"Lah Sa, Lo mau kemana?" Tanya Leon ketika melihat Aksa memasang jaket nya.
Sontak saja hal itu langsung membuat Riko dan Gilang langsung menoleh ke arah Aksa.
"Iya Sa, Lo mau kemana?" Tanya Riko dan Gilang secara bersamaan.
"Gue balik." Jawab Aksa sambil mengambil kunci mobilnya di atas meja tv.
Mendengar jawaban Aksa itu membuat semua mata teman-teman nya langsung terbelalak. Bagaimana bisa Aksa mengatakan ingin pulang disaat mereka sudah sepakat akan nginep di vila ini?
"Loh Sa, nggak bisa gitu dong. Lo kok nggak konsisten banget sih. Bukannya Lo ya yang ngajak kita bertiga ke Vila ini Dan ginap disini? Jangan seenaknya dong mengambil keputusan." Jawab Gilang yang tak terima dengan Aksa yang main balik sesuka nya saja itu.
Padahal malam ini ia ada janjian ketemuan sama si Tesa, calon pacar nya. Wanita yang sudah ia incar selama tiga tahun belakangan ini.
"Benar apa yang di Bilang sama si Gilang, Lo nggak bisa kayak gini dong Bro. Kita sepakat banget untuk nginap Berempat. Kenapa tiba-tiba Lo mau balik? Sejak tadi pagi gue terus aja mantau Lo ya, Lo kalau emang ada masalah itu ngomong Sa sama kita, kita ini sahabat Lo." Ucap Riko pula yang menambah kan kebenaran dari ucapan yang di kontrak oleh Gilang.
Semantra Riko ia nampak tak peduli akan hal itu, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dengan begitu nyaman sekali.
Memang ada kalanya mereka berempat saling adu mulut seperti ini dan ada kala nya mereka begitu kompak.
Hal seperti ini sudah sering terjadi antara mereka jadi sudah bukan hal baru lagi.
Mendengar itu Aksa yang baru saja ingin melangkah kan kaki nya untuk pergi langsung berbalik ke arah tiga sahabat nya itu.
Hatinya resah dan gelisah sejak tadi memikirkan Lisa. Meskipun ia mengatakan akan menjauhi Lisa tapi hatinya benar-benar menolak untuk itu.
Ini lah definisi dimana hati dan juga logika tidak sejalan.
"Gue bosan, kalian bertiga sibuk sama PS, lah gue sejak tadi cuma dianggurin aja." Ucap Aksa.
Mendengar itu Riko yang Sejak tadi hanya diam menoleh ke arah jam dinding tepat di hadapannya itu.
"Ck! Lo Sehat Sa? Biasanya ini memang jam dimana kita berempat saling sibuk sendiri bukan? Semua yang Kita lakukan ketika ngumpul ada jadwalnya. Bukannya Lo yang bikin jadwal itu. Lo pikir kita bertiga sejak tadi nggak penasaran pengen cepat-cepat waktu berjalan ke angka sembilan huh? Kita juga pengen tahu Lo ada masalah apa Sa. Lo kalau kayak gini kayak nyalahin kita seolah kita nggak ngertiin Lo. Tapi pada kenyataannya Lo yang nggak ngerti dengan jadwal yang Lo buat itu." Ucap Leon yang langsung membuat Riko dan Gilang menoleh ke arah laki-laki sedikit pendiam namun sangat licik itu.
Aksa terdiam, ia malas untuk berdebat panjang lebar seperti ini. Sebenarnya ia tahu ia lah yang salah. Ia kurang fokus dan rasanya benar-benar gelisah.
"Sa, duduk dulu deh. Kebetulan saat ini udah jam sembilan pas." Ucap Gilang yang saat ini mulai mencoba untuk mencairkan suasana.
Aksa duduk sesuai yang diperintahkan oleh ketiga sahabatnya itu.
"Ada apa? Kita bertiga tahu bahwa Lo dan Lisa sedang tidak baik-baik saja kan? Apa yang terjadi huh? Kita juga tahu karena perihal ini Lo Jadi kayak gini." Ucap Leon.
Aksa menarik napasnya dengan kasar dan kemudian menatap ketiga sahabatnya itu secara bergantian.
"Nggak ada apa-apa kok, gue mungkin cuma lagi malas aja dan gue sendiri nggak tau gue ini Kenapa, intinya ya gue malas." Jawab Aksa.
"Lalu, benarkan kalau Lo Dan Lisa bertengkar? Kali ini masalah apa lagi? Masalah Nandra itu?"
Mendengar nama Nandra diucapkan, Aksa langsung menatap sinis ke arah Gilang, "Nggak usah sebut nama dia lagi!" Sinis Aksa.
Leon langsung menyenggol lengan Gilang dan itu langsung membuat Gilang terbelalak. Ia lupa kalau laki-laki itu adalah musuh buyutan Aksa.
"Maaf deh maaf, gue lupa." Jawab Gilang setelah sadar dengan apa kesalahan nya itu.
"Jadi, apa yang kalian perdebatkan kali ini Sa, Lo dah lama nggak kayak gini sama Lisa. Ada apa HM?" Ujar Riko, suaranya terdengar begitu santai ketika mengatakan itu.
Jujur saj, sedikit banyak mereka bertiga benar-benar sangat penasaran apa yang terjadi pada dunia pertemanan yang berisi Aksa dan Lisa itu.
"Gue dan Lisa mungkin udah nggak sejalan lagi." Jawab Aksa yang sontak membuat mata Ketiga temannya terbelalak.
Mereka tahu hubungan yang berada di balik kata mantan itu seperti apa. Jadi ketika mendengar itu, siapa yang tidak terkejut, ini sama saja dengan definisi kata Putus menurut dunia permantanan.
"Ma-maksud Lo, kalian berdua mengambil jalan masing-masing?"
Aksa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Riko.
"Kok Bisa?" Tanya mereka serentak.
"Ya bisa lah, Namanya juga orang yang nggak mau dipertahankan."
"Dipertahankan bagaimana maksud Lo? Bukankah selama ini Lisa itu lengket banget sama Lo HM? Bahkan kita nggak pernah liat Lisa dekat sama cowok lain. Baru sama si Nandra aja sih kemarin." Ujar Leon.
"Ya emang benar, tapi emang kita udah nggak cocok lagi. Mungkin emang benar kali ya, kita nggak pernah bisa untuk menggenggam tangan orang yang tak ingin digenggam tangan nya."
Mendengar itu Baik Riko, Gilang dan Leon saling adu pandangan. Jika seperti ini apakah perlu mereka turun tangan kembali seperti dulu untuk menyatukan Lisa dan Aksa?
"Udah ah, pokok ya gue udah selesai sama Lisa, terserah deh dia mau bagaimana gue nggak akan peduli itu. Lagian sekarang udah ada Nandra. Gue nggak suka bersaing, kayak cewek cuma dia aja di dunia ini." Jawab Aksa, tapi ketika ia mengatakan hal itu seperti ada yang mengganjal di hatinya.
"Tapi Sa, tunggu dulu deh. Nanti malam kemah Lo bukannya sekelompok ya Sama Lisa?"
Aksa terdiam, ia hampir melupakan malam kemah di kampus mereka itu.
"Dua Minggu lagi bukan sih itu?" Tanya Gilang.
"Dua Minggu ndes mu! Tiga hari lagi geng." Jawab Riko sinis.
"Astaga, secepat itukah? Gue belum ada persiapan apapun loh ini."
"Ck! Lo bukan Cewek Gilang!" Sinis Leon dan Riko bersamaan.
Aksa yang melihat ketiga sahabatnya itu Berdebat langsung terkekeh sendiri.
Ia menatap jam di dindingnya, entah kenapa saat disini waktu begitu lama sekali berjalan. Ia benar-benar ingin bertemu dengan Lisa.
Ck! Inilah kebodohan hati ketika sudah mencintai dan ia benar-benar benci hal itu.