Ku hela napas beratku lalu membuangnya dengan kasar. Aku melanjutkan, "Kalau aku sekarat, apakah Mama akan datang? Apakah Mama mau melihatku dan meneteskan air matanya untukku? Tak apa kalau tidak ada Papa atau kakak, setidaknya aku ingin melihat bagaimana reaksi Mama terhadapku. Aku ingin melihatnya menangis hanya untukku, karena sejak dulu, aku tak pernah melihat Mama mengeluarkan air matanya. Jika Mama benar-benar datang, mungkin itulah kebahagiaan terakhir untukku."
"Hentikanlah, Rei! Jangan menyakiti kami dengan ucapanmu itu," kata seseorang dengan suara yang bergetar. Aku tersenyum.
"Aku hanya ingin mengatakan apa yang aku rasakan selama ini. Aku terus memendamnya dan ingin meluapkannya," balasku tanpa menatap ke arah orang yang tadi berkata begitu kepadaku.