Baixar aplicativo
97.67% Aku Bukan Istri Setia / Chapter 84: Fitting Baju

Capítulo 84: Fitting Baju

Setelah insiden malam itu, Andini memperketat keamanan di rumah Mayang. Empat satpam sekaligus untuk berjaga siang dan malam.

Mayang juga tidak merasa gundah lagi. Begitupun Novi yang sekarang sudah mulai untuk pergi ke sebuah universitas. Melanjutkan studinya. Kehidupan mereka kembali Normal.

Hanya saja Mayang masih merasa sepi. Sudah seminggu semenjak Daud keluar dari rumah sakit. Dia tidak bertemu dengan pria itu lagi. Entah kemana rimbanya sekarang. Bahkan, ditelefon saja tidak bisa.

Mayang bahkan sampai bolak-balik ke kos di mana dirinya dan Daud tinggal. Di sana, dia tidak menemukan pria itu. Barang-barangnya juga tidak ada.

Mayang menghempaskan tubuhnya di dinding depan kos, tempat biasa untuk duduk. Pandangannya menerawang. Mengingat awal perkenalannya pertama kali dengan Daud. Rupanya pria itu memang sudah ditakdirkan untuk mengisi hidupnya karena pria itu datang tatkala kemelut yang mendera dirinya bersama dengan Sapto dan Marwan. Hanya saja Mayang mengabaikannya.

Sampai mereka dipertemukan kembali ke kos ini. Hari-hari kebersamaan mereka memang menjengkelkan. Namun semakin lama, semakin menyenangkan karena Daud sudah menunjukan sifatnya.  Sifat yang hangat dan ceria. Gentleman juga membuat Mayang terasa nyaman.

Yang membuat rasa itu semakin tumbuh tatkala berada di Bali. Momen bulan madu yang tidak seperti bulan madu sepasang pengantin. Mereka adalah pasangan yang jauh berbeda tapi saling mengisi. Saling nyaman satu sama lain. Intinya mereka sudah kloplah.

Mayang menghela nafas berat. Dia melihat jam tangan. Sudah waktunya menjemput Novi. Dia pun berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan dengan dengan langkah berat. Sesekali dia menoleh ke belakang, Memandang kamar Daud dengan tersenyum.

Mayang meluncur ke kampus Novi. Mayang bisa tersenyum melihat Novi bisa kembali ceria lagi. Bahkan, dia terlihat begitu akrab dengan teman-teman yang lain.

"Bagaimana kuliah hari ini sayang?" Mayang berucap setelah mengecup pipi kanan dan kiri Novi bergantian serta kening.

"Lancar, Bu. aku betah banget. Teman-temannya baik-baik. Dosennya apalagi. Pokoknya betah banget."

"Ibu senang mendengarnya. kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan bilang ke ibu ya. Ibu enggak mau kamu kenapa-napa."

"Baik, Bu."

Kendaraan meluncur membelah jalanan ibu kota. Saat melewati suatu jalan, tiba-tiba Novi menyeletuk.

"Di depan seratus meter lagi sepertinya restorannya ayah, Bu."

"Memangnya kenapa? Mau mampir?"

Novi cemberut. Sepertinya tidak suka. Jelas saja. Kemana saja ayahnya itu saat Novi nyaris terjerumus ke lokalisasi, bahkan saat di rumah sakit jiwa, Sapto tidak menunjukan batang hidungnya.

"Enggah ah, Bu. Males."

"Heh, jangan begitu. walaubagaimanapun dia bapak kamu." Mayang menasehati.

"Ya, sudah sebentar saja ya."

Mayang mengiyakan.

Mayang membelokan mobil tepat di area parkir restoran itu. Sekilas terlihat nyaris tidak ada tamu di sana. Ini mungkin gara-gara Andini yang membuka restoran tidak jauh dari sana.

Mayang menggandeng Novi menuju restoran itu. Sempat heran karena tidak ada pegawai sama sekali. Ini restoran apa tempat angker sih.

"Ini gara-gara papa! Restoran kita bangkrut seperti ini!" Terdengar suara Sari dari lantai atas.

"Kok mama nyalahin aku?"

"Iyalah! Gara-gara Papa tidak becus mengelola restoran, kita kalah saing dengan Andini!"

"Harusnya Mama yang introspeksi, gara-gara mama yang nyolot, Andini marah.  Restoran kita restoran kecil, Ma. Tidak sebanding dengan restoran Andini yang sudah raksasa. Andini bisa begitu mudah menghancurkan bisnis kita."

Mayang dan Novi saling berpandangan. Novi yang males ketemu ayahnya pun menarik tangan Mayang untuk pergi dari sana. Namun, Mayang tidak bergeming. Dia malah mengajak Novi untuk naik ke lantai dua.

"Haduh mama pusing. Stress Mama, apalagi Marwan yang tertangkap polisi. Bodoh banget dia! Kenapa sampai ketahuan? Padahal dia belum sempat membunuh Novi dan Mayang seperti yang kita minta."

Mayang dan Novi yang menaiki tangga berhenti sejenak. Ternyata perbuatan Marwan semalam ada sangkut pautnya dengan Marwan. Mereka sengaja ingin mencelakai Mayang dan Novi. Benar-benar iblis mereka.

Mayang meraih ponselnya sejenak untu menghubungi pihak berwajib. Melaporkan hal ini. baru kemudian, dia dan Novi sampai di lantai dua.

Sari dan Sapto tampak terkejut melihat kedatangan Mayang dan Novi.

"Oh, ternyata kalian yang merencanakan kejahatan itu."

Mereka berdua tampak panik. Ketahuan sudah rencana busuk mereka.

"Kaget ya?" Mayang berkata santai. Bahkan terkekeh pelan.

"Ngapain kamu ke sini hah?" Sari gusar.

"Awalnya sih mau silaturahmi, tapi setelah mendengar perkataan barusan. Aku berniat menjebloskan kalian ke penjara."

Sari dan Sapto melebarkan mata. Wajah mereka memucat.

"Ayo lakukan apa yang ingin kalian lakukan? Kalian mau mencelakai kami kan? Ayo lakukan?" Mayang menantang. Sedangkan mereka mana berani melawan Mayang sementara polisi akan datang untuk meringkus mereka.

"Mayang, tolong dengarkan kami dulu."

"Mau menjelaskan apalagi? Kalian sudah tertangkap basah. Vonis berat sudah menanti Marwan yang mungkin akan dihukum mati. Sedangkan kalian, cukuplah mendekam di penjara."

"Kelewatan ya kamu wanita murahan! Tidak cukup apa kamu menghancurkan bisnis kami. Sekarang kamu malah menjebloskan kami di penjara? Punya otak enggak kamu!" Sari meninggi. Mayang menganggapnya hanya anjing menggonggong.

"Sari, jangan bicara seperti itu."  Sapto mencegah Sari yang memang sering bicara kelewatan.

"Saya memang kelewatan dan saya memang Ratunya tega. Khusus untu orang-orang biadap seperti sekarang. Kalian jatuh miskin dan masuk ke penjara." Mayang berkata dengan nada santai. Sedikit mengejek. Membuat Sari naik pitam.

"Sari, tahan emosi kamu. Kita harus minta maaf kepada Mayang. Mayang maafkan kami ya. terutama aku May, masak kamu tega memenjarakan ayah dari anak kita."

Mayang menghela nafas. Selalu saja mencari alasan dari setiap kesalahan. Dia pun menoleh ke Novi yang juga menoleh ke arahnya. Novi terlihat menganggukkan kepala. Mayang langsung menyeringai.

"Malah lebih bagus kan kalau kamu di penjara. Jadi, kamu tidak perlu berbuat semena-mena lagi. Jangan khawatir. Aku dan Novi pasti akan menjengukmu kok."

Tidak berapa lama, setelah Mayang berkata begitu. Beberapa polisi datang, tanpa ragu menangkap dua sejoli itu. Mereka terlihat pasrah tanpa mampu melawan. Mayang dan Novi hanya melihat kepergian mereka. Dia langsung memeluk anaknya tersebut yang sepertinya tidak rela ayahnya di penjara. Namun, semua itu harus dilakukan untuk memberikan Sapto pelajaran.

"Yuk, Nak. Kita pulang sekarang." Mayang membimbing Novi keluar dari restoran itu. Restoran yang mungkin akan using nantinya. Mayang sama sekali tidak berniat membelinya. Biarkan saja.

*

 

 

"Syukurlah May, akhirnya satu persatu orang yang sudah menyakiti kamu mendapatkan pelajaran yang setimpal. Sekarang, kamu tidak usah khawatir lagi." Andini berkata saat malam itu mereka bertemu di resto yang dipegang Mayang.

"Semua berkat kamu Bestie, Makasih ya sudah membantuku selama ini." Mayang memegang kedua tangan sahabatnya itu. Andini pun membalas dengan senyum tulus.

"Itulah gunanya sahabat, May. Akan selalu ada di saat kesusahan, tidak hanya pas senang saja." Andini menjawab diplomatis. Meskipun Andini pergaulannya bebas, tetapi soal kesetiakawanan di nomer satu.

"Bu, aku boleh bantu closing kasir Mbak itu ya?" Novi mendekati mereka berdua. Tangannya langsung menunjuk ke kasir yang sedang menghitung uang. Kemauan Novi sendiri yang ingin ikut di restoran sekaligus mempelajari manajemennya.

"Iya, bolehlah Sayang, tapi jangan sampai menganggu mbaknya ya." Mayang berkata. Novi pun dengan gaya enerjik mendekati mbak kasir di tempatnya.

"Wah, anak kamu punya bakat ya di bidang manajemen ya."

"Kan sama dengan jurusan yang dia ambil. Ya, semoga saja bisa menjadi pengusaha sukses nantinya."

"Aamiin."

Mayang dan Andini terlihat memperhatikan Novi dari kejauhan. Terlihat sekali anak itu riang dan bahagia sekali.

"Kamu enggak nyariin bapak buat Novi, May?"

Mendengar pertanyaan itu, Mayang langsung menoleh. Dia terlihat memikirkan sesuatu, setelah itu baru menghela nafas.

"Untuk sekarang sepertinya, cukup aku dan Novi dulu, Din. Kami sudah cukup bahagia seperti ini."

"Duh, jangan gitu, May. Walaubagaimanapun, Novi dan kamu butuh sosok pria dewasa yang mampu membimbing dan mengayomi dengan baik." Andini memberikan masukan.

"Enggak dulu, Din. Di dalam hidup kami, sudah cukup Marwan dan Sapto yang menyakiti kami. Aku belum siap menerima lelaki. Novi sepertinya juga begitu."

Andini menggeleng-gelengkan kepala. Selalu saja Mayang menolak kehadiran lelaki. Memang bisa dimaklumi, tapi tidak selamanya kan Mayang bersikap begini.

"Padahal Daud, sepertinya sudah mantap sama kamu lho, Din. Dia bahkan juga sudah menolong Novi. Aku pikir kalau kamu menikah dengan Daud. Novi pasti menerima."

Mayang sampai lupa menceritakan kepada Andini tentang kejadian malam itu. Di mana Mayang sudah mengungkapkan perasannya sendiri. Namun, Daud belum memberi kepastian. Malah dia  terlihat mesra dengan Suster  Siska. Memang sepertinya Daud sangat cocok dengan suster itu. Biarlah, enggak usah diungkit lagi.

"Tapi, kayaknya kasihan juga ya Novi kalau punya bapak seperti Daud. Nanti jalan kemana-mana dikira sama sugar daddynya." Andini berkelakar.

"Hush, ngaco kamu. Sudah ah. Ayo kita pulang. Closing kasir sudah selesai."

Mayang menghampiri kasir untuk mengecek jumlah pendapatan hari ini. Setelah itu bersiap-siap tutup resto untuk kemudian pulang.

Andini, Mayang dan Novi berjalan menuju mobil saat tiba-tiba Andini teringat.

"Oh iya, May. Besok jangan lupa fitting baju ya."

Mayang mengernyit dahi, "Buat?"

"Buat acara nikahannya Daud."

Mayang terbelalak. Bagai disambar petir malam itu. Sampai remuk redam hatinya.

'Daud menikah? Kok secepat itu.'

"Om Daud yang waktu itu nolongin Novi ya, Tante?" Novi nimbrung.

"Betul, Novi. Om baik yang waktu itu nolongin kamu."

"Iya, Tante, baik banget Om Daud. Bahkan, Om Daud yang melindungi Novi dari preman-preman itu. Coba saja kalau aku punya ayah seperti Om Daud. Pasti Novi tidak perlu khawatir lagi pergi kemana-mana karena ada ayah Daud yang jagain."

Novi mencerocos dengan kepolosannya. Mayang yang mendengarnya terlihat mendelik. Andini tertawa.

"Tuh kan, Novi saja sudah suka sama Daud. Masa kamu enggak?" Andini berbisik. Puas sekali dia melihat reaksi Mayang ketika Novi bicara seperti itu.

"Jangan bicara yang enggak-enggak. Daud kan mau menikah." Mayang membalas dengan bayangan Daud dan Siska di pelaminan. Iya, dia harus terima patah hati. Biarlah asal Daud bahagia.

Andini hanya terkikik. Wanita itu seperti menyembunyikan sesuatu kepada Mayang. Hanya saja dia tidak mau mengungkapkannya sekarang.

"Oh, iya. gimana? Besok fitting bajunya ya?" Andini mengulangi pertanyaan yang tadi.

"Ok, jam berapa?"

"Agak sorean saja. sekitar jam empat."

"Eh, jam empat kan aku harus menjemput Novi."

"Novi bisa pulang sendiri kok, Bu. Rencananya besok Novi mau ke restoran Tante Andini juga, mau lihat-lihat sekalian belajar di sana. Iya kan Tante?"

Novi berkata. Andini mengangguk. Sedangkan Mayang hanya garuk-garuk alisnya. Seperti ada yang disembunyikan di antara Andini dan juga Novi. Mereka berdua tampak tersenyum misterius.   

Mereka pulang malam itu dengan sebuah pertanyaan besar yang membenak di pikiran Mayang.

Keesokan harinya, sesuai dengan perkataan Andini, Mayang menuju butik yang sudah dipilihkan Andini untuknya. Mayang sendiri keheranan kepada harus fitting baju segala kalau seandainya dia hanya jadi tamu undangan. Bahkan kalau seandainya jadi Bride pun juga lebih dari satu orang kan?

Mayang masuk ke butik itu saat pemiliknya langsung menyambutnya.

"Nyonya Mayang ya? Perkenalkan nama saya Miss Santi. Silakan masuk Nyonya."

Mayang seperti tamu VIP saja. Dia bukan mempelai lho, tapi kenapa seolah-olah dia diistimewakan. Ada apa ini?

Namun, Mayang tidak bertanya. Nanti juga tahu.  Dia pun hanya mengekori pemilik butik itu menuju ke tempat fitting baju.

"Tuan Daud sudah selesai fitting ya?" sapa pemilik butik itu ramah kepada seorang pria yang terlihat menggunakan kemeja.

Mayang sampai melongo. Di hadapannya benar-benar Daud, tapi dengan versi rapi dan modis. Lebih mirip seperti direktur perusahaan besar. Membuat Mayang sampai pangling.

Daud memutar tubuhnya. Dia tersenyum kepada pemilik butik, Mayang juga melihatnyaa. Senyumnya masih sama. Membuat Mayang meleleh.

"Saya sangat suka dengan design bajunya. Terima kasih ya, Miss." Daud berkata kepada pemilik butik itu.

"Iya, sama-sama Tuan, kami juga mengucapkan terima kasih karena sudah mempercayai butik kami." Miss Santi sopan. Sangat hormat sekali kepada Daud.

Mayang tertegun. Sebenernya apa yang selama ini Mayang tidak tahu dari Daud? Kenapa pria itu bisa bertingkah seolah-olah pemilik perusahaan yang begitu disegani.

Daud memberikan kode kepada Miss Santi untuk menyingkir sejenak. Wanita itu paham dan dengan sedikit menunduk mundur. Sekarang Daud benar-benar teralih Mayang sepenuhnya.

"Apa kabar kamu?" Daud menyapa hangat. Tidak lupa menampilkan senyum jantannya yang manis.

Mayang terlihat tersenyum kecil. Agak menunduk. Yang ada di hadapannya ini seperti sosok baru bagi Mayang. Penuh pesona dan kharisma.

"Baik, kamu apa kabar?"

Daud tertawa kecil. Geli melihat tingkah Mayang yang agak segan dengannya.

"Seperti yang kamu lihat sekarang, May. Semenjak keluar dari rumah sakit sampai sekarang. Aku segar bugar." Daud membentangkan tubuh kekarnya yang tampak kokoh ketat dengan kemejanya. Seakan akan posisinya itu ingin memeluk Mayang.

"Syukurlah, aku senang melihatnya, Daud. Oh iya, pengantin perempuannya mana nih? Kok Cuma sendirian?" Mayang celingukan ke belakang Daud. Mencari sosok Siska yang mungkin sedang di ruang ganti.

"Mau tahu aja." Daud terkikih. Enggak nyambung dengan apa yang Mayang tanyakan. Membuat Mayang penasaran. Apa benar sosok Siska yang akan dinikahi?

"Ayo Nyonya, kita mulai fitting bajunya." Miss Santi mendekat ketika Daud berlalu. Mayang pun hanya menggiyakan. Wanita itu masih melihat punggung Daud yang berlalu.

'Aneh sekali, kok Cuma aku yang fitting baju? Andini juga enggak datang ke sini. Ini sebenernya ada apa sih.'

Mayang hanya menurut saat disuruh memakai sebuah gaun mewah nuansa putih dengan corak blink-blink. Tidak hanya satu. Bahkan dua sampai tiga gaun yang dia pakai. Mayang merasa  seperti pengantin, Apa mungkin dia yang akan dinikahi Daud?

Karena ingin tahu sekali, Maka Mayang menanyakannya kepada Miss Santi.

"Miss, kok Cuma aku saja yang fitting baju?"

"Yang lain sudah Nyonya, termasuk keluarga Tuan Daud dan juga keluarga mempelai wanita."

"Hah? Jadi tinggal aku saja? Terus, Mempelai wanitanya bagaimana?" Mayang mengejar.

"Sudah Nyonya, bahkan mempelai wanitanya sangat cantik sekali menggunakan gaunnya." Miss Santi terlihat menutup senyumnya dengan tangan. Misterius sekali.

"Apakah dia masih muda Miss? Cantik? Badannya semampai begitu?"

"Yup, kalau dilihat dari penampilannya seperti masih muda, Nyonya. Cocok banget deh kalau  sama Tuan Daud."

Sekarang terjawab sudah. Mayang sudah GR terlebih dahulu gara-gara dia yang menggunakan gaun mewah. Berganti-ganti lagi. Entah apa Mayang jadinya di pernikahan Daud nanti.

Dan sesuatu hal yang juga masih menjadi misteri saat ini. Daud, apa benar dia adalah keluarga konglomerat? 


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C84
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login