Candra Dewi sedikit kesal, "Satu jam harganya seratus, tiga jam harganya tiga ratus! Berapa banyak uang yang harus ku habiskan untuk mendapatkan gelar yang luar biasa."
Jika bukan karena gelar guru yang luar biasa, Candra Dewi tidak akan pernah bisa mengundang Surya dari Biro Pendidikan untuk makan malam.
Haryanto memelototinya, "Kamu memiliki rambut panjang, tapi berpengetahuan pendek! Seberapa penting gelar guru yang baik? Gaji setiap bulan akan lebih dari dua puluh ribu! Apa susahnya menambahkan beberapa jam lagi? Aku telah membujuk Surya, demi gelar lebih baik di masa depan."
"Tidak bisa dirubah!" Candra Dewi sedikit kesal, dia tidak mau menghabiskan uangnya.
_ _ _ _ _ _
"Cepat tanyakan meja yang mana! Aku akan menunggu Surya di pintu masuk." Haryanto mendorong istrinya.
Mereka tidak memiliki telepon, jadi mereka tidak dapat menghubungi Surya setelah sampai di tempat pertemuan.
Candra Dewi masuk dengan ekspresi yang rumit. Dia membawa tas kulit hitam dengan gaya kuno. Dia mengenakan rok hitam dan jaket rajutan berwarna biru. Dan di lobi tergantung lampu kristal besar di langit-langitnya. Candra Dewi berdiri di lobi dan merasa bahwa orang-orang di sekitarnya berpakaian mewah. Seorang pelayan dengan pakaian hitam datang, dan tersenyum manis padanya, "Halo selamat malam, ada yang bisa saya bantu?"
Candra Dewi menegakkan badannya dengan cepat, berjuang untuk mempertahankan postur tubuhnya yang baik.
Dia menunjukkan sikap seperti mengajar siswa di sekolah dan berkata dengan tegas, "Saya sudah memesan meja kemarin, cepat antar saya!"
"Nyonya, apa nama reservasi Anda? Saya akan melihatnya untuk Anda." Pelayan itu bertanya.
"Candra Dewi!"
Ayu Lesmana mendengar suara Candra Dewi ketika dia berbicara dengan Sigit Santoso, dan dia melihat wajah Candra Dewi ketika menoleh ke belakang.
Pelayan membawa Candra Dewi ke mejanya. Candra Dewi berbalik dan menatap Ayu Lesmana. Kemudian dia melihat Sigit Santoso duduk di sebelah Ayu Lesmana. Dia melihat Sigit Santoso dari atas ke bawah dan kemudian berteriak.
"Siswa sekolah ini benar-benar luar biasa sekarang. Kamu sudah mendapatkan Sugar Daddy di usia yang sangat muda."
Sigit Santoso mendengar perkataan Candra Dewi dan menyadarinya pada pandangan pertama dan ketika dia mendengar kata-kata itu, dia mengerutkan kening dan menatap Ayu Lesmana.
Ayu Lesmana memeluk tangan Sigit Santoso, bibir merahnya sedikit menekuk, "Jangan dengarkan dia, aku tidak mau membuat masalah di tempat ini."
Bibir Sigit Santoso tersenyum, "Ya."
Ekspresi Candra Dewi segera berubah, "Ayu Lesmana, apa kamu tidak mendengarkanku?!"
"Siapapun yang menjawab panggilan itu akan dimarahi." Ayu Lesmana mengangkat alisnya dan menatapnya secara dingin,
"Benar, saat berhadapan dengan seekor binatang, meskipun dia tidak bisa menggigitmu, kamu masih bisa memukulnya dengan sebuah tongkat. kamu tidak bisa membiarkan seekor binatang ganas menggigit orang tanpa pandang bulu."
Candra Dewi berjalan mendekati Ayu Lesmana dengan agresif, mengulurkan tangannya untuk menarik pakaian Ayu Lesmana. Sigit Santoso dengan cepat meraih pinggang Ayu Lesmana dan menahannya, membuat Candra Dewi tidak bisa menariknya.
Candra Dewi sangat marah sehingga banyak orang di lobi melihat ke arah mereka. Dia tidak bisa menahan ekspresi marah di wajahnya dan kebenciannya terhadap Ayu Lesmana semakin menjadi-jadi.
"Beginikah sikapmu terhadap guru? Ayu Lesmana, kamu harus segera meminta maaf padaku atau aku akan membuat sekolah mengeluarkanmu!" Candra Dewi mengancamnya dengan jari menunjuk ke hidung Ayu Lesmana.
Ayu Lesmana menyelipkan rambutnya, "Tidak."
Ekspresi wajah Sigit Santoso terkejut. Dia setengah menyipitkan matanya untuk melihat Candra Dewi, "Apakah kamu gurunya Ayu Lesmana?"
Candra Dewi menjawab dengan kesal, "Ya!"
"Guru macam apa kamu? Seorang guru menghina muridnya di belakang tanpa bukti, dimana moralmu?" Aura Sigit Santoso penuh emosi.
Rasa emosi yang kejam dilepaskan dari seluruh tubuh, terlihat menakutkan.
Kaki Candra Dewi melangkah mundur tanpa sadar. Dia sangat cemas, bibirnya bergetar untuk waktu yang lama dan dia tidak bisa berbicara.
Orang-orang dari Biro Pendidikan pernah datang ke sekolah untuk inspeksi. Mereka semua menemaninya, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berpangkat tinggi itu bisa marah seperti Sigit Santoso saat itu. Yang jelas... Jelas hanya seorang pria berusia dua puluhan tahun.
Tapi orang itu membawa Ayu Lesmana ke tempat seperti ini untuk makan, apakah dia benar-benar anak orang kaya.
"Ayu Lesmana belajar di sekolah dengan guru sepertimu. Aku sangat khawatir dia akan diintimidasi oleh orang sepertimu juga." Sigit Santoso menatap Ayu Lesmana, lalu menatap Candra Dewi dengan mata dingin.
Candra Dewi menarik napas dalam-dalam dan menekan rasa gugup di hatinya. Dia menatap kembali ke arah Sigit Santoso.
Candra Dewi akhirnya mendapatkan kepercayaan diri, mengambil tasnya dan berkata, "Kalau begitu kamu bisa memindahkannya ke sekolah lain. Dengan IQ-nya yang rendah, sekolah mana yang mau menerimanya! Kamu harus meminta seorang profesor untuk mengajarinya, guru biasa tidak akan bisa menyelamatkan IQ-nya." Candra Dewi memandang Ayu Lesmana dengan jijik dan kemudian menatap Sigit Santoso dengan sinis, "Hanya pria sepertimu yang menyukainya, seorang wanita dengan payudara yang begitu indah tapi tidak berotak."
Ekspresi Sigit Santoso berubah di wajahnya. Lengannya menegang tanpa sadar, dan kakinya tiba-tiba melangkah ke depan.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu mau memukulku?! Tolong!" Candra Dewi melihat Sigit Santoso menghalangi dia di depannya seperti dinding, dan langsung berteriak dengan panik.
Pelayan segera berdiri mendatangi mereka.
"Kita punya sesuatu untuk dibicarakan."
Ayu Lesmana menarik Sigit Santoso, "Sigit sudahlah."
Dia mengatupkan bibirnya, "Kamu Jangan marah, dia tidak pantas membuatmu marah. "
Sigit Santoso menatap Ayu Lesmana dengan tatapan mata yang tenang, " Aku tidak suka ada orang yang menghinamu."
Ayu Lesmana berkedip dan berkata dengan polos, "Apakah menurutmu aku cantik dan berdada besar?"
Sigit Santoso tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Aku pikir dia hanya sedang memuji." Ayu Lesmana sangat serius.
Gadis remaja mungkin akan bertemu dengan mata yang kurang lebih aneh atau rumor aneh karena keunggulan mereka. Ada kecemburuan dan bahkan beberapa yang tidak disengaja dalam keanehan seperti ini. Banyak gadis bahkan jatuh ke dalam perasaan rendah diri yang rumit pada usia seperti itu, dan sedikit penilaian yang menghina dapat membuat harga diri gadis-gadis kecil itu frustasi dan menjalani kehidupan yang berbeda sejak saat itu.
Ayu Lesmana telah melewati masa remaja yang sensitif, ia tidak akan merasa rendah diri karena perbedaan antara dirinya dengan teman-temannya, dan tidak akan marah karena komentar-komentar sederhana dari orang lain.
Dia dengan jelas mengenal dirinya sendiri, memahami dirinya sendiri, mengakui keunggulannya, dan secara obyektif selalu mengevaluasi kekurangannya, dan pada saat yang sama mengoreksi dan menyempurnakannya.
Dan apa yang dikatakan Candra Dewi, beberapa darinya adalah fakta dan beberapa lainnya adalah kesalahpahaman Candra Dewi tentang dirinya, jadi Ayu lesmana tidak peduli sama sekali.
Setelah mendengarkan kata-kata Ayu Lesmana, ekspresi wajah Sigit Santoso sedikit tenang, dia masih marah, tetapi dia lega karena Ayu Lesmana tidak terpengaruh oleh kata-kata kasar barusan.
"Tidak tahu malu." Candra Dewi memutar matanya.
Ayu Lesmana meliriknya, "Bu guru, jika kamu melakukan sesuatu yang tidak benar, kamu hanya akan membunuh dirimu sendiri, berhati-hatilah kalau ada orang jahat yang akan memanfaatkanmu."
"Kamu!"
"Apa yang kamu lakukan di sini? Sudahkah kamu memastikan meja kita duduk!" Haryanto kembali dan bertanya pada istrinya.
Haryanto marah ketika dia melihat istrinya masih di depan pintu, "Aku baru saja bertemu Surya didepan, dan mereka semua akan masuk! Kenapa kamu belum mengkonfirmasi meja dan memesan makanan!"