalam hatinya sambil menangis. Tidak lama kemudian Catline menghampiri Aleysa karena dia melihat Aleysa yang sedang menangis sendirian di sana.
"Kak Aleysa," panggil Catline.
Aleysa langsung menghapus air matanya dan berpura-pura tegar di depan Catline. Seolah-olah tidak ada yang terjadi antara dirinya dan juga Hans.
"Catline. Kamu kenapa ke sini juga? Duduk sini sama kakak."
Catline pun langsung duduk tepat di samping Aleysa.
"Aku ke sini karena liat kak Aleysa lagi nangis. Kakak sebenarnya kenapa si? Pasti kakak habis di marahin lagi kan sama kak Hans?"
"Engga. Kakak ga kenapa-kenapa. Kakak cuma lagi keingat sama Ayah aja sekarang."
"Bohong. Kenapa si kakak selau bela kak Hans? Padahal kak Hans aja ga pernah tuh bersikap baik seidkit aja ke kakak. Jadi ngapain juga kakak selalu bela dia. Kakak juga jangan mau di injak-injak terus kaya gitu. Kakak harus berani dan tegas ke kak Hans."
"Dek. Ga boleh ah bicara seperti itu."
Tiba-tiba aja Catline terdiam. Seperti ada yang sedang dia pikirkan saat ini. Bahkan Catline senyum-senyum sendirian. Membuat Aleysa merasa ada yang aneh dari sikap Catline kali ini.
"Kamu kenapa dek? Kenapa kamu senyum-senyum sendiri kaya gitu?" tanya Aleysa.
"Kalo di pikir-pikir, kak Aleysa tuh lebih cocok sama kak Ershad deh daripada sama kak Hans."
"Catline. Kamu itu bicara apa si. Ngaco aja ah."
"Serius kak. Kak Ershad itu kan orangnya baik, perhatian, mau berkorban, apa aja akan dia lakukan. Bahkan waktu dia cari aku. Dia kan belum kenal banget sama kak Aleysa. Tapi dia mau bantu kakak gitu aja. Daripada kak Hans yang kerjaannya cuma marah-marah doang sama kakak."
"Catline. Kamu bicara apa si. Jangan bicara seperti itu ah. Ga baik membanding-bandingkan orang lain."
"Iya, iya maaf. Tapi serius deh, kak Aleysa tuh cocok sama kak Ershad."
"Udah ah jangan bahas ini lagi. Lebih baik kita masuk ke dalam aja ya. Udah semakin malam juga. Ga baik udaranya."
"Yaudah, ayo."
Akhirnya Aleysa dan Catline kembali masuk ke dalam rumah karena hari sudah semakin malam dan angin sudah semakin kencang. Tidak baik untuk kesehatan mereka berdua.
*******
Setelah dari taman, Aleysa langsung masuk ke dalam kamarnya dengan Badan. Walaupun sebenarnya ada perasaan takut pada diri Aleysa untuk masuk ke dalam kamar Hans. Karena Aleysa takut jika Hans akan marah lagi dengannya. Tetapi Aleysa tetap memberanikan dirinya dan masuk ke dalam kamar Hans.
Ketakutan Aleysa ternyata hanya lah ketakutan yang berasal dari dalam dirinya. Karena ketika Aleysa masuk ke dalam kamar, ternyata Hans sudah tertidur pulas di atas kasurnya.
"Ternyata Hans udah tertidur pulas. Kelihatannya Hans kelelahan banget. Pasti karena seharian ini Hans udah bekerja keras di kantor," ucap Aleysa. Kemudian Aleysa menyelimuti Hans dengan sangat hati-hati. Karena Aleysa takut jika Hans terbangun dan justru marah dengannya.
Setelah menyelimuti Hans, Aleysa pergi ke meja yang berada di samping kasurnya dan duudk di sana. Lagi-lagi Aleysa menulis sesuatu di atas buku miliknya itu. Yang di sebutnya sebagai buku hariannya selama ini.
'Langit ku. Kenapa langit ku semakin hari semakin gelap dan di penuhi dengan petir? Sampai kapan aku bisa menghadapi langit ku ini tanpa perlindungan apapun? Ya Tuhan, jika langit ku tidak bisa berubah, maka kuatksn lah aku untuk menghadapinya. Tapi jangan berikan aku pelindung dari langit ku sendiri.'
-TBC-